“Kepemimpinan jangan jadi barang abstrak tapi praktis bagi anak muda Indonesia”
MALANG, Tugumalang.id – Berawal dari kepeduliannya terhadap dunia pendidikan khususnya anak muda. Hendro Fujiono S.T, M.S, Ph.D secara tidak sengaja kembali bertemu dengan teman seangkatan saat menyelesaikan studi di Institut Teknologi Bandung (ITB), Salman Subakat.
Pertemuan pria yang akrab disapa Fuji dengan CEO Nurhayati Subakat Entrepreneur Institut (NSEI) Part or Paragon itu membidangi lahirnya Pemimpin.ID disaat situasi dunia kacau karena pandemi Covid-19 pada tahun 2021 lalu. Sebelumnya Fuji juga bergelut di Parakawan dan Pondok Inspirasi yang berfokus pada pengembangan kreativitas dan kepemimpinan anak muda.
Kesempatan tersebut disambut positif oleh Fuji untuk bisa terlibat aktif membantu anak muda Indonesia menemukan potensi diri mereka melalui komunitas seperti Parakawan, Pondok Inspirasi, dan Pemimpin.ID. Ia merasakan betul bagaimana pengalaman hidupnya saat menempuh pendidikan tidak mudah.
Alumni Colorado School of Mines, Amerika Serikat itu tergerak untuk membantu anak muda memiliki kepercayaan diri dan juga kecakapan kepemimpinan agar bisa bersaing secara nasional dan global.
Menurut Fuji anak muda harus memiliki kepemimpinan yang cukup, bukan hanya abstrak namun juga secara praktis. Melihat situasi perkembangan zaman yang semakin modern dengan arus persaingan global.
Baca Juga: Koordinator Gubuk Tulis Kupas Kepemimpinan di Tugu Inspirasi Talks
Anak muda dirasa sebagai modal bagi Indonesia untuk bisa bersaing dalam persaingan global.
“Awalnya Parakawan waktu Covid tahun 2021, Pak Salman (Subakat) kawan satu angkatan saya dan lama enggak ketemu. Kemudian ngobrol, dan ngobrolnya via telepon terus beliau tanya passion-mu apa terus saya bilang pendidikan,” tutur Fuji kepada Tugumalang.id.
“Terus beliau mengundang ketemu teman-teman di Pemimpin.ID terus saya ada di Pondok Inspirasi jadi pembina, jadi kita bangun dari awal itu bukan dari awal yang sudah ada,” imbuhnya.
Saat berbicara tentang kepemimpinan anak muda dengan Salman Subakat. Fuji memiliki pandangan bahwa yang dibutuhkan anak muda Indonesia adalah kepemimpinan praktis dan memberi kebermanfaatan serta membuat anak muda memiliki rasa empati.
Tidak cukup kepemimpinan hanya cukup secara konseptual tetapi tidak memberi kebermanfaatan apapun bagi masyarakat maupun diri anak muda itu sendiri.
“Bicara kepemimpinan, saya bilang ke Pak Salman, saya tertarik kalau niatnya membantu anak-anak muda Indonesia punya taktikal leadership (kepemimpinan). Jika kita berbicara leadership tidak hanya level nasional atau jabatan politik tapi ya sehari-hari,” beber pria yang saat ini menjabat Business Transformation and Change Management Professionals With A Professional Certification in GlobalDISC and Psychological Safety Diagnostics.
“Kita bisa berbicara leadership tapi got sekolah kita mampet tapi kita biarin saja, jadi kita bicara ke arah sana dan itu yang saya bilang. Kepemimpinan jangan jadi barang abstrak tapi praktis bagi anak muda Indonesia,” imbuh Fuji.
Pandangan Fuji bukan tanpa alasan, pengalamannya bertahun-tahun di Amerika Serikat dan Australia membuatnya mempelajari bagaimana perkembangan anak muda di kedua negara itu. Menurutnya ada beberapa nilai positif di kedua negara itu yang bisa diterapkan dalam membina anak muda Indonesia.
Hampir separuh hidup Fuji dihabiskan di Amerika Serikat dan Australia. Sejak tahun 2005, ia sudah meninggalkan Indonesia dan menempuh pendidikan di Colorado School of Mines, salah satu sekolah pertambangan tertua di dunia.
Baca Juga: Komitmen FH Unisma Latih Jiwa Kepemimpinan dan Kedisiplinan Mahasiswa Lewat LKMM
Setelah menyelesaikan studi di Amerika Serikat, ia kemudian hijrah ke Australia pada tahun 2013 hingga sekarang tepatnya di Perth ibukota dari Australia Barat. Mengamati anak muda di kedua negara itu, Fuji melihat literasi sejak usia dini terbangun cukup baik karena membaca menjadi dari bagian budaya dan gaya hidup di kedua negara itu.
Di situlah Fuji merasakan perbedaan budaya yang cukup kentara di Indonesia dengan kedua negara itu dalam hal mengembangkan kreativitas anak muda.
“Saya merasakan sesuatu yang berbed, dan yang paling saya rasakan secara pribadi bagaimana membaca itu menjadi hobi. Bagi saya itu mind blowing. Saya sendiri waktu di Indonesia ya baca tapi seadanya yang harus dibaca,” tutur Fuji.
Pria yang memiliki keahlian di bidang business transformation, practical change management, cultural intelligence, team dynamics psychological safety and cognitive diversity, agent-based model and simulation itu menaruh perhatian lebih terhadap anak muda di Indonesia.
Lantas ia juga terlibat di ThinK Half, merasa sejalan dengan filosofi ThinK Half dimana huruf K dan H yang dikapital adalah makna dari kesempatan dan harapan. Fuji menyebut kesempatan dan harapan adalah sebuah kemewahan bagi anak muda.
Dari situlah pihaknya tergugah untuk terlibat dalam pengembangan kepempinan anak muda Indonesia.
“Kesempatan sama Harapan, anak muda Indonesia itu membutuhkan kedua-duanya dan ini dirasa sangat mahal bisa punya kesempatan dan harapan,” ujarnya.
“Ini dirasa sangat mahal bisa punya kesempatan bisa punya harapan karena kadang-kadang anak mudah pasrah dalam keadaan, udah lah aku gini-gini aja. Sebenarnya mereka punya kemauan tapi aktualisasinya tidak ada,” sambung pria dengan keahlian practical change leadership.
“Filosofi harapan dan kesempatan itu luar biasa, otentik. Itu memberikan kepercayaan diri anak-anak Indonesia dan itu yang kita kejar. Misi besar komunitas kita bagaimana kita memberikan kesempatan dan harapan kepada anak Indonesia,” tegas Fuji.
Cukup lama di negeri orang, Fuji pun merasa bahwa soal kuliner dan buah mangga sebagai buah kesukaannya, Indonesia juaranya. Rasa rindu itulah yang membuat Fuji merasa perlu berkontribusi dalam memajukan bangsa Indonesia lewat anak muda.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
Penulis: Bagus Rachmad Saputra
editor: jatmiko