MALANG,Tugumalang.id – Tiga hari menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1945, ratusan umat Hindu di Kabupaten Malang melarung 45 jolen berisi hasil bumi ke laut di Pantai Balekambang. Ini merupakan bagian dari upacara Jalanidhipuja yang digelar setiap tahun. Kegiatan ini digelar di Pantai Balekambang, Desa Srigonco, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, Minggu (19/3/2023).
Ketua Majelis Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Malang, Sutomo Adi Wijoyo mengatakan Jalanidhipuja ini diikuti oleh umat Hindu dari 66 pura yang ada di Kabupaten Malang. Jumlah umat tersebut diperkirakan sekitar 500 orang.
Jumlah jolen tahun merupakan yang tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Di tahun 2017, terdapat 36 jolen yang dilarung dan di tahun 2019 terdapat 44 jolen.
Upacara Jalanidhipuja dilakukan untuk menyucikan diri dan alam semesta. Diharapkan, dari pelaksanaan upacara ini, alam semesta bisa netral dan suci. Jiwa raga manusia juga bisa kembali suci untuk memasuki Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1945 yang jatuh pada Rabu (22/3/2023) mendatang.
“Dasarnya (pelaksanaan upacara) dari kitab suci Sundarigama. Tujuannya adalah ngamet sarining amertha kamandalu ring telenging segara (mengambil sari-sari air kehidupan yang disebut tirta kamandalu di tengah samudera),” ujar Sutomo.

Menurutnya, umat Hindu percaya bahwa penguasa samudera adalah Dewa Baruna yang merupakan manifestasi dari Sang Hyang Widhi. Di sanalah, sumber kehidupan berasal, yaitu air. “Apalagi ini adalah air suci untuk menyucikan Bhuana Agung dan Bhuana Alit,” imbuh Sutomo.
Bhuana agung berarti alam semesta atau makrokosmos. Sementara bhuana alit adalah isi dari alam semesta atau mikrokosmos.
Pelarungan jolen sendiri merupakan perwujudan rasa syukur karena diberikan rezeki kesuburan. Oleh karenanya, hasil bumi tersebut dihaturkan kepada Sang Hyang Widhi melalui Dewa Baruna.
“Harapannya supaya laut ini kemudian menguap karena disinari oleh Dewa Matahari. Air menguap menjadi hujan. Hujam kemudian membuat Bumi ini menjadi subur dan tumbuhlah buah-buahan. Lalu buah-buahan dirangkai lagi menjadi jolen untuk dilarung,” terang Sutomo.
Menurutnya, itu adalah sebuah siklus kehidupan. Tanpa sirkulasi yang sempurna, maka tidak akan ada kehidupan.
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
editor: jatmiko