Tugumalang.id – Pondok Pesantren An-Nur Hidayatullah Turen, Kabupaten Malang, menjadi satu pesantren yang memiliki asal-usul istimewa. Pesantren yang diresmikan pada 2010 lalu itu merupakan tetesan dari dua pesantren besar di Malang dan Kediri, yaitu An Nur Bululawang dan Lirboyo, Kediri.
Sejarahnya begini, Pesantren ini didirikan oleh KH Abdul Halim Thohir dan diresmikan oleh alm KH Ahmad Idris Marzuqi, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, sekaligus Mustasyar PBNU.
Nama Ponpes An-Nur Hidayatullah merupakan gabungan dari dua pondok pesantren besar ternama, yaitu Ponpes Hidayatut Tullab, Kediri, dan Ponpes An-Nur 1, Bululawang.
Baca Juga: Unit Bisnis Pondok Pesantren Asy-Syadzili Dapat Coaching dan Mentoring dari PKM Unikama
Kata “Hidayatullah” diadopsi dari Ponpes Hidayatut Tullab Lirboyo Kediri dikarenakan pengasuh Ponpes ini adalah alumni pesantren tersebut. Sementara kata “An-Nur” diadopsi dari Ponpes An-Nur Bululawang.
Pada tahun 2014, pengasuh Pondok Pesantren An-Nur Bululawang memberi imbauan kepada seluruh alumni yang mendirikan Ponpes untuk menambahkan nama An-Nur di awal nama pondoknya.
Pertama kali berdiri, Ponpes An-Nur Hidayatullah hanya dibuka untuk santri putra. Kemudian melihat banyaknya santri putri yang ingin nyantri di Ponpes An-Nur Hidayatullah, akhirnya pada tahun 2019 baru dibuka pendaftaran untuk santri putri. Saat itu, santri putra masih berjumlah 40 santri dan putri berjumlah 2 orang saja.
Baca Juga: Forkopimda Kabupaten Malang Jalin Sinergitas dengan Pondok Pesantren
Selama 10 tahun berjalan, Ponpes An-Nur Hidayatullah hanya memiliki sekolah diniyah. Baru pada tahun 2020, Pengasuh mempunyai hajat untuk membuat sekolah formal. Sekolah formal pertama dibuka adalah SMP. Lalu pada tahun selanjutnya berdiri sekolah formal SMA.
Ketua Ponpes, Ust Miftakhul Choiri, mengatakan beberapa tenaga pengajar sekolah diniyah dan formal berasal dari luar lingkungan pondok yang berasal dari alumni pondok pesantren ternama seperti PP Sidogiri, PP Krapyak Yogjakarta, PP Lirboyo Kediri dan PP Putri Salafiyah Bangil.
Kegiatan para santri putra-putri terbilang cukup padat. Di pondok putra dan putri memiliki jadwal kegiatan yang tidak jauh beda dan memiliki program yang sama. Selain sekolah diniyah, terdapat sekolah formal, kelas sorogan, dan juga progam unggulan bahasa dan Tahfidzul Qur’an.
Untuk kegiatan salat berjemaah, santri putra diwajibkan ke Masjid. Untuk santri putri, salat berjemaah dilaksanakan di pondok. Selesai subuh, para santri mengikuti kegiatan madrasah Al-Qur’an. Untuk tingkat Tsanawiyah diajar langsung oleh pengasuh materi kitab tafsir.
Setelah itu, santri mengikuti salat duha pada pukul 06.40 WIB dan dilanjutkan sekolah formal sampai pukul 11.40 WIB.
“Kalau santri senior pada saat jam sekolah formal ini, mereka berkhidmah di pondok. Ada yang menjaga kantin, bersih-bersih dan petugas keamanan,” ujar Miftakhul Choiri.
Setelah jemaah zuhur, para santri membaca salawat Burdah dan lalaran nazom hingga pukul 13.30 WIB. “Setelah ashar dilanjutkan sekolah diniyah. Kemudian salat magrib. Setelah salat membaca Aurad (wiridan) khusus bersama pengasuh,” lanjutnya.
Setelah isya seluruh santri masuk sekolah diniyah kemudian dilanjutkan dengan jam wajib belajar sampai jam 22.00 WIB. Pukul 22.30 WIB lampu wajib dimatikan dan seluruh santri putra-putri diwajibkan istirahat.
Ponpes ini juga memiliki forum musyawarah antar kelas layaknya forum Bahtsul Masail yang merupakan ajang debat penyelesaian masalah seputar materi kitab dan waqi’iyah (kejadian di lingkungan sekitar). Ada juga forum muhadarah menjadi sarana latihan para santri sebelum terjun ke masyarakat untuk mengamalkan dan menyebarkan ilmunya.
Penulis: Amir Hamzah (Magang)
Editor: Herlianto. A