Tugumalang.id – Manajemen RS Prasetya Husada Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur, angkat bicara terkait dugaan malpraktik yang membuat nyawa pasien melayang. Menurut mereka, penanganan yang dilakukan sudah sesuai prosedur.
Seperti diketahui, bocah berusia 6 tahun bernama Alvito Ghaniyu Maulidan diduga mengalami gejala aneh hingga meninggal usai mendapat dua kali suntikan obat. Namun, respons dari rumah sakit dinilai berbelit-belit dan tak memuaskan.
Dalam konferensi persnya, Dokter Spesialis Anak RS Prasetya Husada, Dr Agung Prasetyo Wibowo, yang berjaga waktu malam kejadian mengatakan bahwa hingga saat ini dirinya belum bisa memastikan penyebab kenapa bocah tersebut meninggal.
Baca Juga: Bocah 6 Tahun Kejang Lalu Tewas Usai Disuntik di RSU Karangploso Malang
Menurutnya, kondisi medis seperti dialami si anak itu jarang terjadi. Mulanya, gejala pasien saat datang mengalami mual-mual, tangan dan kaki dingin hingga denyut nadi meningkat. Diagnosa awal waktu itu adalah infeksi saluran pencernaan dan dehidrasi berat.

Sehingga, ia menginstruksikan kepada dokter jaga di IGD dan perawat untuk memberikan infus. Usai diberi infus, si anak kembali mengalami mual-mual sehingga diberikan suntikan obat sebanyak 2 spet. Dua obat itu merupakan obat anti muntah dan obat lambung.
“Namun saya juga heran karena biasanya pasien dalam kondisi dehidrasi berat itu pasti tidak sadar. Tapi ini masih dalam kondisi sadar,” kata Agung pada awak media, Kamis (22/6/2023).
Baca Juga: Bocah 12 Tahun di Kabupaten Malang Tewas Menabrak Obrok Sayur
Kendati demikian, kondisi itu hanya dipantaunya dari jauh atau via seluler. Kondisi riilnya dilaporkan oleh dokter jaga di IGD dan perawat, termasuk hingga teknis penyuntikan obatnya.
Di tengah kebimbangan analisis itu, lanjut Agung, kondisi pasien semakin gawat berupa kejang-kejang. Di situlah, Agung melakukan analisa ulang agar segera melakukan penanganan lanjutan.
Saat masih melakukan kajian tindakan, denyut jantung pasien sudah berhenti, namun iramanya masih ada. Petugas jaga sudah melakukan upaya resusitasi berupa pijat jantung selama 3-4 menit. Namun, pasien tidak merespons.
“Artinya, dalam kondisi ini resiko hidupnya sangat kecil. Sepengalaman saya menjadi dokter anak, kasuistik seperti ini jarang terjadi. Saya sendiri juga heran, dinamika kondisi pasien begitu cepat,” ungkapnya.
Kembali soal faktor penyebabnya, pihak rumah sakit memang juga belum dapat menyimpulkan. Yang pasti, menurut Angga, gangguan irama jantung yang terjadi juga bisa jadi berkorelasi dengan dehidrasi berat.
“Apa ada korelasi dengan dehidrasi? Bisa iya, bisa tidak. Karena memang itu tadi, dinamika kondisi tubu pasien berubah begitu cepat,” tegasnya lagi.
Sementara itu, Direktur RS Prasetya Husada, Dokter Prima Evita, menegaskan dari hasil evaluasi dan audit internal, pihaknya mengklaim bahwa standar penanganan yang dilakukan pihaknya sudah sesuai prosedur.
“Pada intinya, penanganan yang dilakukan tidak ditemukan indikasi pelanggaran. Begitu juga, dari hasil audit internal kami, dalam setiap tindakan yang dilakukan sudah sesuai SOP berlaku atas dasar General Concern,” tegasnya.
Begitu juga soal permintaan keluarga membuktikan indikasi pelanggaran dari rekaman CCTV memang tidak bisa dilakukan. Mengingat pihak rumah sakit menerapkan perlindungan privasi sehingga kamera CCTV di sana tidak lagi difungsikan.
“Semua sudah ada aturannya dalam akreditasi untuk menjaga privasi pasien sehingga kami sudah lama tidak memfungsikan CCTV,” jelasnya.
Seperti diketahui, dugaan malpraktik ini terungkap dari pengakuan sang ayah, Imam Jazuli. Secara garis besar, ia menyayangkan respons rumah sakit yang terkesan lelet. Padahal, anaknya kondisi kejang-kejang hingga tubuhnya membiru.
“Kondisi anak saya itu sudah kayak kritis, kejang-kejang, meronta-ronta gitu. Tapi respons dari rumah sakit kayak santai-santai aja. Terus terang saya waktu itu sudah panik,” ucapnya kecewa.
Hingga saat ini, Imam mengaku belum puas dengan respons tindak lanjut dari pihak RS. Karena masih banyak hal yang mengganjal. Apalagi, sebelumnya anaknya juga masih terlihat segar bahkan masih bisa ikut latihan pencak silat.
“Kalau pihak rumah sakit bilang begitu, ya sudah itu ranahnya rumah sakit. Saya nanti akan masih tindak lanjut lagi agar perkara tanggung jawab nyawa orang ini bisa klir,” ujarnya.
Reporter: M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A