MALANG – Tugu Media Group berkolaborasi dengan PT. Paragon Technology and Innovation sukses menggelar workshop peningkatan softskill mahasiswa di bidang jurnalistik dan fotografi 2021. Tugu Media Group X Paragon Goes to Campus kali ini menyapa mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang, Sabtu (11/9/2021).
Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan UB, Prof. Dr. Abdul Hakim melalui Staf Ahli Wakil Rektor 3, Ilhamuddin Nukman S.Psi MA menyampaikan, kegiatan tersebut merupakan awal yang baik dalam memberikan pendampingan mahasiswa untuk menjadi jurnalis handal sehingga dapat membantu menyiarkan informasi positif kepada masyarakat.

“Sebagai bagian tanggungjawab untuk melatih dan mengembangkan mahasiswa dalam mengembangkan kompetensi, kami menyampaikan apresiasi kepada Tugu Media Group dengan berita beritanya yang berimbang dan mencerahkan masyarakat dalam memahami fenomena fenomena yang ada,” tuturnya.
Menurutnya dari berbagai informasi yang disajikan Tugu Media Group, pihaknya juga mendapatkan sisi sisi baru untuk bisa dikembangkan di UB sebagai upaya dalam meningkatkan kompetensi mahasiswa.
“Dengan adanya kegiatan ini kita selaku civitas UB, bersama Tugu Media Group dan Paragon diharapkan dapat melakukan kegiatan kegiatan kolaboratif lanjutan dalam rangka mengembangkan kompetensi mahasiswa UB,” ucapnya.
Dalam kesempatannya, Gigih Mazda, Redaktur sekaligus Korlip Tugujatim.id menyampaikan bahwa perjuangan para tokoh bangsa tak hanya melalui pertempuran di medan perang. Namun juga ada cara diplomatis melalui tulisan yang menjadi cikal bakal perkembangan pers di Indonesia.
“Salah satu diantaranya, Ki Hajar Dewantara dengan tulisan terkenalnya “Seandainya Aku Seorang Belanda”. Kemudian ada RA. Kartini melalui surat suratnya yang diterbitkan di majalah majalah berbahasa Belanda,” ucapnya.
Selain itu, juga ada tokoh Tirto Adhi Surjo yang merupakan Bapak Pers Indonesia pertama kali yang menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu terkait perjuangan propaganda dan orang orang tertindas.
Dari para tokoh tersebutlah perjalanan pers di Indonesia mulai berkembang hingga saat ini. Untuk itu generasi muda harus melanjutkan perjuangan mereka dalam menyuarakan kepentingan masyarakat, salah satunya melalui kabar berita.
Gigih menjelaskan bahwa dalam menyusun berita harus melalui beberapa tahapan. Mulai wawancara dalam mengumpulkan data, menguji informasi hingga menyajikan berita. Adapun seorang jurnalis juga harus memiliki teknik teknik dasar wawancara yang baik.
“Dalam melalukan wawancara, jurnalis harus menyiapkan pertanyaan pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber,” ucapnya.
Selain itu, direkomendasikan menyiapkan alat tulis untuk mencatat data data yang akan dihimpun. Kemudian juga harus menyiapkan alat perekam sebagai bukti hasil wawancara. Jurnalis juga harus bisa memilih narasumber yang sesuai dan kompeten dalam bidangnya.
Sebuah berita harus dirangkai dengan baik, dimana informasi yang paling penting ditempatkan di paragraf pertama atau lead. Sehingga ketika pembaca membaca paragraf tersebut bisa terus tertarik membaca hingga akhir berita.
“Jadi sebenarnya lead ini adalah rangkuman berita yang menggambarkan isi dan keseluruhan tubuh berita,” jelasnya.
Sementara itu, Bayu Eka, General Manager Tugujatim.id dalam kesempatannya menyampaikan materi tentang fotografi jurnalistik. Menurutnya, fotografi jurnalistik tidak jauh berbeda dengan karya tulis jurnalistik.

“Foto foto jurnalistik yang dihasilkan melalui proses dengan maksud menyebarkan informasi, cerita suatu peristiwa melalui media massa. Foto foto tersebut juga harus mengandung unsur 5W+1H dalam judul fotonya,” ujarnya.
Foto jurnalistik dibagi menjadi dua yaitu foto single dan foto cerita. Dimana foto single hanya menampilkan 1 gambar, sementara foto cerita menampilkan beberapa gambar.
“Single foto mewakili sebuah peristiwa atau kejadian yang mengandung unsur 5W+1H. Misalnya foto ekspresi juara bulutangkis yang menggambarkan perjuangannya selama pertandingan,” paparnya.
Sebuah foto jurnalistik juga harus memiliki caption informasi detail yang menggambarkan isi berita. Sehingga pembaca bisa menangkap informasi dalam karya foto jurnalistik tersebut.
Sementara foto cerita minimal terdiri dari dua foto. Proses pengerjaan foto cerita juga memakan waktu lebih lama dari foto single karena bisa berhari hari.
“Jadi gak sehari dua hari karena kita juga butuh literasi. Misalnya foto cerita tentang sejarah Panji, maka saya harus mencari litetasi tentang kerajaan Majapahit dan lainnya,” jelasnya.
Setelah mengumpulkan litetasi, maka langkah selanjutnya adalah memunculkan ide untuk mengambil engle foto yang disesuaikan dengan fakta dilapangan. Sehingga foto cerita memang memerlukan waktu yang lebih lama sebelum dipublikasikan.
Reporter: M Sholeh
Editor: Soejatmiko
Foto: Staf Ahli Wakil Rektor 3, Ilhamuddin Nukman S.Psi MA
Foto: Gigih Mazda, Korlip Tugujatim.id
Foto: Bayu Eka, General Manager Tugujatim.id