MALANG – Dibalik kisah lahirnya bahasa walikan atau bahasa khas (slang), yang identik dengan nama Arema (Arek-Arek Malang) ternyata punya kisah menarik.
Kepingan sejarah ini tertulis pada jurnal di Forum Studi Kebanggan Indonesia (FSKI) berjudul Dari Gangster Hingga Arema (2013).
Kronik sejarah penciptaan awal bahasa ini juga mengambil tulisan seorang budayawan tersohor Jawa Timur, Dukut Imam Widodo. Penulis buku ‘Malang Tempoe Doeloe’ itu mengisahkan, penggunaan boso walikan sudah ada sejak masa Agresi Militer Belanda II pada 1949 silam.
Di Malang, selama masa Clash II ada operasi gagak (kraii operatie). Operasi ini juga melambungkan nama kesatuan elite RI di bawah Komando Mayor Hamid Rusdi. Yakni Pasukan Gerilya Rakyat Kota (GRK) Malang, yang merupakan sisa-sisa laskar perjuangan yang pimpinan Hamid Rusdi.
Asal tahu, sepak terjang GRK di mata kompeni terkenal sebagai laskar paling taktis, sengit dan gigih. Satu hal yang membuat pasukan ini solid adalah berkat telik sandi menggunakan bahasa walikan.
Dari penuturan Dukut Imam Widodo, osob kiwalan ini penciptanya duo prajurit GRK. Mereka adalah Suyudi Raharno dan sobat akrabnya, Wasito.
Singkat cerita, perlawanan GRK di medio akhir Maret 1949 silam itu kerap terpatahkan sehingga berujung gagal. Saat penelusuran, ternyata ada informasi taktik dan strategi yang bocor. Artinya, ada lawan alias mata-mata di dekat mereka.

Usut punya usut, taktik dan strategi mereka ternyata bocor. Hingga akhirnya lahirlah ide brilian Suyudi Raharno dan Wasito, untuk menyusun kode telik sandi ‘osob kiwalan’. Hingga belakangan pasukan GRK mengetahui kebocoran informasi ini ada di warung-warung.
Pada malam-malam tertentu, pasukan GRK sering mengadakan pertemuan di warung kopi. Akhirnya, GRK mengetahui bahwa agen mata-mata Belanda ini adalah orang pribumi sekitar mereka.
Mata-mata Belanda itu menyamar menjadi penjual jajanan, penjual rokok hingga pelayan di warung.
Berkat kode telik sandi ini juga, pasukan ini semakin solid dan berhasil melancarkan serangan-serangan mendadak dan mematikan.
Sebut saja seperti taktik bumi hangus, pemboman jembatan, penghadangan. Hingga pembunuhan para spionase. Serta masih banyak strategi GRK yang melumpuhkan pasukan Belanda.
Bahasa Walikan sendiri tanpa formulasi tertentu sebagai telik sandi, sudah sarat akan kode rahasia. Selain itu tidak terikat tata bahasa umum dan baku.
Bahasa ini, hanya mengenal satu cara, yaitu pengejaan secara terbalik (dari belakang ke depan).
”GRK sendiri sangat solid. Berkat kesolidan dan keakraban dalam pergaulan sehari-hari mereka tak butuh waktu lama untuk mengerti dan fasih dengan bahasa ini. Mata-mata Belanda kelimpungan. Nah, dari sinilah akhirnya ketahuan mana kawan, mana lawan,” ungkap Eko Irawan, pemerhati sejarah dari komunitas Reenactor Ngalam, kepada reporter beberapa waktu lalu.
Suyudi Raharno gugur di medan juang karena penyergapan militer Belanda di wilayah Dukuh Gunuk Watu (kini daerah Purwantoro) pada September 1949.
Demikian pula dengan Wasito yang gugur dalam pertempuran sengit di wilayah Gandongan (kini Pandanwangi). Makam keduanya di Taman Makam Pahlawan Suropati, Jalan Veteran Kota Malang.