Oleh: M. Khusen Yusuf*
Tugumalang.id – Sebenarnya saya tidak ingin menuliskan kesaksian panjang tentang kebaikan Mas Andry (Andry Dewanto Ahmad). Yang ingin saya ucapkan hanyalah kesaksian singkat: “Ya, Anda benar” atau “setuju”, “na’am” terhadap segala testimoni dari banyak orang tentang benih-benih kebaikan yang memancar dari dalam diri almarhum.
Saya tak kuasa untuk menuliskan obituari yang panjang tentang mas Andry. Tetapi tiba-tiba Anda meminta saya untuk turut menuliskan testimoni tentang senior yang penampilannya menyejukkan itu. Permintaan yang tak kuasa saya tolak.
Saya, Anda, kita semua yang pernah bersinggungan, berpapasan, lebih-lebih berinteraksi dan berdiskusi panjang dengan Mas Andry, pasti merasakan pancaran kebaikan darinya. Kita kemudian bertanya-tanya, kok bisa sosok seperti beliau memancarkan kebaikan sekuat itu? Dari manakah pancaran kebaikan itu berasal? Amaliah apa yang dijalani?
Semua itu dari Allah. Hakikatnya kita ini adalah milik Allah, diperjalankan oleh Allah, dan akan kembali kepadaNya jua.
Sebagai manusia yang dikasih titipan Allah panca indra dan akal budi, kita dapat mengamati perjalanan hidup Mas Andry dan barangkali merasakan sebab munculnya pancaran kebaikan itu.
Kita dipahamkan yang menjadi sebab pijar kebaikan itu memancar adalah perjuangan sepanjang tarikan nafas beliau untuk menekan sifat ananiyah—keakuan dan pengakuan.
Sifat merasa ter, merasa paling, merasa layak, merasa pantas, “kalau bukan saya atau karena saya”, merasa bisa, merasa memiliki, dan segala jenis ke-aku-an lainnya.
Ananiyah adalah akar segala penyakit hati. Jika tak mampu mengendalikannya, akan lahir anak cucu keburukan bernama hasud, iri hati, takabbur, memandang rendah yang lain, wa akhwatuha. Jika tidak segera diobati, dari sana akan beranak-pinak keburukan lainnya.
Ananiyah inilah yang diperangi mas Andry sepanjang hayatnya. Sebuah laku anti aku. Ketika ke-aku-an itu tiada, tidak penting lagi semua jabatan dan status sosial yang disandang.
Maka tidak heran, sosok beliau ketika sedang menyandang jabatan dan status sosial tertentu adalah sosok yang sama ketika ia tidak menyandang label apapun. Begitu pula ketika berada di keramaian maupun dalam keheningan bersama satu-dua orang.
Perang tiada henti itu dilakukan Mas Andri karena ia menyadari itulah bekal menghadap sang khaliq. Dengan menghilangkan ke-aku-an, insan dapat bertemu aku sejati dengan kejernihan hati, dengan La Ilaha Illallah. Itulah yang dipahami sebagai khusnul khotimah.
Terakhir, yang tahu bahwa mas Andry itu kembali ke Allah dengan khusnul khotimah adalah beliau sendiri dan Allah. Tetapi beragam penanda, seperti bau harum yang dirasakan oleh sopir pengantar jenazah, nasehat-nasehat terakhir beliau pada sebuah acara di Pasuruan yang viral di media sosial (Allah pasti punya maksud dengan viralnya nasehat itu).
Kita meyakini beliau berjumpa Allah Rabbul ‘Alamin dengan khusnul khotimah. Saya titipkan kesaksian ini melalui sampean saja. Wallahu a’lam. []
*Ketua Umum PC PMII Malang Periode 2003-2004.
Editor : Herlinto. A