MALANG, Tugumalang.id – Kota Malang dan Yogyakarta atau Jogja memang seperti dua kota identik. Selain sama-sama memiliki label sebagai kota pendidikan dan pariwisata menjadi daya tarik bagi anak muda dari berbagai daerah untuk merantau melanjutkan studi. Keberadaan mahasiswa itulah kemudian membuat tempat ngopi atau coffee shop tumbuh subur di Malang dan Jogja.
Tetapi meski demikian, rupanya terdapat perbedaan antara gaya ngopi anak muda di Malang dan Jogja. Walaupun perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan karena kedua kota itu memang hidup dari keberadaan mahasiswa yang datang merantau dan juga wisatawan.
Pengalaman perbedaan ngopi antara di Malang dan Jogja dituturkan Kukuh Basuki Rahmat kepada Tugumalang.id. Pengalaman pria yang akrab disapa Basuki atau Bas itu tinggal di dua kota tersebut, membuatnya memiliki pandangan perbedaan gaya ngopi anak muda di Malang dan Jogja.
Menurut alumni S1 Pendidikan Jasmani Universitas Negeri Malang (UM) dan S2 Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) itu perbedaannya ngopi di Malang dan Jogja tidak terlalu kentara.
Perbedaan Ngopi di Malang dan Jogja
Berikut ini penjelasan lebih lanjut Basuki soal perbedaan gaya ngopi anak muda di Malang dan Jogja.
1. Ngopi di Jogja Lebih Terkoneksi
Basuki menilai tidak ada perbedaan mencolok ketika ia ngopi di Malang dulu dengan saat ngopi di Jogja di mana saat ini ia tinggal di sana.
Perbedaannya di Jogja ketika mendatangi suatu warung kopi atau cafe bisa langsung terkoneksi dengan semua orang yang ada di sana.
Baca Juga: 10 Filosofi Ngopi dalam Bahasa Jawa, Ternyata Semua Bermakna
Meski Basuki memberi catatan bahwa hal tersebut tidak berlaku di semua tempat tetapi bisa ditemukan di wilayah Jogjakarta bagian selatan.
Ketika datang di sebuah warung kopi bisa ikut nimbrung ngobrol-ngobrol dengan orang di tempat tersebut dan menambah relasi.
Sedangkan di Malang, menurutnya masih belum terkoneksi antara pengunjung dengan pengunjung lainnya. Aktivitas ngopi, ngobrol, dan diskusi hanya dihabiskan bersama orang-orang dalam satu circle pertemanan dan tidak terkoneksi dengan pengunjung lainnya.
“Kalau secara umum sebenarnya hampir sama, kalau ngopi ya ketemu teman dan sebagainya. Cuma yang aku sering datang kalau di Jogja kebanyakan itu ngopinya antara orang satu dengan lainnya semuanya hampir terkoneksi,” paparnya.
“Beda kalau di Malang, kita ngopi ya ngobrol dengan kelompok kita sendiri gitu kan dan nanti enggak mungkin orang lain ngobrol kita sahut. Kalau di Jogja masih memungkinkan hal itu,” imbuh Basuki.
2. Acara Ngopi di Toko Buku Lebih Intens di Jogja
Kota Malang dan Jogja memiliki kesamaan branding sebagai kota pendidikan sehingga komunitas-komunitas literasi dan toko buku banyak dijumpai di kedua kota tersebut.
Tetapi berdasarkan pengalaman Basuki, di Jogja acara ngopi di toko buku sambil diskusi lebih intens jika dibandingkan di Malang.
Baca Juga: Fenomena Ngopi di Pinggir Sungai Brantas Bawah Jembatan Tunggulmas Kota Malang
Sehingga pengunjung yang datang tidak hanya bisa menikmati kopi dan mengikuti diskusi tapi juga menambah relasi. Karena diskusi di warung kopi yang ada di Jogja lebih intens dan lebih banyak dihadiri penulis-penulis kenamaan atau penerbit buku.
Dari situ menambah relasi dan jejaring yang bisa dimanfaatkan untuk berkarya maupun bekerja. Hal itulah yang belum begitu ditemukan Basuki saat dirinya masih berada di Kota Malang meski banyak juga warung kopi sembari membuka toko buku di Malang.
“Kalau ditempat ku sering ngopi, rata-rata adalah toko buku yang ada fasilitas ngopinya di situ. Pengalamanku sendiri lebih mudah mengenal orang dan lebih muda terkoneksi membicarakan banyak hal,” tuturnya.
“Warung kopi bisa menjadi jejaring, bisa kenal dengan banyak orang baru yang saya kira di Malang masih sulit dan saya belum menemui. Kalau di Malang kalau kita ngopi ya dengan teman-teman sendiri sampai selesai. Perbedaan yang mencolok saya kira itu,” lanjut pria yang mengambil konsentrasi studi Psikologi Perkembangan itu.
3. Diskusi di Warung Kopi Lebih Hidup di Jogja
Sejak tinggal di Jogja mulai tahun 2019 lalu, Basuki merasakan bahwa acara diskusi di warung kopi yang ada di Jogja lebih hidup dibandingkan di Malang.
Acara diskusi di warung kopi di Jogja selain intensitasnya cukup sering juga menghadirkan tokoh-tokoh ternama.
Selain menjadi daya tarik untuk ngopi di tempat tersebut, acara diskusi di warung kopi juga dimanfaatkan oleh anak muda untuk menambah ilmu dan juga koneksi. Mereka juga menjadi memiliki koneksi untuk mempublikasikan karya-karya meraka.
“Biasanya di Jogja tempat ngopi itu sering bikin acara. Di Malang juga ada tapi di Jogja, intensitasnya lebih tinggi sehingga enggak sekedar ngopi aja setiap hari tapi juga di sana banyak sekali digelar acara diskusi dan diskuisnya benar-benar hidup,” beber Basuki.
“Juga banyak bintang tamunya, orang-orang besar seperti penulis atau penerbit dan kita sering dapat manfaat di situ. Selain manfaat langsung berupa ilmu, kita juga dapat buku gratis dan koneksi kenalan penulis serta penerbit,” lanjutnya.
Demikian informasi perbedaan ngopi di Malang dan Jogja dari pengalaman Kukuh Basuki Rahmat yang pernah tinggal di kedua kota tersebut. Semoga bermanfaat!.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Penulis: Bagus Rachmad Saputra
Editor: Herlianto. A