Tugumalang.id – Gunung Kawi di Kabupaten Malang, Jawa Timur, memiliki beragam kisah mistis yang ramai diperbincangkan masyarakat. Salah satunya Keraton Gunung Kawi yang menurut banyak orang sebagai tempat pesugihan.
Konon, banyak orang datang ke sini termasuk para pengusaha hanya untuk mendapatkan berkah kekayaan. Tetapi benarkah itu bisa membuat kaya, bukankah Keraton Gunung Kawi hanya sebatas kompleks makam?
Tim Tugumalang.id, pada Rabu 4 Januari 2023, melakukan penelusuran ke Gunung Kawi untuk membuktikan kebenaran rumor yang telah terlanjur beredar luas tersebut.
Suasana Kraton
Keraton Gunung Kawi terletak di Desa Balesari, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Lokasinya berjarak sekitar 20 kilometer dari Malang. Bisa ditempuh dalam waktu sekitar 1,5 hingga 2 jam dengan motor atau mobil.

Ketika sampai di gerbang Keraton Gunung Kawi, aura sepi dan mistis terasa sangat kental. Pohon – pohon besar berselimutkan kain hitam dengan corak kotak-kotak putih ada di sekelilingnya. Itu tentu saja menambah kesan suasana tempat yang sangat keramat.
Baca Juga: Cerita Horor Jembatan Sulfat Kota Malang, Pantulan Lampu Dikira Pocong
Setelah memasuki area keraton, kesan mistis dan keramat semakin nyata. Di sana-sini ada banyak sekali sesajen di area keraton itu. Ini menunjukkan bahwa tempat ini sering digunakan sebagai tempat pemujaan oleh warga yang mempercayainya.
Jika seseorang pertama kali memasuki area ini, pasti merasa sedikit takut. Pasalnya, suasana keraton sangat hening nan keramat. Itu akan membuat siapa pun yang memandangi setiap ornamen di sekitarnya merasa tak nyaman.
Kraton Gunung Kawi Tempat Ibadah
Saat tim Tugumalang tiba di lokasi ditemui seorang penjaga keraton bernama Kadir. Saat ditanya soal pesugihan. Dia mengatakan bahwa pesugihan yang ada di keraton itu tidak benar.

“Di sini itu tempat ibadah, tempat berdoa, bisa disebut tempat ini hanya perantara saja untuk memperlancar tujuan dengan Allah,” jelas Kadir sebagai penjaga Kraton.
Menurut keterangan Kadir, seseorang yang ingin usahanya sukses dan diberikan kelancaran atau pun tujuan yang lain, biasanya berdoa di salah satu tempat yang bernama makam Eyang Tunggul Manik dan Eyang Tunggul Wati.
Baca Juga: Hotel Niagara Malang Viral, Bikin Pasangan Kabur Setelah 15 Menit Check In
“Jadi bukan pesugihan, ini tempatnya Eyang Tunggul Manik dan Eyang Tunggul Wati. Biasanya orang berdoa meminta kelancaran dan kesuksesan di sini sebagai perantaranya,” papar sosok berusia 55 tahun itu.
Menurutnya, ketika peziarah datang dan berdoa di makam tersebut, sesaat sesudah selesai mereka dibawakan sebuah barang dari keraton. Barang itu konon katanya digunakan sebagai tanda atau syarat untuk dibawa pulang.
Menurut pengakuan Kadir, peziarah tersebut akan kembali ke keraton sebagai bentuk terima kasih jika apa yang diminta terkabulkan.
“Setelah dari sini nanti dikasih syarat atau barang untuk dibawa pulang. Doanya diterima jika benar-benar ikhlas dari hati,” katanya.
Jadi mengenai tempat tersebut sebagai pesugihan atau bukan, kembali ke niat pribadi masing-masing peziarah yang datang ke tempat itu, apakah berdoa untuk menghormati leluhur atau meminta sesuatu terhadap yang dinilai dapat menyekutukan tuhan.
Tentang Gangguan Suara Aneh
Kadir sendiri telah menjaga Keraton Gunung Kawi sejak tahun 1964. Selama di tempat tersebut, dia juga mengaku sering mendapat gangguan seperti suara-suara yang mencurigakan.

