Akhmad Mukhlis*
Jika ingin melihat kegembiraan, datanglah ke depan lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) sesaat sebelum mereka selesai sesi hari itu. Saat gerbang kelas dan sekolah di buka, anak-anak kecil itu menghambur keluar dengan wajah ceria, gembira. Hujan pelukan dan ciuman terjadi disana sesaat mereka bertemu orangtua yang menjemputnya. Tak lama kemudian, mereka akan banyak bercerita apapun yang mereka peroleh di kelas. Sementara senyum guru-guru melepaskan mereka dengan penuh keikhlasan di depan kelas.
SECARA UMUM, topik pendidikan anak usia dini (PAUD) di Indonesia memang tidak terlihat seksi layaknya pendidikan formal lainnya. PAUD dianggap tidak lebih dari membantu momong orangtua dan membuang waktu bagi anak-anak dari orangtua yang bekerja. Jangan heran jika mereka yang berkecimpung pada ranah PAUD juga mungkin awalnya tidak memiliki opsi lain.
Dalam sebuah penelitian, saya menemukan fakta bahwa hampir semua guru PAUD di Indonesia adalah perempuan. Mau tau mengapa? Profesi ini dianggap bukan profesi yang mewakili laki-laki, baik dalam hal peran gender maupun juga dalam hal kesejahteraan ekonomi. Bahkan, hampir semua guru dalam penelitian saya tidak menginginkan anak laki-lakinya menjadi guru PAUD.
Jangan heran jika pada level pendidikan tinggi, program studi pendidikan anak usia dini juga mengalami nasib yang sama, sepi peminat. Kalaupun ada, kebanyakan mahasiswa (lebih tepatnya mahasiswi) yang merasa tersesat dalam program ini hanya memilihnya sebagai cadangan dan opsi terakhir untuk kuliah.
Manfaat Jangka Panjang
UNICEF telah mencanangkan tahun 2030 sebagai tahun untuk memberikan akses pendidikan yang berkualitas tinggi untuk anak usia dini. Dalam lamannya, mereka menjelaskan alasan untuk aspirasi ini karena menanggap bahwa dasar untuk pembelajaran sepanjang hidup manusia di bangun pada tahun-tahun awal kehidupan, sebelum anak masuk sekolah dasar.
Dalam buku Enriching Children, Enriching the Nation: Public Investment in High-quality Prekindergarten yang terbit tahun 2007, Robert G. Lynch menyebut bahwa temuan ilmiah terkait PAUD mengarah pada hal yang sama, yaitu kualitas keidupan bangsa di masa depan. Profesor ekonomi Washington College tersebut menyebut bahwa kualitas PAUD akan berdampak pada kualitas pendidikan di atasnya, angka putus sekolah, kemudian dalam hal pendapatan dalam pekerjaan, kemiskinan, kesehatan dan kemudian angka kriminalitas.
Temuan serupa terkait dampak jangka panjang PAUD berkualitas juga ditemukan oleh Hannah Ulferts dan koleganya yang dipublikasikan di jurnal Child Development tahun 2019. Dengan membongkar 17 penelitian jangka panjang (longitudinal), mereka menemukan bahwa pengelolaan PAUD berkualitas meningkatkan potensi manusia untuk berkembang dalam bidang bahasa, lierasi dan matematika.
Hal menarik dilakukan oleh M. Najeeb Shafiq, seorang profesor pendidikan dari Universitas Pittsburg bersama Bank Dunia. Mereka melakukan studi jangka panjang yang dipublikasikan tahun 2018 untuk mengetahui dampak partisipasi PAUD di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Hasil penelitian mereka menyebut bahwa partisipasi PAUD memiliki dampak jangka panjang pada kompetensi kognitif dan sosioemosional manusia. Di negara-negara dengan pengahsilan rendah dan menengah, orang-orang yang dulunya berpartisipasi dalam PAUD lebih cenderung mampu bersaing dan mendapatkan pekerjaan dibandingkan yang tidak. Masalahnya menurut penelitian yang dipublikasikan tahun 2018 ini adalah saat mereka menjadi tenaga produktif, pendapatan tidak berhubungan dengan latar belakang PAUD.
