Tugumalang.id – Pesantren Luhur Baitul Hikmah Kepanjen, Kabupaten Malang, memiliki tradisi unik dalam merayakan ulang tahun pesantren. Keunikan itu adalah selalu menjadikan buku sebagai kado ulang tahun pesantren.
Ulang tahun, atau “hilang tahun” para santri di sana menyebutnya, menjadi ajang perlombaan tersendiri di kalangan santri untuk menenun hasil bacaan kitab dan buku serta hasil-hasil diskusi selama setahun menjadi sebuah buku.
Wajar bila setiap tahun di pesantren yang mulai tumbuh sejak 2009 itu selalu terbit buku baru, dan itu tidak hanya satu buku bahkan lebih. Pada tahun ini, 2022, saat merayakan ulang tahun ke-11 pada Rabu (7/12/2022) setidaknya ada empat buku yang berhasil ditulis oleh para santri.
Di antaranya: Pelukis Cermin, kumpulan cerpen refleksi dan pencarian makna hidup, Hadistsuna yaitu panduan belajar ilmu hadits, Meditasi Falsafi membahas soal teologi, dan terjemahan Falsafatuna buku filsafat karya Baqir Shadr, terjemahan ini sebagai koreksi atas dua terjemahan sebelumnya dari penerbit Mizan dan Rausyan Fikr.
Bahkan pada ulang ke-10 tahun 2021 lalu, sampai menerbitkan delapan buku. Di antaranya, Menyibak Tabir Tirai Alquran, Secangkir Kopi Filsafat, Modal Dasar Baca Kitab, Mahasiswa Agen Perubahan, Sederhana Itu Tidak Sesederhana Itu, Tanpa Logika Loe Gila, dan Aku dan Seluruh Musim yang Terluka.
Karya-karya ini menunjukkan bahwa Pesantren Luhur Baitul Hikmah tidak hanya berusaha memahami ilmu, utamanya dalam khazanah ke-Islaman, tetapi juga mentransformasikannya kepada publik yang lebih luas melalui buku-buku.
Bahkan, boleh jadi buku-buku itu menjadi sumbangan penting untuk memberi jawaban atas persoalan-persolan sosial yang saat ini lagi menggejala, mulai soal ekonomi, psikologi, agama, pendidikan hingga politik.
Tangan Dingin Gus Dhofir
Pesantren Luhur Baitul Hikmah didirikan oleh sosok kiai muda, Achmad Dhofir Zuhry, atau biasa disapa Gus Dhofir. Menurut Gus Dhofir, dalam suatu kesempatan, Pesantren Luhur Baitul Hikmah ini awalnya tidak diniatkan untuk membuat pesantren melainkan sebatas diskusi dan bertukar pengetahuan terutama tema-tema filsafat.
Tetapi kemudian berkembang menjadi pesantren dan bahkan mendirikan Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Al Farabi. Meski bermetamorfosa menjadi pesantren, tetapi tradisi berdiskusi, membaca ketat baik kitab klasik maupun karya-karya kontemporer tetap dipertahankan dan menjadi kekhasan tersendiri.
Gus Dhofir tetap dengan telaten membersamai anak-anak muda untuk belajar “mengaktifkan pikiran” mereka pagi, siang dan malam. Melalui kajian-kajian kritis pada ide-ide pemikiran klasik dan modern itulah yang banyak dituangkan menjadi berbagai karya para santri.
Untuk itu, dalam sambutannya di ulang tahun ke-11, Gus Dhofir mengajak semua kalangan untuk memondokkan putra-putrinya. Karena, para santri terbukti tak hanya menjaga tradisi “nalar sehat” melalui buku-buku tetapi sekaligus menjadi penjaga negara dan agama.
“Kalau punya anak cerdas dimondokkan saja, sebab dari dulu hingga kini, para santrilah yang membangun sekaligus menjaga agama dan negara, jangan pesantren cuma dititipi anak-anak buangan yang tidak diterima belajar di sekolah-sekolah favorit. Ini kurang tepat,” kelakarnya dalam acara yang digelar di musala pesantren pada Rabu (7/12/2022).
Gus Dhofir juga tidak lupa menyatakan terimakasih pada semua kalangan yang telah menemaninya dalam perjalanan panjang pesantren yang diasuhnya itu. Salah satu sosok yang yang turut berjasa dalam hal ini adalah Yatimul Ainun. Dia sedari awal berada dalam satu visi untuk membesarkan pesantren tersebut.
Flash Back Kenang “Kenakalan”
Acara ulang tahun pesantren kali ini terasa sangat meriah dan menjadi momen nostalgia bagi para alumni yang datang dari berbagai derah, mulai dari Kalimantan, Madura hingga sekitar pulau Jawa. Para alumni itu tampak sumringah bercengkrama satu sama lain dan saling bercerita “kenakalan-kenakalan” masa lalu, baik nakal dalam arti yang sesungguhnya maupun nakal dalam arti berpikir.
Para peserta seperti terasa dibawa balik ke masa lalu setelah panitia memutar video yang berisikan foto-foto kegiatan para santri dari beberapa tahun sebelumnya. Video ini dipersembahkan oleh Luhurian Research and Media.
Memang, pesantren Luhur Baitul Hikmah ini awalnya sempat berpindah-pindah tempat karena tidak memiliki lokasi sendiri. Mulai dari Ketawang pindah ke Jl Panglima Sudirkan Ketawang, lalu ke Panarukan, Jalibar, dan kini di Desa Tegal Sari, Kepanjen, Kabupaten Malang.
Tempat ini akan menjadi tempat permanen pesantren karena sudah tinggal di tanah dan gedung milik sendiri.
Rangkaian acara bertema Bhinneka Tunggal Doa itu dipungkasi dengan ngobrol literasi dan penerbitan buku bersama editor senior dan marketing Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia, yakni Paulus Eko Nugroho dan Budiyana.
Hal ini untuk semakin memperkaya wawasan para Luhurian dalam meningkatkan mutu karya-karya mereka berikutnya.
Reporter: Burhanuddin Ramli
Editor: Herlianto. A