Tugumalang.id – Penyusunan portofolio mata kuliah bagi perguruan tinggi tidak bisa ditawar lagi. Kini, dosen di Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang diwajibkan membuat portofolio. Hal ini tentu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kampus.
ITN Malang sendiri telah menggelar Training of Trainer (TOT) Portofolio Mata Kuliah melalui Lembaga Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional (LP2AI) ITN Malang pada 12-13 Februari 2025.
TOT itu diikuti oleh prodi dan perwakilan dosen ITN Malang dengan menghadirkan narasumber Dr. Yuni Eka Fajarwati, ST., MPd.
Baca Juga: ITN Malang Kirim Tim Pemasangan PTLS ke Ranu Kumbolo
Rektor ITN Malang, Awan Uji Krismanto ST., MT., PhD menjelaskan bahwa portofolio merupakan salah satu syarat untuk melakukan akreditasi. Portofolio tentu juga untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Dia mengakui masih banyak dosen yang belum memahami sepenuhnya dalam merancang pembelajaran mulai awal hingga ujian akhir semester. Begitu juga dengan penilaian yang adil bagi mahasiwa. Hal inilah yang akan terus diperbaiki.
Dia menegaskan, kedepannya pimpinan akan melengkapi dengan kebijakan atau aturan yang mewajibkan dosen untuk menyusun portofolio. Penyusunan kurikulum menjadi komitmen bersama untuk meningkatkan daya saing ITN Malang melalui pembelajaran yang berkualitas.

“Tanpa portofolio maka tidak ada kelas dan pembelajaran! Jadi, jangan kaget kalau para dosen mendapatkan surat peringatan ketika setelah dicek portofolio belum terkumpul dan akan digantikan oleh dosen lain. Ini penting agar mahasiswa mendapat pembelajaran yang berkualitas,” tegasnya.
Baca Juga: Karya 2 Dimensi hingga Maket Warnai Pameran Karya Mahasiswa Arsitektur ITN Malang
Ketua Lembaga Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional (LP2AI) ITN Malang, Dr. Elvianto Dwi Daryono, ST., MT., menambahkan bahwa peserta pelatihan telah diajarkan cara pembuatan Rencana Pembelajaran Semester (RPS), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pembuatan tugas dan rubrik penilaian, penjelasan template hingga penyusunan portofolio.
“Dengan portofolio salah satunya bisa untuk mengukur capaian pembelajaran lulusan (CPL) prodi untuk mata kuliah. Sehingga dalam penilaian tidak bisa asal. Semua sudah diukur dengan baik untuk nilai yang dimasukkan,” tuturnya.
Sementara itu, Dr. Yuni Eka Fajarwati, ST., MPd, menjelaskan bahwa portofolio mata kuliah merupakan kelengkapan berkas yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran.
Berkas tersebut mencakup Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Rencana Pembelajaran Semester (RPS), rubrik tugas, penilaian, hingga penilaian untuk Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL).
Menurutnya, portofolio tidak hanya untuk memenuhi dokumen kurikulum, tetapi juga untuk mengetahui sejauh mana pencapaian mata kuliah terhadap CPL yang telah ditetapkan program studi.
Saat ini kurikulum yang digunakan berbasis Outcome-Based Education (OBE). Salah satu bagian penting dalam siklus ini adalah penyusunan portofolio.
Pendekatannya bersifat holistik, dimana tugas dosen tidak hanya selesai pada penyusunan RPS, namun juga memberikan kontribusi signifikan terhadap capaian pembelajaran lulusan sesuai dengan yang telah ditentukan.
“Dosen tidak bisa serta merta menentukan capaian mata kuliah yang tidak selaras dengan CPL, karena hal ini sangat berdampak pada kurikulum. Tanpa penyelarasan, bisa terjadi overlapping materi, atau materi pembelajaran tidak sesuai. Hal ini juga dapat mengakibatkan taksonomi yang tidak sesuai, misalnya kita seharusnya berada di level KKNI 6, tetapi tidak terwujud,” jelasnya.
Dampak besar itu akan terlihat ketika lulusan sudah masuk ke dalam dunia kerja. Untuk itu, Yuni mendorong dosen perlu beradaptasi dengan perkembangan generasi sekarang, yang sangat berbeda. Terkadang dosen sebagai pendidik memiliki kecenderungan egosentris, dan ini harus dikesampingkan.
Dalam kurikulum baru, pembelajaran lebih mengarah pada Student-Centered Learning (SCL), bukan Teacher-Centered Learning (TCL) seperti sebelumnya. Namun, seringkali dosen masih ragu atau enggan melakukan perubahan.
Dikatakan, tidak mudah melakukan peralihan dari metode ceramah ke peran fasilitator yang mendengarkan pendapat mahasiswa. Tetapi, hal itu diperlukan agar mahasiswa dapat berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi.
“Generasi Z sebenarnya jauh lebih kreatif, tinggal dosen bisa memahami, dan melakukan pendekatan psikologis yang tepat. Oleh karena itu, penilaian terhadap dosen juga akan bergantung pada kemampuan mereka beradaptasi dengan perubahan,” tandasnya.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter: M Sholeh
Editor: Herlianto. A