MALANG, Tugumalang.id – Artikel berikut ini menyajikan informasi tentang Blanggur yang merupakan salah satu tradisi masyarakat di daerah Jawa Timur sebagai penanda waktu berbuka puasa sepanjang bulan Ramadan. Tradisi Blanggur sendiri sudah turun-temurun dan senantiasa dilakukan saat bulan Ramadan tiba.
Blanggur seperti meriam tradisional dibuat dari bambu sepanjang kurang lebih 1,5 meter dan memiliki garis tengah sekitar 15 cm. Rata-rata blanggur memiliki berat sekitar 8 ons dan mengelurkan bunyi ledakan ‘gluur’ karena di dalam-nya telah diisi obat peledak.
Konon, pemberian nama Blanggur berasal dari punyi blang saat bambu meledak usai dinyalakan dan gluur yang berasal dari bunyi ledakan. Dahulu blanggur dibunyikan secara bersama-sama di Alun-Alun Kota.
Masyarakat di Jawa Timur ketika bulan Ramadan tiba setidaknya menyiapkan 40 buah blanggur. Ada tiga buah blanggur yang dinyalakan saat malam pertama menjelang Ramadan. Kemudian 30 blanggur dinyalakan setiap sore menjelang waktu berbuka puasa dan tiga buah dinyalakan saat malam terakhir Ramadan.
Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Tradisi dan Syiar Ramadan di Masjid Ki Ageng Gribig Kota Malang
Sisa blanggur lainnya akan dinyalakan saat masyarakat selesai menunaikan ibadah salat Ied Idul Fitri.
Bunyi blanggur sendiri cukup keras, bisa didengar bunyi ledakannya hingga radius 300 meter. Biasanya setelah terdengar bunyi ledakan blanggur, masjid dan mushola akan segera mengumandangkan adzan Maghrib sebagai penanda waktu berbuka puasa telah tiba.
Diyakini tradisi menyalakan blanggur menjelang berbuka puasa sudah ada sejak zaman kolonial Belanda hingga era 1970-an.
Namun seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, perlahan tradisi menyalakan blanggur mulai terkikis di kalangan masyarakat di Jawa Timur. Perlahan penanda berbuka puasa tidak lagi menyalakan blanggur tetapi beralih ke siaran radio, televisi, dan juga bunyi beduk atau kentongan di masjid.
Menghilangnya blanggur tidak hanya karena perkembangan teknologi yang lebih modern sebagai penanda waktu berbuka puasa. Tetapi juga risiko dari blanggur itu sendiri, adanya imbauan dari pemuka agama dan pemerintah daerah karena dapat membahayakan keselamatan masyarakat.
Pasalnya jika blanggur yang terhempas ke udara tidak meledak, kemungkinan akan terjadi ledakan saat kembali terhempas di tanah dan berisiko mencederai masyarakat yang menyaksikan blanggur dinyalakan.
Baca Juga: Tradisi Megengan, Salah Satu Tradisi Masyarakat Menyambut Bulan Suci Ramadan, Ada Kue Apem!
Selain karena pertimbangan keselamatan, tradisi blanggur juga dinilai tidak murah. Hal ini mengakibatkan masyarakat mulai meninggalkan tradisi menyalakan blanggur sebagai penanda memasuki adzan Maghrib dan waktu berbuka puasa di bulan Ramadan.
Demikian informasi mengenai tentang tradisi Blanggur di kalangan masyarakat Jawa Timur sebagai penanda waktu berbuka puasa di bulan Ramadan yang kini tinggal kenangan. Semoga informasi ini bermanfaat!.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
Penulis: Bagus Rachmad Saputra
editor: jatmiko