Tugumalang.id – Universitas Brawijaya Malang kembali menambah daftar profesor baru. Terbaru, ada 2 orang profesor ke-30 dan ke-31 dari Fakultas Pertanian yang akan dilantik bersamaan pada Selasa (27/6/2023) mendatang.
Mereka adalah Prof Dr Ir Sri Rahayu Utami MSc yang meraih titel profesor di bidang Ilmu Geokimia Tanah dan Prof Dr Ir Retno Dyah Puspitarini MS menjadi profesor di bidang ilmu yang langka yaitu Ilmu Akarologi.
Sebelum proses pelantikan, keduanya mendapat kesempatan untuk memaparkan hasil penelitian terkininya pada awak media, Jumat (23/6/2023). Hasil penelitian mereka juga cukup menarik karena meneliti sisi baik dari bencana alam hingga hama tungau bagi kehidupan.
Baca Juga: 5 Jalur Masuk Universitas Brawijaya, Calon Mahasiswa Baru Wajib Tahu
Pertama, Prof Dr Ir Sri Rahayu Utami MSc yang memaparkan konsep GeoBioKim SL. Sebuah konsep manajemen kesuburan tanah pada lahan pertanian yang terdampak erupsi gunung berapi.

Prof Rahayu mengemukakan bahwa ternyata di balik bencana gunung meletus, selain membawa nestapa, juga membawa berkah. Khususnya untuk kesuburan atau produktivitas tanah.
Tak hanya di sekitar gunung, melainkan ke mana saja angin membawa debu vulkanik pasca erupsi. Misal, waktu letusan Gunung Merapi yang terjadi pada 2010 silam, ternyata membawa debu vulkanik hingga Kalimantan.
Saat Prof Rahayu datang ke Kalimantan yang tidak memiliki gunung berapi, tanah di sana ternyata subur karena debu vulkanik erupsi Gunung Merapi yang dibawa angin mengarah ke Pulau Kalimantan.
Baca Juga: 6 Jalur Masuk UIN Malang, Calon Mahasiswa Wajib Baca
“Dari sekian tanah yang saya teliti, banyak kasus di mana tanaman atau pohon cepat sekali tumbuh di tanah yang terdampak debu letusan vulkanik,” kata dia, Jumat (23/6/2023).
Rupanya, erupsi gunung berapi melepaskan unsur hara yang dapat memperbaiki kondisi tanah. Hanya saja memang hal ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Namun, dengan konsep GeoBioKim SL, dibutuhkan modifikasi perilaku untuk memperbaiki kondisi tanah sehingga dapat dimanfaatkan segera oleh petani.
Konsep GeoBioKim SL ini, kata Yayuk, merupakan perpaduan antara teknologi biologi baik vegetatif dan mikroorganisme fungsional dan kimia yang terdiri atas amandemen organik dan anorganik, sebagai upaya untuk menaggulangi dampak erupsi.
“Konsep yang saya tawarkan adalah pemecahan masalah geologi, lebih pada pemulihan kesuburan tanah yang memanfaatkan siklus geologi alami di sekitarnya. Salah satunya adalah dampak dari letusan,” paparnya.
Juga disebut spesifik lokal, karena menggunakan vegetasi dan mikroorganisme yang adaptif pada wilayah terdampak, serta berdasar pilihan petani. Sebelumnya, nanajemen lahan pertanian terdampak erupsi gunung api sebelumnya memisahkan antara teknik vegetatif dan kimiawi, namun hasilnya belum maksimal.
Keunggulan konsep ini dibanding teknik sebelumnya menurut Yayuk terletak pada penggunaan vegetasi dan mikroorganisme lokal sehingga diyakini dapat tumbuh dan bertahan dalam kondisi lahan terdampak erupsi ekstrim. Selain itu, vegetasi berdasar pilihan petani juga menjamin tingkat adopsi yang tinggi.
“Namun, kelemahannya adalah konsep ini baru diaplikasikan pada skala pot, dan membutuhkan uji coba lebih lanjut pada skala yang lebih luas,” ujar Yayuk,
Ia berharap, konsep yang dikenalkannya ini dapat mengembangkan kerjasama antara pemerintah daerah dengan masyarakat sekitar untuk menggali potensi daerah dalam mengembangkan sistem pertanian yang adaptif dan menguntungkan secara ekonomi dan ekologi.
”Mengingat bahwa sistem agroforestri ternyata lebih tahan terhadap dampak erupsi dan lebih cepat pulih, maka penerapan sistem agroforestri dengan tetap memprioritaskan pilihan petani, akan lebih menjanjikan baik secara ekonomi maupun lingkungan,” pungkasnya.
Manfaat Tungau
Profesor dari Fakultas Pertanian kedua ialah Prof Dr Ir Retno Dyah Puspitarini MS. Gelar yang diraihnya di bidang ilmu Akarologi Tanaman ini terbilang langka karena mengkaji seputar tungau yang kerap dianggap hama. Bisa dibilang, Retno menjadi profesor pertama di bidang ilmu ini.
Penelitian Retno memaparkan tentang Strategi Hijau untuk Kelestarian Kehidupan Tungau yang Harmoni di Agroekosistem. Ternyata, keberadaan tungau di lahan pertanian selain merugikan juga ternyata memiliki manfaat. Alih-alih menghilangkan, petani dirasa lebih baik menjaga kesimbangan populasi tungau di dalam lahan.
Strategi hijau, menurut Retno, merupakan bagian dari berbagai strategi pengendalian tungau hama terpadu yang bersifat preemtif dan korektif. Pada dasarnya, strategi ini adalah rekayasa ekologi untuk menyehatkan lahan, tanaman, dan mendatangkan musuh alami seawal mungkin serta mengupayakan agar populasinya senantiasa setinggi mungkin.
Implementasinya dilakukan lewat praktik kultur teknis, khususnya manipulasi habitat; penerapan tanaman inang yang tahan hama melalui evaluasi biologi dan parameter demografi; dan peningkatan peran kompleks musuh alami.
Strategi hijau sendiri terbagi dalam beberapa jenis, seperti Peningkatan diversitas vegetasi melalui penerapan sistem tanam tumpang sari dan penanaman tumbuhan-tumbuhan refugia di agroekosistem sebagai bentuk manipulasi habitat, penggunaan varietas-varietas tanaman yang tahan terhadap serangan tungau fitofag.
Penentuan derajat ketahanan tanaman inang diperoleh dari kajian biologi dan parameter demografi setiap jenis tungau hama, pemanfaatan kompleks musuh alami; serangga dan tungau predator, serta jamur entomo-acaripatogen.
“Untuk mengendalikan populasi tungau hama di agroekosistem serta pengaplikasian pestisida berbasis ekstrak tumbuhan sebagai pengganti pestisida kimia sintetis,” paparnya.
Keunggulan strategi ini, menurut Retno, adalah pemahaman bahwa tungau merupakan bagian penting dari ekosistem. Berbeda dari konsep terdahulu yang mengabaikan kelestarian tungau akibat pengendalian yang lebih menitikberatkan pada aplikasi pestisida yang justru menimbulkan gangguan pada keseimbangan agroekosistem.
“Namun demikian untuk mendapatkan hasil yang maksimal, penerapan konsep ini masih tetap perlu diteliti lebih lanjut,” imbuhnya.
Baca Juga Tugu Malang di Google News: (klik di sini)
Reporter: M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A