BATU, Tugumalang – Luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Batu, Jawa Timur masih tak sesuai dengan aturan yakni UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Namun, luasan RTH di kota wisata itu hanya menyisakan 21 persen. Padahal menurut aturan, minimal luasan RTH adalah 30 persen dari total luas wilayah.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batu, Aries Setiawan menuturkan, luasan RTH itu terbagi baik RTH publik maupun privat. Menjaga RTH ini kata dia memang bukan langkah mudah. Dia berharap masyarakat dan juga pelaku usaha sadar akan hal ini.
”Salah satu hal yang bisa menambah luasan RTH ini sekarang dengan memanfaatkan lahan privat,” kata dia.
Hal senada dikatakan Wakil Wali Kota Batu Punjul Santoso yang mendorong agar pelaku pariwisata dan juga pengembang perumahan juga sadar akan hal ini. Kalau menurut kewajibannya, pengembang perumahan wajib menyediakan 5 persen dari luas tanah untuk RTH.
”Untuk pariwisata juga ada kewajiban masing-masing, sesuai skala lahan mereka. Ada yang sampai 5 sampai 15 hektar. Soal aturan ini sudah kami sosialisasikan,” ungkapnya.
Untuk di 2022 ini, sejumlah strategi telah disiapkan mulai penyediaan rimba kota, taman di lingkungan RT/RW, taman-taman kelurahan, kecamatan hingga penyediaan taman makam.
Meski begitu, menurut Punjul, luasan RTH Kota Batu pada 2022 sudah terbilang mengalami peningkatan tajam mencapai 19.900 hektar.
”Luasan RTH mulai bertambah sejak 21 persen di tahun 2021 dari semula 12 persen. Ada kenaikan sebanyak 9 persen,” katanya.
Terpisah, Anggota Komisi A DPRD Kota Batu, Ludi Tanarto ikut mendorong agar RTH ini semakin diperluas dan aturannya diperketat. Dengan begitu, bencana alam bisa diminimalisir.
“Memang harus ada dukungan dari masyarakat dan pelaku usaha sadar menjaga lingkungan agar tidak membangun sembarangan di lahan putih atau lahan pertanian,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Nawakalam Gemulo yang juga salah satu pegiat lingkungan di Kota Batu, Aris Faudzin menyayangkan atas berkurangnya RTH akibat adanya eskalase pembangunan yang eksploitatif.
Pembangunan yang eksploitatif itu membuat luasan RTH yang berfungsi menyerap polutan dan area resapan air menyusut.
“Meningkatnya aktivitas pembangunan gedung ini juga dibarengi dengah kendali regulasi yang kendor. Kota Batu dulu dingin, sekarang tidak,” ujar dia menyayangkan.
Dia mendorong pemerintah untuk menambah luasan RTH dengan syarat tidak boleh mengubah alih fungsi kawasan lindung.
Aris mencontohkan, salah satunya wacana pembangunan RTH di kawasan sumber mata air Gemulo yang padahal bisa saja merusak area resapan air.
“Pembuatan RTH tidak boleh merusak kawasan yang terlebih dulu ditetapkan sebagai kawasan lindung. Apalagi jika dibuat dikawasan resapan air, maka akan sangat riskan mengalami kerusakan,” tuturnya.
Reporter: Ulul Azmy
editor: jatmiko