Tugumalang.id – Angka kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Batu, Jawa timur mencapai 36 kasus di 2024. 1 kasus di antaranya bahkan sampai menyebabkan balita meninggal dunia. Pemkot Batu mulai bergerak untuk menanggulanginya.
Selain mengampanyekan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), Pemkot juga melakukan fogging atau pengasapan di sejumlah desa rawan terdampak.
Koordinator Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penanganan Bencana Dinas Kesehatan Kota Batu, dr Susana Indahwati menjelaskan, fogging DBD dilakukan berdasarkan analisa situasi kebutuhan.
Baca Juga: Hingga Oktober 2022, Dinkes Kabupaten Malang Catat 877 Kasus Demam Berdarah
Saat ini, melihat dari analisa kebutuhan dari Angka Bebas Jentik (ABJ) mencapai 95 persen dengan kasus DBD lebih dari 1 orang dalam satu klaster. Termasuk salah satunya di Dusun Krajan yang memiliki ABJ di bawah 95 persen.
Angka Bebas Jentik, jelas Susan merupakan jumlah populasi nyamuk dewasa yang ada di suatu area tertentu. Dalam upaya pengendalian nyamuk dan penyakit yang dapat ditularkan oleh nyamuk, maka menghitung angka bebas jentik menjadi penting.
”Semakin tinggi angka ini, semakin besar potensi penyebaran penyakit yang dapat terjadi,” kata Susan, Rabu (6/3/2024).
Baca Juga: Per Oktober 2022, Tercatat 600 Kasus Demam Berdarah di Kota Malang
Susan menerangkan fogging bertujuan membunuh kerumunan nyamuk dan jentik-jentiknya dengan asap yang mengandung bahan kimia pembunuh nyamuk.
Dengan terbunuhnya nyamuk dan jentik, diharapkan mampu mengurangi tingkat penyebaran penyakit DBD, dan mengurangi resiko terkena DBD.
Terpisah, Pj Wali Kota Batu, Aries Agung Paewai menjelaskan, berbagai program akan dilakukan untuk percepatan penurunan angka DBD di Kota Batu.
”Selain fogging di titik-titik tertentu, yang paling utama adalah membangun kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungannya sehingga tidak ada tempat untuk nyamuk berkembangbiak,” ucapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, dari 36 kasus yang ada terdiri dari Demam Dengue (DD) sebanyak 34 kasus dan kasus Dengue Shock Syndrome (DSS) sebanyak 2 kasus. 1 diantaranya seorang balita bahkan meninggal dunia.
Meledaknya kasus DBD di tahun 2024 ini ditengarai juga terjadi akibat kurangnya kewaspadaan masyarakat menjaga lingkungan sekitar mereka. Nyamuk jenis aedes aegepty ini berkembang biak di kubangan air jernih.
”Selama ada air berkubang, entah di ember atau di pot-pot kecil, jentik air akan selalu berkembang biak. Fogging (pengasapan) bukan solusi. Jadi, upaya memutus siklus tumbuh kembang biaknya jentik nyamuk ini yang harus dimasifkan,” jelas Plt Kepala Dinkes Aditya Prasaja,
Sebab itulah dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) secara serentak tidak dilakukan dalam bentuk fogging, melainkan kerja bakti untuk mendeteksi tempat-tempat berkembangnya jentik nyamuk.
”Misal memang untuk menanam, sebaiknya airnya diganti terus secara berkala agar tidak menjadi sarang nyamuk. Jadi nanti pada PSN nanti bukan fogging, karena itu tidak menyelesaikan masalah,” katanya.
Di sisi lain, Dinkes akan melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE) berkoordinasi dengan contact person rumah sakit agar data kasus DBD maupun DD bisa segera diperoleh untuk mendukung PE.
“Dilakukan PE ini untuk memutus rantai penyebaran kasus DBD dengan meningkatkan kewaspadaan masyarakat dan pemberantasan sarang nyamuk,” tegasnya.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter : M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A