Tugumalang.id – Dalam dunia perkuliahan, seringkali muncul stigma bahwa mahasiswa yang mengikuti organisasi baik organisasi intra kampus maupun ekstra kampus sering dikaitkan dengan mahasiswa yang molor kuliah.
Kendati demikian, masih banyak mahasiswa yang mengambil jalan ini dengan berbagai alasan seperti melimpahnya pengalaman hingga relasi.
Oleh karena itu, tugumalang.id mencari informasi mengapa para mahasiswa ini tetap mau mengikuti organisasi meskipun sering dicap sebagai mahasiswa yang kesulitan membagi waktu.
Mahasiswa Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Malang (UM), sekaligus kader organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Malang, Lintang Imaniar, mengatakan bahwa sejak awal dirinya adalah tipikal organisatoris.
“Aku udah ikut organisasi dari SMP dan SMA, terutama Pramuka. Tetapi itu masih belum sampai kayak menjadi event organizer. Beda seperti di perkuliahan ini yang tidak hanya organisasi bagian internal tapi juga ada bagian event organizer,” ungkapnya, pada Selasa (10/08/2021).
Selain itu, sejak sebelum masuk kuliah, dirinya sudah mendapat dorongan dari keluarga besarnya untuk masuk ke dunia Organisasi Mahasiswa (Ormawa).
“Kalau alasan ikut HMI itu karena dari awal udah dispoiler sama keluarga, dikasih tahu kalau ada organisasi di kampus terkait gambaran umumnya aja waktu itu. Lalu kebetulan saat aku daftar ulang dulu di Gedung Graha Cakrawala itu, ada kakak tingkat yang ngajak aku ke kantin, di sana dispoiler juga soal organisasi itu. Hingga akhirnya aku kepo terkait organisasi HMI itu seperti apa,” bebernya.
Selain itu, dia juga merasa dirinya dan keluarganya secara kultural maupun struktural bukan cenderung ke arah Nahdlatul Ulama (NU) atau ke Muhammadiyah, namun lebih general mana yang baik dari Islam akan dia ikuti.
“Dan HMI inikan berlandaskan Islam, jadi aku berpikir kalau Islam di HMI itu tidak hanya NU dan Muhammadiyah aja. Jadi, aku join aja dan siapa tahu aku bisa berbagi ilmu di sana, lalu juga ada diskusi-diskusi juga,” bebernya.
Sementara untuk organisasi intra kampus, sejak menjadi mahasiswa baru, pemuda asli Desa Druju, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, ini sudah mengikuti BEM Fakultas MIPA, lalu tergabung di BEM Universitas Negeri Malang (UM) di tahun selanjutnya, dan sekarang dia terdaftar sebagai DMF Fakultas MIPA.
“Untuk awalnya aku ikut organisasi intra kampus ini awalnya aku ingin belajar terkait bagaimana mengkondisikan anak-anak. Dan itu aku pelajari saat mahasiswa baru saat jadi ketua pelaksana. Dari situ aku mendapatkan pengalaman berorganisasi, bagaimana memimpin anak-anak, membuat acara, dan lain-lain,” tuturnya.
“Dari situ aku belajar bagaimana mengatur diri sendiri dan bagaimana mengatur orang lain, serta jadwal-jadwalku,” imbuhnya.
Bukan perkara mudah dirinya tergabung dalam berbagai organisasi ini. Lintang mengaku, awalnya tidak bisa mengatur waktu dan berpengaruh pada nilai-nilai akademiknya.
“Jadi ketika awal-awal kuliah itu aku ngerasa berat banget ke organisasi di perkuliahan. Di organisasi perkuliahan bukan hanya jadi semacam event organizer, tapi ada juga yang berbentuk pergerakan,” bebernya.
“Sehingga memang menjadi event organizer dan pergerakan di kampus itu memang berat di awalnya. Apalagi aku ikut organisasi sejak masih mahasiswa baru, di situ aku merasa.kurang bisa membagi waktu antara perkuliahan dan organisasi,” ungkapnya.
