MALANG, Tugumalang.id – Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan penguatan signifikan terhadap rupiah dalam beberapa waktu terakhir. Per Rabu (9/4/2025), rupiah melemah hingga menyentuh level Rp16.891 per dolar AS. Bahkan sebelumnya, sempat tembus di angka psikologis Rp17.000.
Kondisi ini diperparah dengan kebijakan tarif impor sebesar 32 persen yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump, terhadap sejumlah produk asal Indonesia. Imbasnya pun meluas ke berbagai sektor, termasuk industri pangan seperti tempe.
Baca juga: Foto: Keringat Perempuan di Kampung Tempe Sanan Kota Malang
Perajin Tempe Terjepit, Ukuran dan Ketebalan Dikurangi
Yusuf, seorang pengrajin tempe asal sentra tempe Sanan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, mengaku semakin terjepit. Ia terpaksa mengecilkan ukuran dan mengurangi ketebalan tempe untuk menekan biaya produksi.
“Kedelainya makin mahal, jadi ya terpaksa tempenya dikecilin dan dibuat lebih tipis. Mau naikin harga juga enggak bisa karena daya beli masyarakat lagi turun,” ujar Yusuf, yang saban hari berjualan di Pasar Induk Gadang.
Ia menyebut, harga kedelai impor—yang jadi bahan baku utama tempe—terus naik dari Rp9.250 per kilogram menjadi Rp9.350, lalu kini menyentuh Rp9.500 per kilogram. Mayoritas pengrajin tempe di Sanan, termasuk Yusuf, masih bergantung pada kedelai impor dari AS.
Akibatnya, pendapatan Yusuf pun tidak menentu. Dalam sehari, hasil penjualannya sering kali hanya cukup untuk menutup biaya produksi.
“Omzet naik turun. Kadang cuma balik modal, untungnya tipis. Kalau pasar ramai baru bisa dapat lebih,” tambahnya.
Baca juga: Perajin Tahu di Kota Batu Menjerit Hadapi Lonjakan Harga Kedelai dan Migor
Penguatan Dolar dan Tarif Impor AS Berpotensi Picu PHK
Pakar Ekonomi Universitas Brawijaya (UB), Dias Satria, mengatakan bahwa penguatan dolar AS ditambah tarif impor 32 persen dari AS terhadap produk Indonesia dapat berdampak luas terhadap ekonomi nasional, terutama sektor ekspor.
“Komoditas ekspor besar seperti pertanian, perikanan, kelapa sawit, tekstil, dan elektronik akan terdampak. Kalau orientasinya ke AS, dampaknya bisa besar. Risiko paling ekstrim adalah pemutusan hubungan kerja (PHK),” jelas Dias kepada Tugumalang.id.
Ia menambahkan, industri tempe yang sebagian produksinya diekspor ke luar negeri juga akan terdampak, terutama karena ketergantungan pada kedelai impor. Depresiasi rupiah membuat harga kedelai semakin mahal, dan pada akhirnya memicu inflasi di sektor pangan.
Perlu Intervensi Pemerintah untuk Redam Inflasi
Menurut Dias, pemerintah perlu melakukan intervensi guna mengendalikan inflasi dan menjaga daya beli masyarakat yang kian melemah. Ia juga menyoroti pentingnya peran Bank Indonesia dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dalam menjaga stabilitas harga komoditas impor, khususnya kedelai.
“Tak hanya kedelai, banyak produk impor lain juga terdampak karena depresiasi rupiah. Pemerintah harus serius menjaga inflasi dan mengatur strategi TPID, apalagi untuk produk pangan yang krusial seperti tempe,” tandasnya.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Penulis: Bagus Rachmad Saputra
redaktur: jatmiko