JAKARTA — Boneka tali (marionette string puppet) menjadi media pembelajaran untuk menumbuhkembangkan keterampilan hidup (lifeskill), khususnya bagi anak-anak usia pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dasar (SD). Pertunjukan boneka tali tidak sekadar sarana hiburan bagi anak-anak.
Penggagas pertunjukan boneka tali Nano-Nani yang juga pendiri dan CEO HACI Agency Aris Ananda mengemukakan hal itu dalam pengayaan materi dengan topik “Edutainment dan Story Telling dalam Penyelengggaraan Pendidikan Dasar: Upaya Mengenalkan Kecakapan Hidup (Lifeskill) pada Anak-Anak PAUD dan SD Melalui Boneka Tali” secara daring, Rabu (8/12/2021).
Acara yang dipandu Direktur Pelaksana Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) Nurcholis MA Basyari selaku host itu diikuti para peserta dan mentor program Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) 2021 Batch III yang diselenggarakan GWPP bekerja sama dengan PT Paragon Technology and Innovation.
“Lifeskill atau kecakapan hidup itu perlu ditumbuhkembangkan pada anak-anak kita sejak dini saat di PAUD (pendidikan anak usia dini) dan SD (sekolah dasar). Pertunjukan boneka tali sebagai upaya mengenalkan kecakapan hidup pada anak-anak,” kata Aris yang tampil berduet dengan Ryan Shahrezade alias Kak Ryan Dongeng itu.
Merujuk pada penjelasan kurikulum 2013 berbasis kecakapan hidup, Aris menjelaskan pengertian lifeskill sebagai kecakapan siswa untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
Lebih lanjut, perancang program dan penulis skenario drama itu menguraikan kecakapan hidup itu mencakup tiga aspek. Pertama, kecakapan personal yang terkait dengan kesadaran eksistensi dan potensi diri. Kedua, kecakapan rasional yang berkaitan dengan kecakapan menggali dan mengolah informasi, mengambil keputusan, dan memecahkan masalah. Ketiga, kecakapan sosial yang menyangkut komunikasi lisan, tertulis, dan kecakapan bekerja sama.
Menurut Aris, anak-anak usia PAUD dan SD perlu pembelajaran lifeskill yang menanamkan karakter baik dan kuat sebagai fondasi dan bekal menjalani hidup di masa remaja dan dewasa kelak. “Kalau sudah usia SMP dan SMA, akan susah karena sudah mulai terbentuk ketika PAUD dan SD.”
Lalu pertanyaannya, kenapa memilih boneka tali sebagai media pembelajaran untuk menumbuhkan kecakapan hidup?
Keunggulan Boneka Tali bagi Anak-anak
Aris menjelaskan media pembelajaran memang bermacam-macam. Pesan-pesan edukasi dapat disalurkan melalui bahan-bahan publikasi, gambar, pameran, proyeksi, rekaman audio, audio visual, siaran, dan model atau benda tiruan.
“Boneka merupakan media pembelajaran kategori bahan model atau benda tiruan,” kata Aris.
Alumni Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia itu mencermati cara berpikir anak-anak usia dini yang menganggap atau memperlakukan barang apa pun di sekeliling mereka sebagai benda hidup. Anak-anak bahkan mengimajinasikan benda-benda tertentu sebagai sahabat atau teman bermain dan tempat mencurahkan isi hati. Karena itu, tidak jarang anak-anak tampak asyik bercanda dan mengobrol dengan benda-benda itu.
“Boneka mewakili model tiga dimensi yang bisa bergerak dan bicara sehingga mampu mentransfer pengetahuan melalui sejumlah indra,” terang Aris yang berduet dengan Ryan sebagai pendongeng sekaligus pembuat boneka tali dan memainkannya.
Ryan sempat menunjukkan kebolehannya memainkan boneka tali kepada para peserta dan mentor FJP GWPP. Ryan memainkan karakter tokoh Paman Bonbon yang baik hati dan lucu. Dengan nada kocak dan suara yang berbeda dengan suara asli Ryan, Paman Bonbon menyentil dan menasihati Nani agar jangan suka marah-marah sendiri. Kalau suka marah-marah, kata aman Bonbon, nanti lekas tua seperti kakek-kakek dan nenek-nenek.
“Untuk seri Nano Nani show ini, talinya minimal 12 agar dapat menggerakan sendi-sendi dan bagian badannya, seperti punggung, kepala, kaki, dan tangan. Kalau membutuhkan gerakan-gerakan lainnya, biasanya ada additional tali lagi,” kata Ryan.
Pertunjukan boneka tali Nano Nani untuk anak-anak PAUD dan SD rancangan Aris-Ryan itu menampilkan lima sosok karakter. Dua sahabat Nano dan Nani sebagai lakon utamanya. Selain itu, ada Amono si bocah usil, Opah Kirmin sebagai sosok profesor yang sederhana, dan Paman Bonbon.
