Tugumalang.id – Negara maju tidak tergantung pada luas wilayah yang besar, penduduk yang besar dan sumber daya alam yang melimpah. Tetapi juga dapat di pengaruhi oleh inovasi-inovasi yang beragam.
Karena inovasi dapat menjadi penggerak dalam pertumbuhan ekonomi khususnya di Indonesia. Inovasi sebagai tombak penting untuk menjadi negara maju dan menjamin kesejahteraan negara. Hal itu yang menjadi pembahasan dalam acara salah satu sesi Lead The Fest tahun 2023.
Gelar Wicara Lead The Fest tahun 2023 ini mengangkat tema “Belajar untuk Memimpin, Memimpin untuk Belajar”. Kali ini membahas tentang inovasi sebagai penggerak utama ekonomi bersama narasumber Ainun Najib, Praktisi Teknologi dan Achmad Adhitya PhD, wakil koordinator Kedaireka Kemendikbudristek. Sebagai moderatori yaitu Marna Kusumawardhani, Konsultan politik dan project manager MIT REAP Java serta Eddi Danusaputro selaku CEO BNI VENTURES chef PMO Merah Putih Fund.
Baca Juga: Tips Menjadi Pemimpin Prof Emil Salim di acara Lead The Fest
Pada penjelasan pertama Ainun Najib menjelaskan tentang perbedaan INCAP dan ICAP dan komponen yang ada di dalamnya. Pertama teamwork perlu memerlukan 5 stakeholder yang semua saling berkolaborasi untuk mencapai satu tujuan. 5 stakeholder tersebut seperti pemerintah, universitas, swasta, entreprenuers dan modal, dan mampu menanamkan modal dalam inovasi yang sangat riskan.
“Karena inovasi itu sesuatu yang baru, sesuatu yang baru belum ada di dunia terus dimunculkan dilahirkan,” ucap Ainun Najib.
Jika 5 stakeholder sudah bekerja sama selanjutnya MIT mengajarkan acces capacity untuk membikin ekosistem inovasi. Dan ada 2 kapaistas yang diperlukan seperti kapasitas entreprenuership dan kapasitas inovasi.
Baca Juga: Lead The Fest Bekali ASN Kepemimpinan Era Baru
Dua kapasitas ini ada perbedaan seperti pertama mengukur kapasitas kemampuan berinovasi dari 0 dan yang kedua bisa membikin mesin PCR di sisi entreprenuership. Untuk komponen yang ada di dalam INCAP dan ICAP seperti komponen human capital, funding, infrastruktur, di mana dan culture and insentive.
Selanjutnya untuk materi kedua menjelaskan tentang kondisi capacity inovasion di Indonesia yang dipaparkan oleh Achmad Adhitya PhD. Di mana harus mempunyai alat ukur untuk mengukur bagaimana kondisi inovasion capacity yang ada.
Ada tiga alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur kondisi inovasion capacity. Pertama, melakukan riset, melakukan kemampuan kerja sama dengan pihak eksternal dan kemampuan menghilirisasi produk.
“Pengguna platform sinta, sinta itu adalah platform yang diciptakan pemerintah untuk mengetahui beberapa banyak dosen kita yang memproduksi karya ilmiah,” ucap Achmad Adhitya PhD.
Sebenarnya, dilihat dari sisi kapasitas kemampuan kita memproduksi riset itu juga sangat baik. Tetapi juga terdapat masalah pada kemampuan riset seperti di mana membuat riset yang kontekstual jadi riset yang telah dibuat masih sangat penelitian dasar dan cukup sulit didorong ke arah kerja sama yang lebih lanjut.
Selanjutnya, sudah sejauh mana kemampuan menghilirisasi produk yang masih banyak kendala. Pertama seperti produk yang diciptakan oleh kampus terkadang berpikir produk tersebut sudah jadi.
Tetapi proses hirilisasi harus melalui tahapan lain, karena terdapat proses uji coba terdahulu. Dan, terakhir alat ukur untuk melihat secara objektif adalah kemampuan untuk melakukan kerja sama. Kemudian hasil inovasi didorong untuk melakukan kerja sama.
Di akhir acara, terdapat sesi tanya jawab bersama partisipan melalui kolom komentar yang tersedia. Berdasarkan diadakannya webinar ini, dapat dikatakan berjalan lancar dan mencapai tujuan. Juga antusiasme partisipan yang aktif menandakan bisa belajar banyak dari pembahasan yang di sampaikan.
Penulis: Bunga Gadis (Magang)
Editor: Herlianto. A