MALANG, Tugumalang.id -24 September 2023 menjadi hari terakhir kepemimpinan Wali Kota Malang, Sutiaji, bersama Wakil Wali Kota Malang, Soyan Edi Jarwoko.
Selama lima tahun memimpin yakni sejak 20 September 2018, Pemerintah Kota (Pemkot) Malang terus mendongkrak peningkatan akses dan kualitas pendidikan. Dengan begitu, angka putus sekolah akan berkurang dan kesetaraan pendidikan di Kota Malang dapat terwujud.
Hal ini demi menuntaskan visi misi Kota Malang Bermartabat yang juga tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018-2023.
Inovasi dan prestasi di bidang pendidikan selama 5 tahun terakhir
Menjamin akses dan kualitas pendidikan menjadi visi pertama yang diusung Wali Kota Malang Sutiaji dalam 4 Arah Kebijakan Pembangunan 2023 bersama dengan kesehatan dan layanan dasar lainnya.
Baca Juga: Sutiaji Bilang Mau Jadi DPR setelah Pamitan dari Wali Kota Malang
Di mana, dalam Indikator Indeks Manusia (IPM) pertahunnya terus mengalami peningkatan. Di tahun 2019, IPM Kota Malang berada di angka 81,32 persen. Sementara di tahun 2022 mencapai 82,71 persen.
Wali Kota Malang Sutiaji menyebut, kualitas pendidikan di Kota Malang akan selalu dijaga. Terlebih dengan adanya Kurikulum Merdeka yang diterapkan. Sehingga, diharapkan mampu menggali potensi guru maupun peserta didik agar mampu berinovasi.
“Apalagi saat ini ada Kurikulum Merdeka di mana guru sebagai fasilitator yang tugasnya mengarahkan peserta didik untuk belajar sesuai minat dan kemampuannya,” kata Sutiaji.
Pada masa kepemimpinannya, ia berhasil membangun tiga SMP Negeri yang diresmikan pada 2022 lalu, yakni SMPN 28, 29 dan 30. Sekolah-sekolah ini untuk pemerataan akses pendidikan.
“Dengan hadirnya tiga SMPN baru ini tentunya memudahkan dan mendekatkan pada masyarakat. Kami menjamin bahwa kualitasnya juga tidak akan kalah dengan yang ada di tengah kota,” tegasnya.
Baca Juga: Penuh Haru, Sutiaji-Edi Pamit dari Balai Kota Malang
Hal senada juga ditegaskan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang, Suwarjana. Ia menjelaskan, ketiga sekolah ini didesain dengan konsep modern dan ramah lingkungan, serta dilengkapi dengan perpustakaan, laboratorium, dan fasilitas olahraga yang lengkap.
Pembangunan ketiga SMPN ini agar mengakomodasi peningkatan jumlah siswa dan membantu mengurangi beban di sekolah-sekolah lain.
“Adanya tiga pembangunan sekolah baru ini sedikit banyak mengurangi atau bisa menamping anak-anak yang tidak bisa sekolah negeri di wilayah Polehan, Mulyojero dan Gadang,” jelasnya.
Selain dua hal tersebut, tambah Suwarjana, pencapaian Pemkot Malang pada sektor pendidikan yakni terwujudnya sekolah gratis melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda).
Kemudian, adanya Peraturan Wali Kota (Perwal) yang mengatur honorarium Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT). “Bagi yang sekolah negeri TK, SD, SMP itu standart dan insyaallah sama dengan UMR,” imbuh Suwarjana.
Pihaknya juga berupaya memberikan insentif tiap bulannya bagi guru tingkat PAUD. Sementara untuk guru SD hingga SMP telah diatur melalui Perwali sesuai dengan kriteria ijazah. Termasuk penguatan kepada kepala sekolah dan SDM lainnya.
“Untuk guru PAUD sekitar 2.300an (jumlah guru) itu, ada ada insentif per bulannya Rp 600 ribu,” bebernya.
“Kemudian untuk SD/SMP, GTT-PTT itu sudah kita Perwalkan. Untuk (guru sekolah) negeri, dulu hanya Rp 500 ribu bahkan Rp 250 ribu, sekarang minimal nol tahun sarjana, itu mereka menerima Rp 2.050.000. Bukan sarjana itu sudah diangka Rp 1.850.000. Setiap tahun ada peningkatan, mentoknya di UMR. Itu gaji murni dari APBD. Makanya teman-teman GTT terlindungi dengan adanya Perwal,” sambung Suwarjana.
Lebih lanjut, ada pula pemberian beasiswa khususnya pada jenjang SMA/SMK dan perguruan tinggi. Tahun ini, ada sekitar 320 penerima beasiswa, terbagi dari 200 mahasiswa S1 dan 120 pelajar SMA/SMK dengan jumlah dana beasiswa yang diberikan Rp 5,4 miliar.
