Oleh: A B D. A Z I Z*
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang sebagai salah satu perguruan tinggi keagamaan di bawah pembinaan Kementerian Agama menggelar pemilihan Rektor periode 2021-2025. Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Konsorsium Alumni Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (KAUM-PTKIN) Se-Indonesia yang berkomitmen turut memajukan STAIN, IAIN, UIN di seluruh tanah air, memberikan catatan progresif, dan dorongan kepada para calon Rektor, Panitia Penjaringan, Senat, Rektor, Komisi Seleksi, dan Menteri Agama.
Pertama, penulis mengkritik seluruh calon Rektor, yang hingga saat ini sama sekali belum memperlihatkan adanya ide dan gagasan segar penuh kebaruan yang diungkapkan ke publik. Baik melalui media cetak maupun elektronik, yang membuat dapat diaksesnya keseluruhan penampilan (whole performance), dan kelebihan masing-masing calon sehingga menumbuhkan harapan baru untuk institusi. Padahal, pemilihan Rektor UIN Malang ini diikuti oleh tujuh orang dosen bergelar guru besar (profesor) dari lintas keahlian, yaitu: Prof. Abd. Haris, Prof. M. Zainuddin, Prof. Umi Sumbulah, Prof. Roibin, Prof. Bayyinatul Muchtaromah, Prof. Nur Yasin, dan Prof. Suhartono. Artinya, ekspektasi civitas akademika, alumni dan masyarakat terkait (stakeholder) bertolak belakang dengan realita, kenyataan.
Kedua, dalam catatan penulis, baru sebagian calon yang berbicara di media publik. Sayangnya bersifat artifisial, substansi pembicarannya tidak substansial. Bahkan, belum menyentuh soal ide dan gagasan segar penuh kebaruan, yang menjadi ciri kaum cerdik cendekia (scholars), yang lazim mengusung nilai (value) progresifitas dalam kontestasi kepemimpinan. Ironisnya, tidak berbicara tentang diri, visi dan misi serta program unggulan apa yang hendak dilakukan jika terpilih nanti. Sebaliknya, sekadar menjawab pertanyaan dari isu yang sama, dengan pernyataan yang senada, dan tampak kompak satu-sama lain.
Ketiga, penulis berharap, penyelenggaraan penjaringan bakal calon Rektor menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan seperti dipesankan oleh Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2015, dan prinsip-prinsip ber-demokrasi. Artinya, sepanjang memenuhi syarat umum dan syarat khusus sebagaimana dimaksud Pasal 3 dan Pasal 5 ayat (1) huruf e, seluruh bakal calon harus diserahkan kepada Senat untuk mendapatkan pertimbangan kualitatif. Menurut informasi yang penulis peroleh, per tanggal 8 April 2021, ketujuh calon Rektor tersebut telah diterima dan kini berada di meja Senat.
Keempat, sebelum memberikan pertimbangan, penulis mendorong Senat dengan dibantu Panitia Penjaringan, menggelar uji publik (public test) calon Rektor. Hal ini relevan dengan salah satu persyaratan calon, yakni pernyataan tertulis berupa visi dan misi kepemimpinan, dan program peningkatan mutu perguruan tinggi. Jika uji publik tidak dipertimbangkan untuk dilakukan, maka akan timbul adagium yang biasa disebut dengan membeli kucing dalam karung: membeli sesuatu tidak dengan melihat isinya.
Kelima, bahwa benar, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2015 tidak mengatur tentang uji publik calon Rektor. Tetapi, dalam perspektif hukum, jika tidak diatur bukan berarti tidak boleh dilakukan, apalagi untuk tujuan yang demikian positif. Karenanya, Senat dan Panitia Penjaringan tidak perlu ragu untuk memenuhi harapan dan dorongan dari civitas akademika, alumni dan masyarakat yang punya perhatian (atensi) pada proses pemilihan Rektor yang terbuka, dan untuk pertama kalinya dalam sejarah, diikuti oleh tujuh orang profesor dari lintas Fakultas.
