MALANG – Siapa yang bakal menyangka jika di Desa Kedal Payak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, menyimpan seorang perupa atau seniman yang karya lukisnya merambah pasar internasional.
Toha Mashudi, kendati karya-karya terbilang memiliki aliran horror atau gambar yang seram, ia memiliki prinsip agar gambarnya tidak dijadikan tatto.
“Kalau saya prinsipnya gak mau gambar saya dijadikan tato, soalnya ini mengenai prinsip saya sebagai umat muslim. Soalnya kan di ajaran Islam tato itu tidak boleh,” tegasnya saat ngobrol bareng bersama tugumalang.id secara live di Instagram pada Kamis (15/04/2021).
Ketika ditanya mengapa style gambarnya kebanyakan horror, pria yang akrab disapa Ahot ini bercerita jika sejak kecil dirinya memang sudah suka film-film horror hingga saat ini.
“Kalau dulu awalnya saya suka gambar karena waktu kecil memang suka nonton film horor. Jadi, seperti film vampir sama monster-monster saya memang suka sejak kecil,” terangnya.
“Lalu akhirnya, coba gambar terus dimana saja, mulai dari kertas gak terpakai sampai bungkus rokok itu saya jadikan latihan gambar,” imbuhnya.
Bahkan, saat berusia 16 tahun dan masih bekerja di Pabrik Gula Krebet, Ahot pada malam hari masih menyempatkan berlatih menggambar sepulang dari bekerja. Ia merasa menggambar adalah bagian dari dirinya yang tidak bisa dipisahkan.
“Saya pernah sekitar 4 bulan itu gak gambar, tapi rasanya itu gak enak, di badan itu kayaknya ada yang aneh kalau gak gambar,” bebernya.
Gambarnya yang tidak lazim, kadang mengundang cibiran dari tetangga, namun ia tidak larut dengan kesedihan dan tetap terus berkarya.
“Kalau dari tetangga memang melihatnya aneh kok saya gambarnya yang serem-serem seperti tengkorak bukannya pemandangan. Tapi ya selera saya seperti ini ya saya tidak perduli tetep latihan gambar terus,” tegasnya.
“Dulu waktu gambar belum jadi pendapatan, ya saya kasihkan teman-teman gambar saya asalkan dirawat. Soalnya kalau saya simpan sendiri ya malah nganggur di dalam lemari saja,” lanjutnya.
Lalu, sekitar tahun 2004, pria yang juga hobi pohon bonsai ini mulai menggeluti usaha airbrush miliknya sendiri, biasanya ia mendapat order gambar di cafe sampai truk itu.
“Saya menekuni airbrush itu kurang lebih sekitar 15 tahun sampai tahun 2017 kalau gak salah. Saat itu saya merantau seperti ke Bali sampai Jogjakarta untuk airbrush itu. Itupun saya tetap gambar drawing, soalnya kalau jiwa saya sebenarnya drawing, sedangkan airbrush itu kan pekerjaan,” ungkapnya.
Setelah airbrush miliknya mulai turun peminat, keluarganya harus mulai berjuang karena pendapatan juga makin menipis.
“Setelah itu airbrush mulai lesu dan panggilan mulai jarang, saya juga agak bingung, lalu saya dapat support dari teman-teman termasuk dari seniman lain yaitu Mas Maruto itu yang banyak jasanya ke saya. Waktu itu beliau bilang buat akun Instagram dan gambar saya diupload di situ,” kenangnya.
Ketika akhirnya, gambar-gambarnya diupload di Instagram, tiba-tiba saja banyak orang-orang dari luar negeri yang menawar karyanya itu.
“Gak taunya malah banyak orang-orang dari luar negeri seperti Amerika, Australia, Kanada, Itali dan lainnya yang tertarik beli gambar-gambar saya,” katanya.
Tentu saja, pria yang mengaku gaptek ini kebingungan banyak orang asing yang tertarik membeli gambar-gambarnya. Ia bahkan sempat berpikir apakah ini kenyataan atau hanya sekedar guyonan.
“Awalnya ya bingung, mereka pakai bahasa Inggris sedangkan saya gak ngerti sama sekali. Untungnya ada istri saya yang bisa bantu mulai dari komunikasi sampai yang ngatur media sosial, jadi saya hanya berkarya aja sebenarnya,” jelasnya sambil tertawa.
Terakhir, ia mengatakan jika pelanggan-pelanggannya dari luar negeri jarang ada yang rewel terkait pesanan gambar.
“Kalu permintaan dari luar negeri itu mereka biasanya gak rewel ya. Mereka sampaikan permintaan garis besarnya dan untuk style gambarnya ya sesuai dengan saya sendiri. Yang penting saya gak mau kalau di suruh niru karya ini atau karyanya siapa,” pungkasnya.