MALANG, Tugumalang.id – Selama tujuh dekade, Warung Kiroman Mak Cem konsisten menyajikan hidangan tradisional Jawa Timur yang berkualitas. Tak heran jika tempat makan yang ada di Jalan Yulius Usman, Kecamatan Klojen, Kota Malang ini selalu ramai dikunjungi pelanggan.
Warung Kiroman Mak Cem yang berdiri di tahun 1954 ini menyediakan makanan favorit warga Malang, seperti rawon, soto, gule, sop, nasi campur, aneka sate jeroan, dan lauk pauk lainnya. Menu yang paling dikenal dan diminati adalah rawon, soto, dan sate usus sapi.
Menjadi tempat makan favorit penumpang angkutan umum
Sebelum dipindah ke Arjosari, terminal yang menjadi tempat transit penumpang dari penjuru Kota Malang berada di Jalan Yulius Usman. Pada saat itu, Warung Kiroman Mak Cem yang hanya berjarak beberapa meter menjadi tempat makan favorit para penumpang angkutan umum. Selain jaraknya yang dekat dengan terminal, rasanya juga cocok di lidah.
“Dulu orang turun dari angkutan di depan sini. Selain dekat terminal, memang masakannya cocok,” kata generasi ketiga pengelola Warung Kiroman Mak Cem, Rachmad Buwono.
Warung ini dulu dikelola oleh suami istri bernama Kiroman dan Mak Cem. Nama mereka kini diabadikan menjadi nama tempat makan ini. Awalnya mereka hanya menjual rawon, soto, dan aneka lauk. Sate usus dan sate komoh menjadi primadona yang digemarin pengunjung.
Baca Juga: Kuliner Legendaris Warung Lama H Ridwan, Sajikan Rawon yang Usianya Lebih Tua daripada Pasar Besar Malang
“Dari dulu memang hidangan jeroan kami banyak peminatnya,” ujar Rachmad.
Rahasia kelezatan di setiap gigitan
Salah satu rahasia kelezatan masakan di Warung Kiroman Mak Cem adalah proses memasaknya yang perlahan. Mereka tak buru-buru dalam mengolah makanan. Bahkan, dulu semua makanan dimasak dengan menggunakan arang.
“Sate ususnya itu kami masak sekitar satu jam dengan api yang kecil. Dari dulu tekniknya begitu,” kata Rachmad.
Rahasia lainnya yang membuat kualitas makanan terjaga adalah quality control yang dilakukan setiap hari tanpa absen. Meskipun hidangan dimasak dengan takaran dan prosedur yang sama, quality control harus tetap dilakukan.
Rachmad mengatakan dirinya harus mencicipi masakan di Warung Kiroman Mak Cem sebelum dihidangkan. Agar lidahnya bisa merasakan dengan tepat, ia tidak makan apapun sebelum mencicipi. Apabila ia terlanjur makan hidangan lain, ia harus minum air putih untuk membersihkan mulutnya.
“Saat mau disajikan harus kami cicipi lagi, rasanya harus pas. Rasanya harus persis kayak gitu,” kata Rachmad.
Bangunan dan perabotan tak berubah
Selain memanjakan lidah, Warung Kiroman Mak Cem juga menjadi tempat untuk bernostalgia. Sejak berdiri hingga sekarang, bangunannya tidak berubah sama sekali. Generasi muda yang datang ke sana akan ingat masa-masa kecil mereka menikmati sepiring nasi rawon bersama keluarga.
Bukan hanya tak mengubah model, bangunan warung ini masih memiliki tegel asli dari 70 tahun yang lalu. Mereka juga mempertahankan meja kayu jati di pintu masuk yang telah ada sejak warung ini berdiri.
“Dari dulu bangunannya seperti ini, dan kami nggak mau mengubah juga. Di Malang sudah hampir nggak ada bangunan seperti ini. Ini engselnya (jendela) saja lama. Semua lama, nggak ada yang diubah,” kata Rachmad.
Baca Juga: Lagi Berlibur ke Malang? 5 Kuliner Legendaris Ini Wajib untuk Dicoba
Perihal meja kayu jati yang ada di ruangan paling depan, Rachmad mengatakan meja tersebut sangat berat hingga tak bisa dipindahkan. Meja yang terbuat dari kayu jati tersebut dibuat hampir bersamaan dengan dibukanya Warung Kiroman Mak Cem.
Bentuk meja tersebut masih sama dengan saat pertama kali dibuat. Rachmad mengatakan pihaknya mengubah bagian atas yang dulunya rak kayu menjadi etalase kaca. Bagian bawahnya pun dilapisi bahan lain agar lebih mudah dibersihkan. Meja yang tak bisa dipindahkan ini masih terpajang dengan kokoh dan menjadi salah satu ciri khas Warung Kiroman Mak Cem.
“Meja itu hampir seumuran warung ini. Di dalamnya itu kayu jati. Masih kuat sampai sekarang,” ujarnya.
Agar Warung Kiroman Mak Cem tetap bertahan di masa depan, Rachmad sudah mempersiapkan prosedur operasi standar dalam memasak dan menyiapkan makanan. Sehingga, generasi penerusnya bisa menjalankan warung ini dengan tetap mempertahankan cita rasanya.
“Kami sudah ada sistem dan prosedur operasi standar. Takaran juga sudah ada, nggak boleh diubah-ubah. Urutan dan cara (memasak) juga harus sama,” kata Rachmad.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
Redaktur: jatmiko