Tugumalang.id – KH Abdul Hakim Hidayat, yang akrab disapa Gus Hakim, secara resmi dilantik sebagai Ketua Pengurus Wilayah Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (PW RMI NU) Jawa Timur untuk periode 2024-2029.
Pelantikan ini dilaksanakan dalam acara Rapat Kerja dan Pelantikan yang digelar di Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh, Kota Malang, pada Sabtu, 4 Januari 2025.
Acara ini turut dihadiri berbagai tokoh penting dari Nahdlatul Ulama (NU) serta pengurus pesantren yang berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur.
Baca Juga: Simpatisan NU Laporkan Akun Pengunggah Logo Ulama Nambang ke Polres Malang
Pelantikan Gus Hakim menjadi Ketua PW RMI NU Jatim merupakan langkah penting dalam memperkuat peran pesantren di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks.
Sebagai organisasi yang berada di bawah naungan PWNU Jawa Timur, RMI memiliki tanggung jawab besar untuk mengelola dan membina pesantren. Pesantren tidak hanya berfungsi sebagai pusat pendidikan agama, tetapi juga sebagai tempat pembentukan karakter dan moral bangsa.
Wakil Ketua PWNU Jawa Timur Bidang Pesantren, Dr. Taufik, yang turut hadir dalam acara tersebut, menyampaikan bahwa kepengurusan baru ini memiliki fokus utama yang harus segera direalisasikan.
Baca Juga: Hadiri Haul Akbar Imamain 2024, Waketum PBNU Ingatkan Soal Keteladanan Ulama
Menurutnya, RMI NU Jatim perlu memberikan perhatian khusus pada penguatan pesantren di sektor kesehatan, ekonomi, serta wawasan kebangsaan. Selain itu, isu-isu sensitif seperti radikalisasi dan kekerasan di pesantren harus mendapat perhatian serius.
“Fokus utama yang harus dijalankan oleh PW RMI NU Jatim ke depan adalah mengawal pesantren-pesantren di Jawa Timur, baik dalam hal kesehatan, ekonomi, penguatan ahlus jamaah, maupun wawasan kebangsaan. Isu-isu terkait radikalisasi dan kekerasan di pesantren juga harus menjadi perhatian utama,” ujar Dr. Taufik dalam pidatonya.
Dr. Taufik menambahkan bahwa pendekatan persuasif akan menjadi strategi utama dalam mengatasi isu-isu sensitif tersebut.
Ia menegaskan pentingnya bagi pengurus pesantren untuk memahami bahwa kekerasan bukan solusi dalam mendidik santri. Pendekatan edukatif yang lebih humanis harus menjadi prioritas.
“Kami akan mengadakan pelatihan khusus bagi pengurus pesantren, khususnya yang berbasis NU, untuk menggantikan praktik kekerasan dengan pendekatan yang lebih edukatif dan humanis,” katanya.
Sebagai Ketua PW RMI NU Jatim yang baru, Gus Hakim menyampaikan komitmennya untuk menjadikan lembaga ini sebagai solusi atas berbagai masalah yang dihadapi pesantren di Jawa Timur.
Ia menekankan pentingnya menjaga pesantren sebagai pusat pendidikan moral, adab, dan spiritual, yang menjadi harapan bangsa.
“Pesantren adalah tempat yang diharapkan bisa menjadi pusat pendidikan moral, adab, dan spiritual. Namun, kita sangat prihatin dengan masih adanya kasus kekerasan di pesantren, padahal tempat ini seharusnya menjadi tempat yang aman dan mendidik,” ujar Gus Hakim.
Putra sulung KH Hasyim Muzadi ini juga mengungkapkan bahwa tantangan yang dihadapi pesantren semakin kompleks, terutama dengan adanya isu-isu global yang berdampak langsung pada kehidupan pesantren.
Oleh karena itu, PW RMI NU Jatim harus hadir sebagai jembatan antara pesantren dan pemerintah serta penggerak perubahan yang mampu menciptakan pesantren yang lebih kuat dan adaptif.
“Kita harus prihatin dan bertindak untuk mengatasi tantangan ini. Dengan kepengurusan baru ini, kami berharap dapat menemukan solusi untuk meminimalkan kasus kekerasan dan memastikan pesantren tetap menjadi tempat yang nyaman bagi para santri,” tambah Gus Hakim.
Di era digital seperti sekarang ini, pesantren dituntut untuk tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan agama, tetapi juga sebagai pusat pemberdayaan masyarakat.
Oleh karena itu, Gus Hakim menekankan pentingnya inovasi serta kolaborasi antara pesantren dan berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi masyarakat, dan sektor swasta.
PW RMI NU Jatim di bawah kepemimpinan Gus Hakim juga merencanakan pengembangan program-program baru yang berfokus pada pemberdayaan ekonomi pesantren.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kemandirian pesantren serta memberikan dampak positif bagi masyarakat di sekitarnya.
Selain itu, isu radikalisasi juga menjadi perhatian serius bagi RMI NU Jatim. Gus Hakim mengungkapkan bahwa pesantren harus menjadi benteng moral dan intelektual yang kokoh, tidak hanya menghasilkan santri yang berilmu, tetapi juga yang cinta tanah air.
“Pesantren harus menjadi benteng moral dan intelektual yang kuat, yang tidak hanya mencetak santri yang berilmu, tetapi juga yang cinta tanah air,” pungkas Gus Hakim.
Sumber: Rilis PW RMI NU Jatim
Eitor: M Ulul Amy