Tugumalang.id – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menegaskan PT Pertamina (Persero) bertanggung jawab atas terungkapnya dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Pertamax. Bagi para korban, sudah menjadi kewajiban untuk menuntut ganti rugi.
Dilansir dari berbagai sumber, YLKI menyebutkan jika konsumen korban dugaan pengoplosan BBM ini dapat mengambil langkah hukum melalui mekanisme class action. Class action adalah jenis gugatan yang mewakili kelompok tertentu atas kesamaan permasalahan.
Gugatan perwakilan kelompok merupakan jenis gugatan yang mengatasnamakan sekelompok orang dengan masalah atau kerugian serupa. Ini bisa berupa kelompok konsumen, kelompok nasabah, dan sejenisnya.
Baca Juga: Warga Malang Kecewa Pertamax Oplosan, Ini Penjelasan Pertamina
Gugatan terjadi karena kelompok orang tersebut mengalami kerugian karena tindakan pihak lain. Dalam kasus ini sifatnya sangat cocok dengan perkara yang sedang melanda Pertamina.
Kelompok tersebut biasanya akan meminta ganti rugi kepada pihak tergugat. Di Indonesia, jenis gugatan ini berdasar pada UU No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup dan PERMA No 1 Tahun 2002.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), terdapat prinsip pembuktian terbalik, yang mengharuskan PT Pertamina membuktikan bahwa produknya sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan pemerintah.
Baca Juga: Konsumsi Pertamax di Malang Turun 20 Persen, Penjualan Pertalite Meningkat
Nah, untuk memastikan keabsahan dari temuan ini, YLKI meminta agar dilakukan uji pembuktian oleh pihak ketiga yang bersifat independen. Hal ini diharapkan dapat memberikan hasil objektif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Artinya, jika terbukti ada penyimpangan kualitas, konsumen berhak menuntut ganti rugi. Dalam hal ini, PT Pertamina yang harus membuktikan bahwa produk mereka memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Seperti diketahui, dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 ini, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS) bersama 6 orang lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung RI.
Dalam keterangan resmi Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” atau dioplos menjadi Pertamax. Namun, saat pembelian, Pertalite tersebut dihargai seharga Pertamax.
Dikutip dari laman resmi Kejagung RI, dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92. Dan itu tidak diperbolehkan.
Selain Riva Siahaan, ada 6 orang lain yang juga ditetapkan sebagai tersangka seperti SDS selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping dan AP selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
Lalu juga ada DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter : M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A