Tugumalang.id – Monumen Juang 45 yang terletak di Jalan Kertanegara, Kota Malang, Jawa Timur, menyimpan jejak sejarah. Monumen itu ternyata menjadi simbol perlawanan rakyat di Kota Malang dalam mempertahankan kemerdekaan pada 1945 hingga 1949.
Dalam monumen yang tepat berada di depan Stasiun Kota Malang itu tampak sosok raksasa yang tergeletak. Kemudian terdapat beberapa pejuang berada di atas raksasa itu. Selain itu, sisi kanan dan kirinya terdapat rakyat terluka, menarik gerobak hingga ibu menggendong anak.
Pengamat Sejarah dan Budaya Kota Malang, Agung Buana, mengatakan bahwa sosok raksasa tersebut merupakan buto. Menurutnya, buto tersebut simbol dari keberadaan penjajahan di Kota Malang.
“Buto atau raksasa itu lambang dari penjajah. Raksasa itu akhirnya jatuh dengan perlawanan dari masyarakat yang bersatu,” ucapnya, Selasa (8/11/2022).
Agung mengatakan, orang Jawa memang kerap menyimbolkan buto sebagai sosok penindas. Namun tentu sosok itu bisa dikalahkan dengan keberanian dan persatuan rakyat.
“Orang Jawa kan sering menggambarkan bahwa buto adalah sosok penindas bahkan memakan penduduk. Makanya kita harus punya keberanian untuk melawan,” ujarnya.
Sementara patung orang-orang di sekitar raksasa tersebut merupakan simbol rakyat yang tengah memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan.
“Patung-patung orang kecil itu menunjukkan bahwa kita bisa mengalahkan raksasa walaupun dengan pengorbanan waktu, tenaga, harta, hasil bumi maupun nyawa untuk mempertahankan kemerdekaan. Makanya kan ada digambarkan yang meninggal juga,” bebernya.
“Patung orang dengan grobak itu simbol penderitaan rakyat. Di sisi utara ada orang tertembak, terluka itu bagian perjuangan. Rakyat punya kekuatan kalau bersatu,” imbuhnya.
Namun Agung mengatakan bahwa visual-visual tersebut merupakan simbol dari perjuangan masyarakat. Disebutkan, masyarakat yang bersatu mampu menumbangkan sosok raksasa tersebut.
Menurutnya, Monumen Juang 45 tersebut dibangun pada 1970an untuk memperingati perjuangan rakyat di Kota Malang dalam peristiwa-peristiwa pada 1945 hingga 1949.
“Paling heroik itu saat Malang Bumi Hangus pada 1947. Lalu ada kongres KNIP, Agresi Militer Belanda pertama hingga peristiwa pahlawan TRIP,” tandasnya.
Reporter: M Sholeh
Editor: Herlianto. A