Keenam, dengan dilaksanakannya uji publik, berarti visi dan misi kepemimpinan, dan program peningkatan mutu perguruan tinggi yang dilampirkan oleh para calon Rektor saat mendaftar, tidak berupa cetak biru (blue print), tertulis ansich yang bersifat monolog. Melainkan disampaikan dalam bahasa lisan (tutur) yang bersifat dialog. Konsekuensinya, penyampaian visi dan misi dalam ruang uji publik, menuntut pertanggungjawaban (akuntabilitas) serta lebih merupakan janji atau komitmen para calon Rektor jika terpilih.
Ketujuh, melalui uji publik tersebut, memungkinkan civitas akademika, alumni dan masyarakat terkait (stakeholder) dapat mengakses, mengikuti dan mengetahui substansi pagelaran seleksi calon Rektor, khususnya pokok-pokok pikiran para calon, hendak dibawa kemana UIN Maulana Malik Ibrahim empat tahun ke depan. Dengan demikian, transparansi, prinsip yang menjamin hak masyarakat untuk memperoleh akses informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan pemilihan Rektor terpenuhi.
Kedelapan, dalam pelaksanaan uji publik, hendaknya ada penguji dari internal maupun eksternal kampus dengan tiga kriteria panelis, yakni tidak memiliki benturan kepentingan (conflict of interest), tidak memihak ke salah satu pihak (impartial), dan tidak dapat dipengaruhi oleh salah satu pihak (independent). Untuk panelis dari eksternal kampus, hemat penulis adalah unsur alumni UIN Maulana Malik Ibrahim, yang selain tidak ada conflict of interest, bersikap impartial dan independent, kapasitas dan integritas-nya tak diragukan, juga mempunyai rasa memiliki (sense of belonging) yang tinggi pada institusi yang menjadi almamater-nya.
Kesembilan, setelah uji publik dilaksanakan, Senat harus memberikan pertimbangan kualitatif terhadap calon Rektor, dan pertimbangan tersebut benar-benar meliputi aspek moralitas, kepemimpinan, manajerial, kompetensi akademik, dan jaringan kerjasama sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (2) huruf b dan c. Dalam menyusun pertimbangan, penulis berharap Senat tidak memiliki benturan kepentingan dengan calon Rektor (conflict of interest), tidak memihak ke salah satu calon Rektor (impartial), dan tidak dapat dipengaruhi oleh salah satu calon Rektor (independent). Selain itu, Senat memasukkan hasil rekam uji publik sebagai pertimbangan akademis yang obyektif, dan komprehensif.
Kesepuluh, pada tahapan berikutnya, Senat berkewajiban menyerahkan hasil pemberian pertimbangan kualitatif terhadap seluruh calon Rektor, tanpa terkecuali kepada Menteri Agama melalui Rektor untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) oleh Komisi Seleksi, yang dibentuk oleh Menteri Agama dengan komposisi satu orang Ketua dan enam orang anggota, berjumlah tujuh orang sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 6 ayat (1), (2), dan (3).
Kesebelas, penulis berharap, Komisi Seleksi sungguh-sungguh melakukan fit and proper test terhadap seluruh calon Rektor demi menghasilan maksimal tiga calon Rektor yang dipercaya dan diyakini mampu mewujudkan visi dan misi institusi yang menjadi kawah chondrodimuko ilmu pengetahuan untuk kemudian diserahkan kepada Menteri Agama guna dipilih sebagai calon yang terbaik diantara yang baik sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (4).
Sebagai penutup, penulis percaya dan menaruh harapan besar kepada Menteri Agama, memiliki informasi yang cukup tentang rekam jejak para calon Rektor. Mempertimbangkan calon (yang) visi-nya visioner, misi-nya terencana, terukur, dan terprediksi tingkat keberhasilannya. Sedang hasil uji publik (public test) dan uji kelayakan dan kepatutan (fit and protest-nya) benar-benar berkualitas, berkelas, dan memenuhi standart kelayakan ideal.
Dan, di atas itu, yang utama, calon yang bakal dipilih, lalu diangkat, dan kemudian ditetapkan sebagai Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim adalah yang tidak diragukan integritas, kapasitas, dan kredibelitas-nya.*
*Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Konsorsium Alumni Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (KAUM-PTKIN) Se-Indonesia