Pengalaman yang mirip juga diungkapkan oleh kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Malang, M Ainur Roziqin. Dia bercerita bahwa latar belakangnya memang memiliki jiwa sosial, pergerakan, dan berjejaring.
“Kalau dari awal niatnya memang untuk kuliah, dan seiring berjalannya waktu itu saya mengenal organisasi. Akhirnya saya terfasilitasi masuk organisasi dan akhirnya masuklah saya di organisasi PMII sejak 2013,” bebernya.
Dari bergabung dengan organisasi mahasiswa PMII, dia mendapatkan banyak manfaat mulai dari ilmu, pengalaman, hingga jaringan.
“Kebetulan saya pernah menjadi Ketua rayon PMII di tingkat fakultas. Selain itu juga saya mendapatkan manfaat teman sampai jaringan,” katanya.
Pria yang akrab disapa Ziqin ini mengungkapkan pada awalnya kesulitan melakukan manajemen waktu antara studi dan organisasi. Butuh waktu yang tidak sedikit hingga akhirnya bisa menyesuaikan antara kuliah dan organisasi.
“Di samping itu antara kuliah dan organisasi waktu itu saya memang all out, dalam artian saya aktif banget di organisasi,” ujarnya.
“Untuk dukanya, memang saya gak mau menjadikan alasan bahwa keterlambatan saya kuliah itu karena organisasi, tapi saya tidak bisa memprioritaskan salah satunya aja,” tukasnya.
Terpisah, keder PMII Kota Malang, Sirajuddin, menceritakan bahwa pada awal-awal pendaftaran kuliah dia bertemu kakaknya dan mengarahkannya untuk tergabung dalam organisasi mahasiswa.
“Beliau bilang ‘dik jangan seperti saya yang sejak dulu gak aktif di organisasi, kamu masuk aja ke organisasi,”‘ tirunya.
Lalu saat dirinya baru menjalani tes mandiri di salah satu kampus di Malang, dia ditemani anak-anak aktivis PMII Kota Malang dan dibantu tempat tinggal selama menempuh ujian mandiri.
“Di sana saya mulai melihat bahwa anak-anak aktivis PMII ini kok keren ya. Padahal dengan orang baru seperti saya kok welcome banget. Udah bela-belain ngasih tempat tinggal, kasih cerita gambaran-gambaran kampus, dan lain sebagainya,” tuturnya.
“Setelah dinyatakan diterima di kampus tahun 2016, di situ saya langsung cari PMII,” kenangnya.
Selama berkuliah, pria yang akrab disapa Sirat ini justru yang mendapatkan feedback bukan hanya dari kelas saja, tapi juga dari PMII.
“Feedback-nya saya jadi lebih berani berbicara, bagaimana bersikap dengan orang baru, bagaimana bersikap dengan teman-teman yang bukan mahasiswa, ilmu-ilmu power speaking-nya, dan sebagainya. Saya juga dapat ilmu-ilmu bagaimana cara berdiskusi, berani ngomong, dan sebagainya,” tuturnya.
Lebih lanjut, dia bercerita bahwa selama kuliah dirinya aktif di dua organisasi, yaitu organisasi intra kampus dan organisasi ekstra kampus. Dia merasa tidak ada kendala membagi waktu antara kuliah dan organisasi.
“Di organisasi intra sejak mahasiswa baru saya sudah aktif di HMJ dan juga aktif di PMII. Selama itu saya tidak pernah menemui kendala untuk membagi waktu. Hal ini karena di PMII semuanya juga mahasiswa dan juga satu fakultas, artinya mereka juga tahu kegiatan apa saja yang ada di kampus,” tambahnya.
‘Kalau ada orang yang bilang mahasiswa pergerakan bilang kalau ikut PMII tidak bisa membagi waktu, itu hanya omongan bullshit. Karena kalau ada kegiatan organisasi tidak mungkin ditempatkan di jam yang ada perkuliahan. Kita pasti cari waktu yang sekiranya gak ada perkuliahan seperti hari Sabtu, di hari itu kita bisa adakan seminar,” pungkas pria yang menjalani wisuda tahun 2021 ini.
Reporter: Rizal Adhi
Editor: Lizya Kristanti