Oleh : Ustadz Abdul Adzim Irsad *
Pada masa pandemi, bagi sebagian orang sangat asyik dan menyenangkan, karena mereka bisa lebih asyik dan nikmat menyapa dan munajat kepada Allah SWT. Dalam kesunyiaan, hatinya terasa nyambung dengan Allah SWT, setiap dzikir yang terucap dari lisan benar-benar bisa merasuk dalam sanurbari paling dalam.
Aturan mengenakan masker kepada setiap orang yang keluar dari rumahnya, serta menjaga jarak, sebenarnya isarat dari langit bahwa manusia hendaknya mengurangi banyak bicara dan membual. Menjaga jarak, bisa dimaknai dengan menjaga prilaku, agar selamat. Menjaga lisan dan jarak, akan menjadikan seseorang selamat.
Dosa paling banyak ternyata banyak bicara. Sementara, keselamatan seseorang tergangtung bagaimana dia menjaga lisannya, Rasulu-pun berkata “Keselamatan manusia terletak pada kemampuannya menjaga lisan.” (HR. al-Bukhari). Dalam redaksi lain, Rasul-pun pernah berpesan “jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berbicaralah yang baik, atau lebih baik diam” (HR.Muslim).
Masa pandemi, kesempatan paling asyik menutup mulut agar tidak membincangkan kesalahan dan keburukan sesama. Saat ini, setiap orang memang memakai masker, dan juga menjaga jarak, tetapi penyebaran fitnah, hoax, melalui jari-jemarinya (handphone) masing-masing.
Kondisi seperti ini sangat sulit dikendalikan. Bulan puasa, momentum paling asyik membungkan mulut, mengendalikan tangan, tidak menulis sembarangan. Bulan Ramadhan momentum puasa jasmani dan ruhani dari hal-hal yang tidak berguna.
Orang paling buruk ialah orang yang paling suka membuka keburukan orang lain. Bagaimana tidak, wong Rasulullah SAW berpesan:
عن ابن عُمَر رضي الله عنهَ قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُكْثِرُوا الْكَلَامَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الْكَلَامِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ قَسْوَةٌ لِلْقَلْبِ وَإِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْ اللَّهِ الْقَلْبُ الْقَاسِي (رواه الترمذي)
Dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah SAW bersabda “Janganlah kalian banyak bicara tanpa berdzikir kepada Allah, karena sesungguhnya banyak bicara tanpa berdzikir kepada Allah membuat hati menjadi keras, dan orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang berhati keras.” (HR Tirmidzi).
Tentu saja, yang dilarang itu berbicara sesuatu yang tidak ada gunanya, sebagaimana pesan Rasulullah SAW “sebagian dari kesempuranaan islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak ada gunanya (HR. Al-Tirmidzi). Sedangkan berbicara yang banyak gunanya, merupakan sebuah keharusan, karena setiap huruf yang keluar akan menjadi amal ibadah. Semakin banyak membincangkan kebaikan dan kebenaran, akan semakin banyak pahala yang didapatkan.
Jika belum bisa berbicara baik dan menyenangkan kepada kolega, tetangga dan teman, maka diam itu ibadah paling baik dan asyik. Ada satu ungkapan dalam dunia pesantren “tidurnya orang puasa itu adalah ibadah”. Ungkapan ini sangat bagus dan indah. Dijaman medsos yang mengila, ternyata tidur menjadi alternatif ibadah paling baik.
Ketika sedang tidur nyenyak, orang tidak akan membicangkan keburukan orang lain, sehingga selamat dari perbicangan tidak baik. Bahkan, mata-pun selamat dari maksiat. Menjaga jasmani dan ruhani di bulan suci, kunci mendapatkan predikat bertaqwa kepada Allah SWT.
* Pengajar di Universitas Negeri Malang (UM)