Tugumalang.id – Istilah wedang tentulah tidak asing di telinga kita. Banyak sekali jenis wedang yang mudah kita jumpai. Misalnya saja wedang ronde, sekoteng, secang, bajigur, wedang uwuh, dan masih banyak lain.
Dalam Bahasa Jawa, istilah wedang berarti minuman. Dalam buku berjudul “Wedang: Minuman Segar Berkhasiat” oleh Yunita, arti kata wedang telah dikenal secara luas sebagai istilah untuk minuman tradisional yang segar dan menyehatkan badan. Wedang biasanya terbuat dari campuran aneka macam rempah-rempah seperti jahe, pala, cengkeh, daun pandan, serta tanaman lain yang dianggap memiliki manfaat untuk kesehatan.
Warga Jawa Timur khususnya Malang, pasti sudah tidak asing dengan wedang angsle. Panganan khas bercita rasa manis yang cocok untuk dinikmati di kala cuaca dingin seperti musim hujan saat ini. Sekilas makanan ini mirip dengan wedang ronde khas Yogyakarta. Namun sebenarnya kedua makanan ini sangatlah berbeda.
Asal-usul Wedang Angsle
Asal-usul dari wedang angsle sendiri hingga saat ini belum jelas diketahui, namun banyak yang menganggap bahwa panganan ini diadaptasi dari wedang ronde. Ronde memiliki cita rasa manis, dan sedikit pedas dari jahe. Sedangkan angsle memiliki cita rasa yang manis dan sedikit gurih dari santan.
Jika wedang ronde terbuat dari perpaduan antara kacang, agar-agar, dan tepung ketan yang telah dimasak sedemikian rupa hingga berbentuk bulat yang kemudian disajikan bersama dengan kuah jahe hangat.
Sedangkan angsle terbuat dari campuran antara petulo (putu mayang), kacang hijau, ketan putih, mutiara, dan potongan roti. Kemudian bahan-bahan tersebut disajikan dengan kuah santan manis hangat yang telah diberi ekstrak vanili dan pandan.
Meski tak sepopuler wedang ronde, kuliner ini tetap memiliki peminatnya tersendiri. Jika dahulu jenis wedang ini hanya dapat dijumpai di penjual gerobakan malam hari, kini sudah mulai banyak kedai-kedai angsle yang dapat anda kunjungi. Tidak hanya di Malang dan sekitarnya, kini angsle juga mulai populer di kota-kota besar seperti Yogyakarta dan Jakata.
Penulis: Laras Sri Utari
Editor: Gigih Mazda