Tugumalang.id – Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kabupaten Malang menggandeng Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang untuk melakukan kajian mitigasi bencana gerakan tanah di wilayah Kabupaten Malang.
Kajian dilakukan sebagai tindak lanjut BPBD Kabupaten Malang mengenai terjadinya gerakan tanah di Kecamatan Tirtoyudo dan Donomulyo, yang berpotensi merusak infrastruktur, lingkungan, dan keselamatan masyarakat.
Hasil awal kajian dipaparkan dalam Seminar Laporan Pendahuluan Kajian Mitigasi Bencana Tanah Bergerak di Malang Selatan, yang diadakan di Kampus 2 ITN Malang pada Rabu, (12/03/2025).
Baca Juga: Siapkan Masa Depan yang Tepat untuk Gen Z, ITN Malang Jalin Kerja Sama dengan Guru BK di Kabupaten Malang
Acara itu dihadiri oleh Sekretaris Balitbangda Aprija Wirawan, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Malang Mohammad Risqi Irvansyah dan dan anggota Fathur Rohman, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Zainuddin, Kepala BMKG Stasiun Geofisika Kelas III Karangkates Ma’muri.

Kemudian ada Camat Tirtoyudo, Donomulyo, Kalipare, beserta Destana (Desa Tangguh Bencana) hingga Forum Pengurangan Risiko Bencana Kabupaten Malang.
Wakil Rektor 3, ITN Malang, Dr Hardianto dalam sambutannya menyatakan kajian ini merupakan tindak lanjut dari kerja sama antara ITN Malang dengan Pemerintah Kabupaten Malang melalui penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) antara LPPM ITN Malang dan Balitbangda Kabupaten Malang.
“Terima kasih atas kehadiran Bapak dan Ibu di Kampus 2 ITN Malang. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari MoU antara ITN Malang dan Pemkab Malang. Semoga kedepan, kita dapat terus berdiskusi dan bekerja sama dalam bidang tridharma perguruan tinggi,” kata Hardianto.
Baca Juga: ITN Malang Kirim Tim Pemasangan PTLS ke Ranu Kumbolo
Hardianto juga menyampaikan bahwa ITN Malang memiliki program studi S2, dan S3 Doktor Manajemen Rekayasa yang dapat mendukung kerja sama. Program studi tersebut tidak hanya fokus pada teknik murni, tetapi juga pada aspek manajemen rekayasa.

“Semoga kerja sama ini dapat memberikan kontribusi nyata bagi Kabupaten Malang dalam upaya mitigasi bencana dan pengembangan wilayah,” tuturnya.
Sementara itu, Kabid Ekonomi dan Pembangunan Balitbangda Kabupaten Malang, Kinta Ramayanti menjelaskan bahwa paparan pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan masukan, saran, kritik, dan data awal yang akan memperkuat pelaksanaan kajian. Diharapkan, forum tersebut dapat memberikan kontribusi bagi Kabupaten Malang dalam mitigasi tanah bergerak.
“Kami menggandeng ITN Malang untuk melakukan sebuah kajian mitigasi bencana gerakan tanah. Kajian ini sangat penting dan diperlukan untuk pembangunan di Kabupaten Malang serta untuk melengkapi dokumen kebencanaan BPBD Kabupaten Malang,” ucapnya.
Menurutnya, dari data awal Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi pada Januari 2025 menunjukkan hampir seluruh wilayah Kabupaten Malang memiliki potensi pergerakan tanah menengah hingga tinggi. Selain itu, beberapa wilayah seperti Pujon dan Ngantang juga berpotensi banjir.
Diskusi awal antara Balitbangda dan BPBD Kabupaten Malang mengungkapkan bahwa Kabupaten Malang memiliki sejarah tanah bergerak yang menyebabkan kerugian fisik, terutama pada bangunan. Kejadian ini sering terjadi di wilayah Malang Selatan seperti Kalipare, Donomulyo hingga Tirtoyudo.
Tenaga Ahli ITN Malang, Ratri Andinisari, S.Si., M.Si., Ph.D selaku narasumber yang membedah kajian menyebutkan bahwa Kecamatan Tirtoyudo dan Donomulyo dipilih lantaran memiliki dampak paling parah.
Kabupaten Malang memiliki 33 kecamatan, sehingga tim bersepakat akan terlebih dahulu mengkaji secara teori. Nantinya akan ada beberapa lokasi yang dikunjungi langsung dan ada beberapa lokasi yang datanya diambil dari laporan BPBD.
“Tahun pertama diawali di dua kecamatan. Jika metode pemetaan yang kami usulkan di tahun pertama terbukti efektif, maka direncanakan identifikasi kawasan rawan bencana tanah bergerak akan dilakukan di 31 kecamatan lainya,” kata dia.
“Tahun berikutnya, ketika data sudah terkumpul akan dibuat rekomendasi kegiatan mitigasi bencana tanah yang diawali dengan penyusunan Peta Kawasan Rawan bencana,” sambung Ratri yang juga merupakan Wakil Bidang Penelitian LPPM ITN Malang.
Berdasarkan kajian, didapat adanya desa desa yang memiliki potensi bahaya gerakan tanah tinggi. Namun kepadatan penduduknya sangat rendah, sehingga risiko bencananya menjadi rendah.
Selain itu juga ada daerah yang gerakan tanahnya tidak terlalu bahaya, tetapi banyak lansia dan wanita sehingga daerah tersebut menjadi kawasan rawan bencana tinggi.
Dari kajian teori, diketahui bahwa gerakan tanah terjadi salah satunya dari longsor. Ada perbedaan karakteristik antara longsor dan gerakan tanah. Tanah longsor terjadi pada waktu singkat dengan volume tanahnya banyak. Sementara tanah bergerak terjadi dalam waktu lama, gerakannya lambat dan rentan.
“Dalam 10 tahun tanah hanya bergerak 10 meter, per tahun hanya bergerak 1 meter. Efek tanah bergerak baru kelihatan setelah puluhan tahun. Faktor pemicunya ada lima, yakni hujan, kelerengan, geologi batuan dan jenis tanah, tutupan lahan, dan aktivitas seismik,” urainya.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter: M Sholeh
Editor: Herlianto. A