Tugumalang.id – Rencana untuk melakukan solar geoenginereeing, solusi kontroversial meredupkan sinar matahari ke bumi, semakin dikaji dengan serius. Bulan lalu, Amerika Serikat mengumumkan akan ikut turun tangan dalam penelitian rencana itu.
The White House Office of Science and Technology Policy (OSTP), akan melakukan penelitian selama 5 tahun untuk mempelajari geoengineering. Ini akan menjadi proyek intervensi paling ekspansif dalam sistem planet kita.
Tujuannya demi memanipulasi iklim untuk mendinginkan bumi akibat peningkatan emisi gas karbondioksida dan pemanasan global.
Dilansir dari The New Yorker, masalah pemanasan global semakin mengkhawatirkan dan bumi yang terlalu panas dapat mengancam penduduk. Misalnya, Cina mengalami gelombang musim panas di musim semi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kemudian, kekeringan melanda Eropa dan Tanduk Afrika, Pakistan mengalami banjir terburuk dalam beberapa dekade, dan mencairnya es di Kutub. Semua ini terjadi karena suhu permukaan bumi naik 1,5 derajat Celcius per tahunnya.
Ilmuwan memperkirakan suhu bumi akan terus naik menjadi 1,5-2 derajat Celcius sebelum 2030 dan bumi akan mencapai titik kritis iklim, yang mana membuat mereka mulai mendalami solusi manipulasi iklim ini.
Meski masih kontroversial dan berisiko, solar geoengineering dilaporkan dapat diimplementasikan berdasarkan Solar Radiation Management (SRM) atau manajemen radiasi matahari. Dilansir dari website Oxford Geoengineering Programme, SRM bekerja dengan cara memantulkan kembali sebagian kecil energi matahari ke luar angkasa, menangkal suhu yang disebabkan oleh peningkatan gas efek rumah kaca di atmosfer yang menyerap energi dan menaikkan suhu.
Ada tiga teknik SRM yang diusulkan, meliputi; 1) Albedo enchancement, yaitu upaya meningkatkan reflektivitas awan atau permukaan tanah sehingga lebih banyak panas matahari yang dipantulkan kembali ke angkasa.
2) Space reflectors, yaitu upaya menghalangi sebagian kecil sinar matahari sebelum mencapai bumi, dan 3) Stratospheric aerosols, yaitu penyemprotan aerosol ke atmosfer untuk memantulkan sinar matahari menjauh dan mengurangi suhu.
Di antara ketiga cara tersebut, semprotan aerosol (terutama sulfur dioksida) merupakan yang terpopuler dan dipertimbangkan. Gagasan meredupkan matahari lewat aerosol ini meniru kejadian gunung berapi yang meletus dan hal itu mendorong partikel ke atmosfer.
Letusan gunung berapi yang besar, seperti contohnya Gunung Pinatubo di Filipina pada tahun 1992, secara terukur dapat mendinginkan dunia selama satu hingga dua tahun.
Dampak
Menyemprotkan aerosol memang dapat menghasilkan beberapa dampak positif seperti pendinginan yang cepat, mencegah laju kenaikan permukaan laut, gelombang panas, cuaca ekstrem, perubahan iklim, dan mencairnya es di kutub.
Akan tetapi, dapat berdampak buruk pula bagi sistem alami di bumi. Aerosol dapat membuat perubahan drastis di bumi, dapat merusak lapisan ozon, mengubah kualitas tanaman yang digunakan untuk fotosintesis, mempengaruhi ketahanan pangan, mengubah langit menjadi kabur.
Seperti contoh, Gunung Tambora pernah meletus pada tahun 1815, memuntahkan awan panas yang menyebabkan suhu bumi turun satu derajat Celcius untuk sementara.
Letusan dahsyat itu sempat menghasilkan “setahun tanpa musim panas” pada tahun 1816 di sebagian besar belahan bumi utara. Tetapi, bahan pangan anjlok karena tanaman mati dan banyak danau membeku.
Di lain sisi, pola cuaca juga akan berbeda dan sulit diprediksi di seluruh belahan dunia. Curah hujan akan berbeda, dapat menyebabkan banjir di suatu daerah dan kekeringan di daerah lain.
Sebuah penelitian berjudul Solar geoengineering could redistribute malaria risk in developing countries yang diterbikan di Jurnal Nature Communications, menjelaskan bagaimana geoengineering dapat meningkatkan malaria di negara berkembang dan daerah dataran rendah di Afrika dan Asia, sambil mengurangi penularan di wilayah lain.
Implementasi solar geoengineering memang sebuah solusi berbasis teknologi untuk mengatasi krisis iklim. Tetapi, cara ini masih diperdebatkan lantaran menjadi langkah menuju bencana dan kerugian bagi beberapa wilayah di bumi.
Diperlukan solusi yang mempertimbangkan komponen sentral agar terjadi keseimbangan dan keadilan bagi seluruh negeri.
Penulis: Nurukhfi Mega Hapsari
Editor: Herlianto. A