Aris dan Ryan mulai merancang dan mengembangkan ide-ide kreatif pertunjukan boneka tali pada 2017. Mereka manggung perdana pertunjukan boneka tali Nano Nani di Pejaten Village, Jakarta Selatan, pada 26 Oktober 2018. Pertunjukan di pusat perbelanjaan tersebut berlangsung tiga hari. Setiap hari, ada sekira 500 anak TK dan SD serta pengunjung mal di kawasan Pasar Minggu itu yang menonton pertunjukan boneka tali Nano Nani.
Sejak itu, Aris-Ryan dan tim kerap manggung di berbagai tempat, termasuk sekolah-sekolah. Merasa mendapatkan respons positif dalam pertunjukan-pertunjukan sebelumnya, pada 2020, mereka menargetkan roadshow ke 2000 SD di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Namun, baru terlaksana di 70 sekolah, niat mereka teradang pandemi Covid-19 pada Maret 2000. Pertunjukan tatap muka alias luring itu pun terhenti total sejak itu dan belakangan akhirnya digelar secara daring. Pesertanya pun meluas bukan hanya dari Jakarta dan sekitarnya melainkan dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan luar negeri, termasuk Malaysia dan Peru.
“Waktu kami show di Buddha Tzu Chi (SD Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia) peserta yang hadir sampai 1.600 anak kelas 1-6. Pesertanya terbagi menjadi dua: kelas 1-3 dan kelas 4-6. Di luar dugaan, responsnya luar biasa. Banyak anak yang naik ke panggung,” ungkap Ryan mengenang salah satu momen pertunjukan yang paling mengesankan.
Tahapan Krusial Anak PAUD dan SD
Sementara itu, wartawan senior yang juga mentor program FJP GWPP Haryo Prasetyo mengapresiasi langkah Aris dan Ryan memasukkan pesan-pesan bermuatan kecakapan hidup bagi anak-anak PAUD dan SD dalam pertunjukan boneka tali Nano-Nani.
“Usia dini memang secara psikologis merupakan tahapan-tahapan sangat kritis, krusial, dalam perkembangan manusia ke depan. Tahapan-tahapan balita, usia-usia dini ini sangat penting menjadi dasar bagi perkembangan kita sebagai manusia di masa-masa tahap-tahap perkembangan selanjutnya,” kata Haryo yang berlatar belakang pendidikan Psikologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Salah satu penulis editorial Media Indonesia yang disiarkan di Metro TV itu mengingatkan masa anak-anak usia dini dan SD sangat krusial bagi upaya menumbuhkembangkan kecakapan hidup, baik secara intelektual, sosial, emosional, maupun spiritual.
“Jika di tahap-tahap awal ini kita berhasil menyampaikan pesan-pesan yang baik, tepat, dan sesuai dan anak-anak berhasil melewati tahapan ini dengan baik, Insya Allah tahapan selanjutnya akan dilalui dengan baik. Anak-anak akan terbantu melewati tahap-tahap perkembangan psikologis mereka secara lebih baik.”
Fellowship Jurnalisme Pendidikan GWPP
GWPP berencana menggelar Fellowship Jurnalisme Pendidikan dalam empat angkatan (batch), masing-masing berdurasi tiga bulan dan diikuti 15 wartawan terpilih dari 15 media terseleksi di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara.
FJP Batch I GWPP telah berlangsung pada Februari-April 2021. FJP Batch II bergulir Juni-Agustus 2021. Kini, FJP Batch III tengah bergulir dan akan tuntas pada akhir Desember ini. Adapun kegiatannya mencakup tiga aspek, yakni pelatihan, praktik, dan pendampingan (coaching dan mentoring). Kecuali praktik berupa penugasan liputan dan penulisan artikel features, laporan berkedalaman (indepth reporting), dan profil, kegiatan FJP GWPP dilaksanakan di kelas dalam jaringan (daring) atau online.
Materi pelatihan menyangkut keterampilan jurnalistik dan pengayaan materi nonjurnalistik, khususnya terkait dengan pendidikan. Para peserta mendapatkan pendampingan dan coaching dari lima wartawan senior yang bertindak sebagai mentor program. Mereka adalah Nurcholis MA Basyari, Mohammad Nasir, Haryo Prasetyo, Frans Surdiasis, dan Tri Juli Sukaryana.
Tugujatim.id dan Tugumalang.id yang bernaung di bawah Tugu Media Grup termasuk sebagai salah satu peserta FJP GWPP, baik pada angkatan I, II maupun III. (Nic)
Editor: Jatmiko