Besaran beasiswa bagi pelajar adalah Rp 440 ribu per bulan, sementara untuk mahasiswa sebesar Rp2 juta per bulan. Seluruhnya bersumber dari dana APBD Kota Malang.
Pemkot Malang juga mencanangkan program pendidikan kesetaraan untuk menekan angka tersebut. Pendidikan kesetaraan itu kerap disebut dengan pendidikan kejar paket yang dapat dimanfaatkan siswa putus sekolah di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Kota Malang.
Selain program beasiswa dan pendidikan kesetaraan, kemudahan akses ke sekolah juga diupayakan. Pemkot Malang telah menyediakan 6 bus dan 7 minibus yang bisa diandalkan untuk antar jemput pelajar sekolah.
“Yang jelas, Wali Kota Malang sangat berkomitmen dengan peningkatan kualitas pendidikan di Kota Malang. APBD kan minimalnya 20 persen yang dialokasikan untuk pendidikan, nah Kota Malang lebih dari itu, sekitar 25-an (persen),” lanjutnya.
“Dan, prinsip beliau (Sutiaji), tidak ada satu warga Kota Malang yang tidak bisa menempuh pendidikan hanya karena biaya, termasuk teman-teman yang SMA/SMK. Walau itu bukan kewenangan kami,” tambah dia.
Penghapusan Calistung dalam rangka mewujudkan ‘Malang Bermartabat’
Pemkot Malang bersama stakeholder terkait bertekad mewujudkan pendidikan karakter sejak dini. Dengan harapan, mampu membentuk karakter generasi penerus bangsa berdasarkan nilai kearifan lokal demi mewujudkan Malang Bermartabat.
Salah satu yang dilakukan yakni penghapusan kurikulum Baca Tulis Hitung (Calistung) untuk siswa tingkat pertama sekolah dasar (SD) serta menggantikan dengan pendidikan karakter.
Pendidikan karakter ini menjadi prioritas pemerintah daerah sebelum adanya arahan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Digagas sejak 2018, kurikulum ini justru gayung bersambut seiring dikeluarkannya Kebijakan Merdeka Belajar dan Kurikulum Merdeka oleh pemerintah pusat di tahun 2022.
Latar belakang wacana tersebut yakni karena saat ini banyak generasi muda yang krisis identitas diri. Untuk itu, penguatan pendidikan karakter menjadi hal penting yang harus dilakukan pemerintah.
“Makanya beliau (Sutiaji) menyosialisasikan bahwa anak (kelas) satu dua (SD) itu tidak boleh calistung, mereka masih bermain. Kemudian untuk martabat dalam hal ini adalah karakter anak,” kata Kepala Disdikbud Kota Malang, Suwarjana.
Suwarjana menambahkan, bahwa pendidikan karakter ini nantinya harus mampu mengimbangi pendidikan akademik. “Sehingga tidak hanya (pandai) pendidikan mata pelajaran saja, beliau (Sutiaji) selalu mewanti-wanti itu,” terangnya.
Kebijakan ini sudah direalisasikan di Kota Malang, termasuk adanya pendidikan anti bullying. “Lalu terbentuknya pengawas sekolah, hal ini sudah direalisasikn termausk pendidikan anti bullying, bentuknya di sekolah ada guru perwakilan yang kita latih. Bekerjasama dengan Kodim juga menjadi inspektur upacara untuk pencegahan narkoba dengan BNN, kami juga ada sosialisasi,” urai Suwarjana.
“Alhamdulillah, ini seiring hadirnya kurikulum merdeka belajar,” tegasnya.
Wali Kota Malang, Sutiaji mengatakan, transformasi konsep pendidikan yang menitikberatkan pada pembentukan karakter dan menumbuhkembangkan potensi kreatif peserta didik. Tidak hanya berdampak positif terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) ke-4, yakni pendidikan bermutu dan inklusif.
Lebih luas lagi, yakni target SDGs ke-1 tentang pengentasan kemiskinan, SDG ke-8 tentang pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi dan SDG ke-10 tentang pengurangan ketimpangan juga akan secara korelatif bergerak membaik.
Pendidikan karakter, tambahnya, memiliki peran penting bagi perkembangan anak usia dini. Misalnya saja latihan tertib mengantre, meminta maaf ketika salah, mengucapkan terima kasih saat mendapatkan bantuan dari orang lain, dan lainnya.
“Kota Malang sebagai Kota Pendidikan. Maka image yang telah terbangun di masyarakat; dan untuk membangun image tersebut membutuhkan waktu yang panjang. Oleh karenanya, image yang sudah ada harus terus kita jaga, jangan sampai tergores oleh sedikit saja tinta merah,” tukasnya.(Ads)
Reporter : Feni Yusnia
Editor: Herlianto. A