“Wah sudah sering saya, banyak suara-suara aneh yang saya dengar dari tahun 1964. Jadi saya sudah terbiasa,” terang pria yang bermukim di desa sekitar kraton tersebut.
Selain Kadir, seorang penjaga warung setempat yang tidak ingin disebutkan namanya, turut memberikan kejadian mistis yang pernah terjadi di Keraton Gunung Kawi.
Baca Juga: Cerita Horor Jembatan Sulfat Kota Malang, Pantulan Lampu Dikira Pocong
“Dulu ada, kru TV yang liputan, dia kesurupan,” kata wanita penjaga warung di sekitar keraton itu.
Namun, kini tak banyak kejadian janggal atau mistis yang bisa diceritakan. Karena menurut penjaga dan warga sekitar, hal semacam itu sudah menjadi bagian dari keraton itu sendiri dan mereka telah terbiasa.
Dua Makam untuk Ziarah
Menurut Kadir, Keraton Gunung Kawi sudah ada sejak zaman Prabu Kamesywara 1 sekitar 1115 M. Di situ ada dua makam yang sering diziarahi yaitu Makam Eyang Tunggul Manik dan Eyang Tunggul Wati.

Makam itu, kata dia, sebenarnya bukan makam tempat keduanya meninggal. Namun di lokasi makam itulah kedua tokoh yang berasal dari keturunan Kejawen Kediri itu melakukan mukso.
Mukso merupakan istilah untuk seseorang yang bertapa di suatu tempat hingga hilang bersama raga atau fisiknya. Artinya tempat itu bukan makam seperti biasa namun tempat di mana Eyang Tunggul Manik dan Eyang Tunggul Wati melakukan mukso dan hilang hingga sekarang.
Klenik Pohon Dewandaru
Di dalam komplek keraton terdapat satu pohon bernama Pohon Dewandaru. Pohon ini yang sering dikeramatkan oleh orang-orang. Konon katanya jika bertapa di bawah pohon itu hingga kejatuhan buah, daun, atau benda lain kemudian dibawa pulang, maka akan mendapatkan keistimewaan tertentu termasuk bisa kaya.
Namun tak semudah itu, lamanya menunggu kejatuhan benda tersebut tak sebentar. Bahkan ada yang bertapa hingga berbulan-bulan. Itu tergantung pada niat dan keikhlasan batin seseorang tersebut.
Lima Tempat Ibadah
Terlepas dari hal-hal mistik di Gunung Kawi, ada yang menarik yaitu pluralisme di sana. Di dalam area keraton terdapat lima tempat ibadah dari agama yang berbeda yaitu masjid, gereja, klenteng, wihara, dan pura.
Melihat dari sisi lain, tampaknya Keraton Gunung Kawi dapat dijadikan contoh keharmonisan kehidupan dalam sebuah perbedaan. Keharmonisan itu hidup berdampingan dengan damai dan tenang.
Pengelola Kraton Gunung Kawi
Keraton Gunung Kawi dikelola oleh pihak Perhutani dan warga sekitar sebagai pengawasan. Menurut informasi yang diberikan Kadir, bangunan – bangunan yang ada di keraton merupakan hasil sumbangan atau donasi dari para peziarah yang pernah beribadah di tempat itu.
“Bangunan di sini ya semua dananya dari peziarah yang memberikan sumbangan sekaligus untuk perawatan tempat ini. Ya bisa dikatakan sebagai bentuk terima kasih mereka,” ujar Kadir.
Dari banyaknya pengalaman peziarah yang mengaku berhasil setelah datang ke keraton, menurut Kadir, peziarah ramai pada hari tertentu saja yaitu Selasa Kliwon, Jumat Kliwon, atau Jumat Legi.
Kata Kadir, pengunjung terjauh yang pernah datang ke Keraton Gunung Kawi adalah dari luar provinsi Jawa Timur bahkan luar negeri.
“Wah banyak (yang datang), ada dari Jakarta bahkan negara Malaysia juga,” tandasnya.
Biaya masuk di keraton sebesar Rp15 ribu per kendaraan dan sudah termasuk biaya parkir.
Penulis: Ardia Anwar
Editor: Herlianto. A