MALANG – Sebuah banner bernada satir bertuliskan Dewan Kesenian Malang (DKM) Setahun Tanpa SK terpasang di depan aula DKM. Usut punya usut, banner itu sudah terpasang sejak 9 Februari 2021 lalu. Banner itu dipasang oleh jajaran pengurus sebagai buntut masalah SK yang macet.
Hingga saat ini, SK jajaran kepengurusan baru DKM, wadahnya para seniman di Kota Malang itu, tak kunjung jelas juntrungannya. SK peresmian mereka tak kunjung didapat dan macet sejak setahun lamanya. Keresahan itu pun mengakar sedemikian lama.
Baru-baru ini, Wali Kota Malang, Sutiaji, angkat bicara melalui akun YouTube pribadinya, mengatakan bahwa DKM adalah bagian dari kebudayaan yang secara kelembagaan dinaungi oleh Komite Kebudayaan Kota Malang (K3M). Jadi, SK adalah kewenangan dari K3M sesuai asas regulasi dan hukum organisasi berlaku.
”Mestinya, SK adalah kewenangan K3M karena DKM berada di bawah naungan K3M. Seni adalah bagian dari kebudayaan. Jadi rumah besarnya kebudayaan, terus ada seni,” jelasnya, belum lama ini.
”Kalau minta SK di kami, jelas kami sudah mengeluarkan K3M, disitu ada SK-nya. Mestinya DKM ini dapat SK bukan dari Pemkot, tapi dari induk organisasinya yaitu K3M,” tambahnya.
Bagaimanapun, menurut Sutiaji, keberadaan DKM sudah jelas diakui, baik oleh masyarakat juga Pemkot Malang. Soal SK, juga sudah jelas secara hukum dan organisasinya.
”Berkaitan dengan SK, sudah kita telaah. Kota tidak mungkin mengeluarkan itu, juga sudah koordinasi dengan pusat, dengan Diknas juga demikian, Dikbud pusat juga demikian. Bahwa (DKM) berada di bawah naungan induk organisasinya (K3M),” pungkasnya.
Namun, jawaban itu menuai kontradiksi dari Ketua DKM, Bobby Nugroho. Dia menyebut, pria nomor satu di Kota Malang itu, tidak memahami bagaimana tata kelola seni dan budaya di Kota Malang. ”Kami berpendapat bahwa Wali Kota tidak paham tata kelola seni dan budaya yang ada di Kota Malang,” sebutnya.
Menurut Bobby, tidak mungkin jika sebuah lembaga yang telah berdiri sejak 1973 silam itu, tiba-tiba dilebur secara sepihak. Dalam hal ini, DKM dilebur menjadi bagian dari K3M.
”Statement Wali Kota sendiri saat pembukaaan musyawarah seniman tahun lalu itu juga mengatakan bahwa kekuasaan tertinggi DKM ada di musyawarah seniman, bukan di pihak-pihak lain atau personal,” tegasnya.
Bobby kecewa, Sutiaji tidak konsisten dengan perkataannya saat musyawarah seniman tahun 2020 lalu.
Menurut dia, posisi DKM harusnya sudah setara dengan dinas. Jika DKM sekarang ada di bawah K3M, itu tidak mungkin karena K3M adalah lembaga yang tidak ada gerakannya.
“Secara hierarkis, DKM ada di bawah Wali Kota sendiri sebagai pembina. Jadi bisa dianggap setara dengan dinas. Nah K3M itu ada di bawah dinas. DKM dianggap setara, seperti seorang Kabid tapi disamakan Kasie. Itu tidak mungkin,” paparnya.
Kendati begitu, pria berkacamata ini tetap berharap banyak pada Pemkot Malang. Ruang dialog, tetap akan dibuka selebar-lebarnya. Pada dasarnya, mereka tetap tegas tak bergeming soal posisi DKM sebagai lembaga dibawah binaan Pemkot Malang.
Sementara itu, Ketua K3M, Jadmiko Adi Widodo, juga mempertanyakan maksud Sutiaji soal K3M punya kewenangan mengeluarkan SK. Secara AD/ART, juga tidak ditemui aturan yang merujuk soal pengeluaran SK.
Dia mengatakan, dalam kasus ini, terlebih dahulu harus dibedakan mana seni, mana yang lembaga seni. Lembaga seni, memang lebih baik ada campur tangan pemerintah. Sepanjang pengetahuannya, K3M juga bukanlah sebuah instansi, meski memiliki SK dari Wali Kota.
”Tapi kan K3M bukan PNS, bukan juga lembaga yang 100 persen di bawah naungan pemerintah. Mungkin memang secara operasional, iya. Tapi secara kerja jadi program pemerintah kan enggak,” katanya.
Pada dasarnya, dia menilai sengkarut masalah ini sebab karena kurangnya komunikasi seluruh pihak.
Dia berharap, ruang dialog kembali digelar agar pemajuan seni dan budaya di Kota Malang bisa kembali berjalan sinergis.
”Sampai hari ini pun kita gak bisa jawab. Memang perlu ada diskusi menghadirkan semua pihak. Temen-temen DKM, seniman, budayawan, juga pemerintah. Semua lini harus ikut support dan tidak saling lempar tanggung jawab,” tandasnya.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti