Tugumalang. id – Sebuah unggahan pengguna Twitter @MahyarTousi diserbu hujatan netizen Indonesia karena dianggap mengejek batik. Di dalam unggahannya Rabu (16/11/2022), Tousi mengomentari pakaian Batik Endek yang dikenakan petinggi negara pada saat KTT G20 digelar di Bali beberapa hari lalu.
Komentarnya itu dia barengi dengan melampirkan foto para petinggi negara seperti Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak, Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, dan Menteri Pertanian Indonesia, Zulkifli Hasan
“Apa-apaan yang dikenakan para idiot ini?!,” tulis @MahyarTousi.
Menuai banyak kecaman netizen Indonesia, Tousi pun menghapus unggahannya. Tetapi nasi sudah menjadi bubur, unggahan lelaki yang juga seorang YouTuber itu sudah diabadikan secara tangkap layar oleh banyak netizen lain, salah satunya seorang jurnalis bernama Max Welden dalam akun Twitternya @maxwalden_.
“Orang sayap kanan Inggris menghapus tweet setelah dihancurkan karena menghina endek/batik. Warga internet Indonesia tetap tak terkalahkan,” cuit Welden sambil menyertakan tangkapan layar unggahan yang telah dihapus oleh Tousi.
Salah seorang netizen menanggapi unggahan Welden. Menurutnya, Tousi salah telah mengomentari batik di sosial media karena mayoritas warga Indonesia sangat aktif di sana.
“Tuan @MahyarTousi telah membuat kesalahan yang kebanyakan orang asing pernah lakukan sebelumnya, mengabaikan statistik dasar mengenai Indonesia. Populasi 280 juta, penetrasi internet 77%, 18,5 juta pengguna Twitter, 100 juta pengguna Instagram. Dia baru saja mengajak berkelahi kedua platform dengan angka sebanyak ini,” tulis @lyndaibrahim.
Sementara itu, pengguna Twitter lain turut menanggapi unggahan dari Mahyar Tousi. Menurutnya, netizen tidak akan berhenti sebelum ada permintaan maaf.
“Sampai dia meminta maaf.. Kami pasti akan boikot seluruh akun sosial medianya.. Tolong jangan hina budaya kami,” jelas @StefanAntonio.
Merasa unggahannya telah memupuk amarah warga Indonesia, Tousi pun memberi klarifikasi mengenai unggahannya mengenai pakaian adat Bali. Dalam sebuah thread yang berisi tiga unggahan, Tousi mengklaim telah mendapat banyak ancaman pembunuhan dari netizen Indonesia dan pesan dari pejabat pemerintah.
“Menyusul sejumlah ancaman pembunuhan dan pesan dari warga Indonesia dan pejabat pemerintah, saya ingin menyampaikan foto yang telah diunggah di media sosial oleh banyak dari kami di Inggris yang sudah menyebabkan pelanggaran di Indonesia… (1/3),” mulai Tousi sambil menyertakan gambar serupa yang telah membuatnya viral.
Selanjutnya, dia mengaku cuitannya ditujukan untuk mengkritik Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak. Menurut Tousi, para politisi Inggris normalnya hanya akan berinteraksi dan bersentuhan dengan golongan atau budaya tertentu demi memenuhi kepentingan promosi semata. Dia berkata hal yang dilakukan politisi berdarah India itu menggelikan dan terkesan terlalu bersusah payah, sehingga tidak ada maksud untuk menyinggung budaya Indonesia.
“Tidak ada niatan untuk menyinggung tradisi budaya manapun. Kami akan mengkritik para politisi bahkan jika mereka mengenakan hoodie London Timur hanya agar “berhubungan” dengan area itu. (2/3),” lanjutnya.
Lebih lanjut, semua budaya dan tradisi, menurut dia, tidak boleh dipergunakan oleh politisi ataupun selebriti hanya untuk ajang mencari perhatian.
“Semua budaya dan tradisi memiliki karateristik unik mereka masing-masing dan tidak boleh sembarang dihina, atau dimanfaatkan oleh politisi dan selebritas untuk tujuan mencari perhatian. (3/3),” pungkasnya dibagian terakhir thread.
Di dalam postingan lain, beberapa jam setelah memberi klarifikasi, Tousi akhirnya meminta maaf pada seluruh netizen dan warga Indonesia yang tersinggung dengan cuitannya. Cuitannya itu telah ditanggapi oleh 3.891 netizen, di retweet sebanyak 950 kali, dan disukai 773 orang.
“Sekali lagi, saya mohon maaf atas penghinaan tidak sengaja yang disebabkan oleh lelucon tweet tentang pemimpin G20 yang mengenakan pakaian adat Indonesia. Kami di Inggris membuat lelucon tentang Sunak & Trudeau yang memakainya tidak memiliki niat buruk dan tidak mengetahui mengenai budayanya,” tutup Tousi kemudian.
Penulis: Nurukhfi Mega Hapsari
editor: jatmiko