Tugumalang.id – Konflik antara Israel dan Palestina tak kunjung mereda. Bahkan perang terbaru kembali pecah saat Hamas menyerang Israel 7 Oktober lalu dan dibalas Israel dengan serangan udara. Namun, banyak masyarakat yang menilai perang itu terjadi karena konflik agama.
Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Septifa Leiliano Ceria, menegaskan bahwa perang Palestina dan Israel bukanlah konflik agama.
Dia menjelaskan, pada zaman sebelum Turki Usmani runtuh, bangsa Arab di wilayah Yerusalem hidup damai dan tentram. Masyarakat bangsa Arab tersebut terdiri dari berbagai agama, meliputi agama Islam, Kristen, dan Yahudi.
Namun tatkala Turki Usmani runtuh dan negara di timur dikuasai oleh Inggris, mulailah terjadi ketimpangan. Situasi tersebut diperparah dengan efek perang dunia pertama di mana banyak sekali etnis Yahudi di luar wilayah Yerusalem tertindas pada masa kekuasaan Nazi.
Hal tersebut menyebabkan banyak sekali etnis Yahudi yang berbondong-bondong untuk mengungsi ke Yerusalem. Fenomena itu juga tidak lepas dari janji negara Inggris yang akan memberikan wilayah kedaulatan bagi etnis Yahudi di tanah Yerusalem.
“Wilayah tersebut adalah Palestina. Hal itulah yang mendorong etnis Yahudi terus melakukan perluasan wilayah di tanah itu. Namun oleh beberapa pihak dan oknum, isu yang harusnya perebutan wilayah digeser menjadi perang agama,” jelasnya, Rabu (25/10/2023).
Baca Juga: KIYAI MARZUKI, Bela Palestina Penuh Damai
Ano, begitu ia kerap disapa, memberikan beberapa tips strategi yang dapat dilakukan untuk membantu penyelesaian perebutan wilayah tersebut. Di antaranya dengan melakukan negosiasi antar negara-negara seperti Arab Saudi, Iran, Amerika, serta tentunya Israel untuk melakukan kesepakatan terhadap hak asasi warga palestina.
Setelah itu dilanjut dengan membuat kesepakatan batas-batas wilayah antara Palestina dengan Israel. Hal itu bertujuan untuk menentukan batas-batas wilayah teritorial masing-masing negara.
“Seperti kita ketahui, Israel tidak menghendaki pengurangan wilayahnya, namun perlindungan hak warga Palestina harus diperhatikan. Harus ada perjanjian khusus yang mengatur hal tersebut, kemudian baru dilanjutkan dengan kesepakatan atas pembagian wilayah,” ungkapnya.
Ano juga menawarkan beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh Indonesia dalam konflik tersebut. Misalnya saja terkait isu kemanusiaannya dengan memberikan bantuan logistik makanan, pendidikan, hingga pengobatan bagi para korban perang
“Isu kemanusiaan perlu kita angkat secara intensif. Apalagi mengingat jarak yang jauh antara Indonesia dan Palestina. Sehingga kecil kemungkinan untuk melakukan bantuan secara diplomasi,” harapnya.
Reporter: M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A