Tugumalang – Filsafat tak perlu lagi dihadirkan dalam bahasa yang rumit dan subtil, anak-anak muda hari ini perlu mengonsumsi buku-buku filsafat yang ditulis dalam bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Hal ini menjadi topik pembahasan dalam bedah buku “Filsafat untuk Pemalas” di Flava Kafe, Merjosari, Kota Malang pada Jumat (3/11/2023).
Acara yang mengambil tema Kongkow Filsafat dan Pemalas Abad Ini dihadiri oleh beberapa pembicara di antaranya Ach. Dhofir Zuhry, penulis buku; Eko Nugroho, managing editor Gramedia dan Herlianto. A, Ketua STF AL-Farabi sekaligus Pemred Tugu Malang. Kemudian hadir sebagai pengulas yaitu Ki Ardhi Poerboantono, dalang Lesbumi PBNU dan Sindhu Dohir, budayawan Pegiat Ludruk Kota Malang. Sementara itu, Ach Faisol Arifin bertindak sebagai moderator.
Baca Juga: Citra Filsafat dan Duduk Perkara Al Ghazali Sebagai Biang Keladi
Dalam acara yang diselenggarakan oleh Binarpagi.id ini, Eko Nugroho sebagai pembicara pertama mengatakan bahwa buku Filsafat untuk Pemalas ini dikemas dengan bahasa yang sederhana dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Pembahasan pun juga tidak jauh dari keseharian hidup manusia namun memiliki makna yang mendalam.

“Sebenernya isinya ini sangat lekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Saat membacanya pun kita tidak perlu mengerutkan dahi karena buku ini simpel, ditulis dengan gaya bahasa yang segar dan renyah tetapi memiliki makna yang dalam. Buku ini juga cocok untuk konten kreator karena banyak kata-kata yang bagus. Sebagai editor pun kami juga dimudahkan oleh karya Gus Dhofir ini,” Papar Eko Nugroho selaku editor buku tersebut.
Herlianto. A memulai paparannya bahwa berfilsafat itu sesuatu yang mudah tetapi berfilsafat dengan mudah itu adalah sesuatu yang sulit. “Karena untuk bisa menghadirkan filsafat yang mudah kita harus mengarungi banyak pengetahuan dalam filsafat. Nah buku “Filsafat untuk Pemalas” ini berhasil melakukan itu,” kata dia.
Baca Juga: Bagaimana Cara Bahagia? Coba Baca Buku Filsafat yang Satu Ini!
Pria yang juga alumni UGM tersebut menejelaskan lebih jauh isi buku yaitu berkaitan dengan refleksi keseharian seperti tertawa, tertidur dan bertani yang dimaknai secara mendalam. Kemudian, mengolaborasikan ide-ide besar dalam filsafat, lalu mengolaborasikan dengan filsafat Timur.
“Pak Dhofir ini selain memiliki background pesantren juga belajar di kampus yang kuat di filsafat Baratnya, yaitu STF Driyarkaya. Karena itu wajar bila isi bukunya sangat dipengarungi oleh filsafat barat dan timur,” katanya.

Sementara itu, Sindhu Dohir memandang dari sudut keaktoran. Dalam aktor, kata dia, diibaratkan atau disamakan dengan meditasi yaitu diam itu lebih bermakna. Menurutnya, buku ini mengajak pembacanya berdialog dan berdialektika.
“Pada buku ini kita diajak berdialog dan menyederhanakan kefilsafatan, menurut saya tolak ukurnya diri sendiri. Bagi saya, pemalas itu tidak ada, karena kita memosisikan diri. Ada waktunya kita pasif. Intinya diam adalah filsafat. Sebagai aktor ini seperti meditasi,” ungkap Sindhu Dohir.
Disisi lain Ki Ardhi Poerboantono bebicara bahwa tulisan Gus Dhofir ini luar biasa dengan dasar pemikiran yang luar biasa juga. Buku itu, kata dia, mampu menceritakan dengan sangat sederhana tentang suatu ide melalui bahasa kekinian. Yaitu bahasa gaul, bahasanya anak-anak sekarang, “Keren beliau ini sanggup menyampaikan tujuannya dan mungkin juga menyampaikan cintanya dengan kata-kata, itu luar biasa,” kata dia.
Ki Ardhi banyak membahas filsafat nusantara. Menurutnya, di puncak filsafat, para pelaku spiritual, para nabi, para wali, bisa dijadikan pegangan untuk menjawab tantangan yang akan datang di masa depan. “Nah itu yang sekarang kita abaikan. Kita melulu aja ikut apa kata sekarang tapi kita lupa dengan apa kata yang lampau,” katanya lagi.
Dia jua mengutip buku itu yang berbunyi “Jika Anda bingung dengan jalan ke luar, kembalilah ke pintu masuk”. Menurutnya, ini bermakna yang sangat dalam dan orang Jawa punya falsafah ini yaitu Sangkan Parening Dumadi, dalam bahasa Arab innalillahi wa inna ilaihi roji’un.
“Kembali ke mana? Ke Gusti Allah, jadi menunggal ing kaulo Gusti itu, kita kembali kepada Nur Muhammad itu baru kanjeng Nabi yang membawa marang Gusti Allah. Nah, kan itu kan, butuh pendekatan filosofis yang luar biasa. Ternyata selama ini kita tanpa guru tidak akan sampai ke situ,” kata dia.
Sementara itu, Ach. Dhofir Zuhry sebagai penulis mengatakan bahwa buku ini ditulis dengan sangat ringan dan sederhana. Dia juga menyinggung soal filsafat saat ini. “Tidak ada persoalan dalam filsafat, apabila kita mendapati makna atau pengertian filsafat yang sesungguhnya adalah keseharian kita, masalah-masalah kita itu ya jodoh, ya kolesterol, ya kematian, ya komendo, ya bisul, dan lain-lain seperti itu,” kata disambut tawa audiens.
Dia mengatakan pernah melakukan riset kecil-kecilan sejak 2016. Bahwa ternyata gen Z dan anak-anak muda hanya mampu nonton video selama 3 menit saja, setelah itu geser ke video lain. Lalu untuk membaca mereka hanya mampu membaca tulisan sepanjang 5-6 paragraf saja. “Dari situlah saya mulai menulis buku-buku sepanjang 12-16 paragraf dan ternyata keterusan,” kata dia.
Memang Gus Dhofir telah menulis beberapa buku ringan, di antaraya Peradaban Sarung, Kondom Gergaji, Nabi Bukan Arab, dan yang terbaru ini adalah Filsafat untuk Pemalas.
“Jadi tulisan ini sangat ringan, karena generasi Gen Z ini 3-5 menit nonton video setelah itu diskip, membaca sekitar 12-16 paragraf. Maka menurut saya, bicara yang tinggi-tinggi itu gak ada gunanya sejak saat itu saya bicara yang ringan dan sederhana,” kenangnya.
Acara yang dipelopori Binarpagi.id itu dihadiri oleh umum mulai dari aktivis mahasiswa, komunitas bahkan ada yang datang dari Yogyakarta. Semua peserta tanpak antusias mendengarkan paparan yang menarik yang kadang penuh humor dari para pemateri.
Sekadar informasi, event Bedah Buku “Filsafat Untuk Pemalas” Kongkow Filsafat & Pemalas Abad ini didukung oleh Gramedia, Tugu Malang, Times Indonesia, Ketik.co.id, Tunas malang.id dan Tugu Jatim.
Penulis : Alif P & Rahmatika P (Magang)
Editor: Herliato. A