Jika saya lanjutkan, bisa jadi tulisan ini hanya akan memaparkan betapa krusialnya PAUD bagi kehidupan kita ke depan. Ini sekaligus juga menunjukkan bahwa tanggung jawab sebagai guru PAUD tidaklah remeh dan pantas dianggap sebagai opsi tambahan. Orang-orang yang berkecimpung juga harusnya dari orang-orang yang kualitasnya minimal sama dengan guru-guru pada jenjang pendidikan formal di atasnya. Pun begitu juga dengan kebijakan yang menjadi payung di atasnya.
Fakta PAUD di Indonesia
Jika kita bandingkan dengan periode saat kita masih kecil, jumlah lembaga PAUD di Indonesia sekarang tentu berkembang pesat. Itulah kenyataannya. Sejauh ini di Indonesia terdapat lebih 120 ribu lembaga PAUD. Untuk kategori Taman Kanak-kanak (TK) saja terdapat lebih dari 91 ribu dan lebih dar 30 ribu Aaudhatul Athfal (RA) yang terdaftar. Oia, apa bedanya TK dengan RA? Jika TK adalah lembaga PAUD di bawah Kementerian pendidikan dan Kebudayaan, sedangkan RA berada di bawah Kementerian Agama.
Bayangkan berapa guru yang mengabdi untuk lembaga sebanyak itu? Ada 344.283 orang guru TK dan 139.145 guru RA. Dari jumlah sebanyak itu, sayangnya kebijakan negara terlihat tidak memihak pada PAUD. Hanya ada 4.550 TK yang dikelola negara (negeri) atau kurang dari 5% dan malah tidak ada satupun RA negeri di Kemenag.
Realita yang sama jika kita berbicara tentang kondisi guru. Hanya 24.574 orang atau sekitar 7% guru berstatus negeri dari TK dan lagi-lagi tidak ada satupun guru RA yang ditanggung negara.Fakta tersebut seolah mengamini paradigma lama yang menyatakan masa anak usia dini bukanlah masa yang patut diperhitungkan. Kita tahu bahwa pendidikan memeroleh 20% pos anggaran, namun anggaran sebesar itu belum mengalir jauh sampai pendidikan pra sekolah.
Saya rasa kita bersepakat dengan prinsip bahwa anak usia dini merupakan usia kritis dan penting dalam rentang kehidupan manusia selanjutnya. Idealnya, masa masa keemasan ini mendapatkan perhatian khusus, diberikan lingkungan awal yang terbaik dengan kebijakan dan program yang memadai.
Peningkatan mutu layanan tidak akan mungkin berjalan baik tanpa perhatian kebijakan untuk para guru yang bertanggungjawab di dalamnya. Inilah investasi jangka panjang untuk membangun sebuah bangsa baik secara individual, sosial dan ekonomi yang lebih baik di masa depan.
Jika tujuan akhir dari kebijakan publik adalah untuk mempromosikan kesejahteraan individu, keluarga, masyarakat, dan bangsa, maka investasi dalam pendidikan anak usia dini (PAUD) jelas merupakan strategi yang efektif.
Berinvestasi di PAUD (terlebih) yang berkualitas tinggi terbukti secara ilmiah dapat membantu kita mencapai banyak tujuan pembangunan. Selain itu, pendidikan anak usia dini berkualitas tinggi membantu menciptakan kondisi yang memungkinkan seseorang mencapai potensi mereka, menjalani kehidupan yang bermartabat, dan memaksimalkan pilihan seseorang di masa depan.
Sudah saatnya senyum, tawa dan kegembiraan anak-anak di PAUD diimbangi dengan kebahagiaan guru-gurunya bukan?
*Penulis adalah dosen psikologi FITK UIN Malang yang juga founder Komunitas Dulinan Malang
editor: jatmiko
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id