MALANG, Tugumalang.id – Ribuan petani yang mengelola lahan eks Perkebunan Kalibakar masih memperjuangkan hak mereka atas tanah yang terletak di enam desa tersebut. Mereka menolak skema kerja sama Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dengan PT Perkebunan Nusantara XII.
Selama lebih dari dua dekade, tepatnya sejak tahun 1997, para petani telah memperjuangkan redistribusi tanah kepada mereka, baik kepemilikan secara individu maupun komunal dalam rangka reforma agraria.
Lahan eks Perkebunan Kalibakar ini memiliki luas lebih dari 2 ribu hektare dan terletak di Desa Simojayan Kecamatan Ampelgading; Desa Tlogosari, Tirotyudo, dan Kepatihan Kecamatan Tirtoyudo; serta Desa Baturetno, dan Bumirejo Kecamatan Dampit.
Baca Juga: Polres Batu Beri Pendampingan Lanjutan Bagi Petani Gerakan Ubah Lahan Tidur Jadi Produktif
Penolakan skema kerja sama HPL ini disuarakan oleh para petani dalam demo yang digelar di depan Gedung DPRD Kabupaten Malang, Senin (30/12/2024).

Mereka menuntut DPRD Kabupaten Malang, Pemerintah Kabupaten Malang, Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang, serta pihak terkait lainnya untuk memperjuangkan hak petani atas lahan eks Perkebunan Kalibakar.
“Kami meminta kepada anggota dewan dan bupati untuk memperjuangkan agar tanah lahan Kalibakar itu dijadikan Sertifikat Hak Milik (petani),” ujar koordinator lapangan demo petani Kalibakar, Cahyo.
Ia menerangkan, pada tahun 2023, santer terdengar bahwa lahan eks Perkebunan Kalibakar akan didorong untuk menjadi objek HPL. Ada pihak yang mengklaim mengupayakan penyelesaian konflik agraria di lahan tersebut melalui skema HPL dan para petani menjadi penerima izin dari pemegang HPL, yakni PTPN XII.
Baca Juga: Paslon Gus Siapkan Kartu Tani Mandiri untuk Pemerataan Distribusi Pupuk ke Petani
Akan tetapi, menurut Cahyo, skema tersebut tidak sesuai dengan kehendak para petani. Mayoritas petani tidak menghendaki adanya kerja sama dalam bentuk apa pun.
“Lahan itu dikuasai masyarakat selama lebih dari 24 tahun. Awalnya adem-adem saja. Kemudian ada kubu yang mau mengajukan HPL. Akhirnya timbul keresahan masyarakat, bisa sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” terang Cahyo.
Dua minggu yang lalu, para petani Kalibakar mendapat kunjungan dari perwakilan instansi seperti Badan Pertanahan Nasional, Pemkab Malang, Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang, dan lain-lain.
Mereka datang untuk meninjau lokasi sebagai tindak lanjut dari permohonan kerja sama HPL. Usai kunjungan tersebut, masyarakat kemudian semakin lantang melakukan penolakan.
“Tuntutan kami membatalkan kerja sama HPL. Kami tidak mau memohon, ini harus dibatalkan. Kami tidak mau sistem itu karena kami tidak pernah terwakili,” kata Cahyo.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
Editor: Herlianto. A