Tugumalang.id – Warung Kopi Cetol yang terletak di kawasan pasar Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur, semakin diminati pengunjung, terutama kaum pria yang haus akan kopi dan belaian kasih sayang pramusaji muda dan cantik.
Sebelumnya, masih banyak yang meragukan informasi tersebut, apakah benar Warung Kopi Cetol memiliki pramusaji yang melayani jasa plus-plus bagi pengunjungnya, mengingat Gondanglegi terkenal sebagai daerah religius.
Maklum, daerah tersebut memiliki ratusan pondok pesantren yang tersebar di beberapa desa. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang, Kecamatan Gondanglegi memiliki 102 pondok pesantren.
Baca Juga: Layanan Plus dan Murah, Pelanggan Warung Kopi Cetol Gondanglegi Banyak Masih Pelajar
Tidak hanya itu, tepat di muka area Warung Kopi Cetol berdiri megah Masjid Agung Gondangleggi, yang sudah lama digunakan masyarakat muslim sebagai pusat kegiatan keagamaan.
Namun setelah viral di di platform media sosial TikTok, tim investigasi Tugumalang.id langsung melakukan investigasi bersama beberapa tokoh masyarakat.
Pramusaji Belia, Pelanggan Semakin Intens
Fakta yang kami temukan, hampir semua pramusaji berusia muda. Menurut pengamatan tim Tugumalang.id di lapangan, dari sekitar 28 pramusaji 23 di antaranya masih berusia diantara 15-18 tahun.
Menurut keterangan salah satu warga berinisial AGS yang tinggal dekat dengan area Warung Kopi Cetol, warung yang memberikan layanan plus sudah beroperasi sejak 2014 lalu.
Namun sudah beberapa kali pindah tempat dan berganti nama, tetapi karakternya tetap sama. Selalu memberi layanan plus bagi pengunjung yang ingin menyeruput kopi tubruk tradisonal.
Baca Juga: Warung Kopi Cetol Gondanglegi, Pesan Langsung Dapat Layanan Plus Pramusaji
Kontradiktif, Gondanglegi yang dikenal religius secara bersamaan juga terkenal sebagai pusatnya warkop plus-plus, ditambah fakta yang Tugumalang.id temukan semakin memperburuk citra Gondanglegi.
Karena Warkop yang meresahkan warga itu memperkerjakan dan mengeksploitasi perempuan di bawah umur.
Tugumalang sudah mendokumentasikan pengakuan sejumlah pramusaji yang bekerja di warung kopi tersebut. Beberapa di antaranya, YNT pramusaji asal Klojen, Kota Malang.
Perempuan muda mengaku berusia 15 tahun dan telah bekerja sejak setahun yang lalu. INZ, perempuan muda lainnya berusia 17 tahun, sudah menjalani profesi sebagai pramusaji sejak akhir 2022 lalu.
Karena alasan ekonomi keluarga, ia memutuskan untuk keluar dari tanah kelahirannya di Lumajang bekerja sebagai pramusaji di Warung Kopi Cetol. “Ya opo maneh om (bagaimana lagi) bapak ibuk ku miskin,” ucapnya kepada Tugumalang.id.
Selain mereka, ada juga yang berusia dewasa, MY, 41 tahun, asal Madura, Jawa Timur. MY memiliki 3 pramusaji muda di bawah kendalinya, yang membedakan MY merangkap sebagai pemilik warung sekaligus pramusaji.
Tidak hanya meraup keuntungan di Warkop Cetol Pasar Gondanglegi, Ia juga memiliki cabang warkop remang-remang di kawasan Kanjuruhan, Kepanjen.
Bagi sebagian orang, keberadaan Warkop Kopi Cetol Gondanglegi bisa menjadi sumber ekonomi, namun bagi sebagian yang lain keberadaannya dianggap meresahkan.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran tentang dampak negatif sosiopsikologis yang ditimbulkan dari praktik perekrutan dan mempekerjakan anak di bawah umur.
Pekerja Belia dan Hak Anak
Menurut UNICEF, memperkerjakan anak di bawah umur merupakan pelanggaran terhadap hak-hak anak yang diatur dalam Konvensi Hak-Hak Anak (CRC) 1989.
Menurut data UNICEF yang diterbitkan dalam laman WEBnya, dampak dari mempekerjakan anak di bawah umur sangat beragam.
Dari segi kesehatan, anak-anak yang bekerja seringkali menghadapi risiko tinggi kecelakaan, penyakit, dan gangguan kesehatan mental.
Kesempatan untuk mendapatkan hak pendidikan pun terhambat, karena waktu mereka lebih banyak dihabiskan untuk bekerja daripada belajar. Secara psikologis, mereka berisiko mengalami stres, kecemasan, dan bahkan depresi.
Selain itu, dampak sosial pun tak kalah serius, karena praktik ini dapat memperburuk kondisi ekonomi dan sosial keluarga, terutama kehidupan sosial masyarakat di sekitar lokasi Warung Kopi Cetol yang dominan dengan aktivitas ratusan pondok pesantren.
Penyebab utama kenapa banyak perempuan berusia belia terjebak bekerja sebagai pramusaji karena faktor ekonomi yang berkaitan kuat dengan kemiskinan.
Keluarga-keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan terpaksa mengandalkan pendapatan dari anak-anak mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Selain itu, kurangnya akses pendidikan juga menjadi faktor penting, mereka yang putus sekolah lebih rentan terjerumus ke dalam eksploitasi yang mengataskanamakan lapangan kerja.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Penulis: Tim investigasi Tugumalang.id
Editor: Herlianto. A