Malang, Tugumalang.id – Pengawasan, pengelolaan dan konservasi hutan secara berkelanjutan kini sudah bisa memanfaatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan Internet of Things (IoT). Ini bisa tercapai setelah dosen Universitas Brawijaya Malang menelurkan inovasi terbaru.
Inovasi baru ini dipresentasikan dalam kegiatan Bincang dan Obrolan Santai Bersama Pakar Universitas Brawijaya (BONSAI UB) pada Rabu (10/12/2024) dengan tema ‘Inovasi Teknologi IoT untuk Pengelolaan Hutan’.
Baca Juga: Dosen UB Temukan Metode Inovatif untuk Atasi Kelangkaan Garam
Inovasi teknologi berbasis AI dan IoT yang dibuat oleh Dosen dari Fakultas Vokasi dan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB) ini memang dirancang untuk mendukung konservasi dan pengelolaan hutan yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Pengembangan aplikasi ini merupakan hasil kolaborasi lintas disiplin ilmu, mengintegrasikan teknologi loT dengan sistem monitoring yang cerdas.
Sistem ini memungkinkan deteksi aktivitas di dalam hutan, seperti identifikasi satwa liar, manusia, dan kendaraan secara real-time, menggunakan algoritma kecerdasan buatan (Al) yang terintegrasi dengan kamera jebak (camera trap).
Koordinator KJF sekaligus Manajer Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan UPT Pengelola Kawasan Hutan UB Forest, Rifqi Rahmat Hidayatullah menjelaskan inovasi ini lahir dari berbagai tantangan yang muncul selama ini di UB Forest.
Salah satunya yakni bermula dari keterbatasan perangkat kamera jebak konvensional yang sebelumnya masih menggunakan baterai dan memori manual. Belum lagi dihadapkan dengan sulitnya akses jaringan di kawasan hutan.
”Sebab itu dalam inovasi kami ini menggunakan protokol komunikasi Long Range (LoRa). Sistem ini memungkinkan pengiriman data tanpa harus melibatkan sinyal GSM. Dengan teknologi LoRa, data yang dikumpulkan bisa dikirim ke pusat kontrol melalui jaringan jarak jauh, meski berada di tengah hutan yang sulit sinyal sekali pun,” kata Rifqi.
Baca Juga: Dosen UB Ciptakan Alat Penghisap Darah Pasien untuk Rumah Sakit
Rahmat memaparkan teknologi ini memiliki tiga keunggulan. Pertama, efisiensi dan akurasi monitoring yang mampu mendeteksi ancaman seperti penebangan pohon ilegal. Kedua, integrasi AI dan IoT menggunakan teknologi You Only Look Once (YOLO) untuk mendeteksi objek dengan cepat.
”Ketiga, dukungan terhadap pengelolaan berkelanjutan yang sesuai dengan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) UB Forest,” papar Rahmat.
Kepala Laboratorium IoT & Human-Centered Design (IoT & HCD) Fakultas Vokasi UB, Rachmad Andri Atmoko menambahkan sistem berbasis LoRa ini dirancang agar aplikasi tetap berfungsi dalam kondisi lingkungan hutan yang kompleks.
Sistem LoRa, kata Moko sapaan akrabnya, bekerja seperti radio komunikasi dengan frekuensi rendah, cocok untuk kawasan dengan vegetasi tebal dan kelembapan tinggi.
Perangkat ini kata dia dilengkapi fog computing, teknologi yang memungkinkan pemrosesan data langsung di perangkat sebelum dikirim ke pusat data berbasis cloud. Dengan baterai 12 volt yang dapat bertahan hingga 15 hari, perangkat ini juga diperkuat dengan panel surya untuk memastikan daya yang berkelanjutan.
“Keunggulan lainnya seperti fitur anti-pencurian dengan sensor getaran. Alat ini bahkan mampu mendeteksi aktivitas mencurigakan di jalur-jalur luar hutan yang tidak semestinya digunakan,” imbuhnya.
Meski kehadiran inovasi ini membawa dampak positif, diakui alat ini masih berbentuk prototipe. Pihaknya masih akan terus melakukan riset dan pengembangan untuk menyempurnakan sistem.
”Rencana implementasi alat ini dijadwalkan diuji coba mulai 2025, dengan evaluasi keberlanjutan pada 2026,” jelasnya.
Ke depan, sambungnya, pihaknya berencana akan menambahkan fitur drone (pesawat nirawak untuk meningkatkan cakupan pengawasan, terutama di area dengan kontur hutan yang menantang. Selain itu, setiap 200 meter di kawasan hutan akan dipasangi perangkat untuk menciptakan jaringan pengawasan yang lebih rapat.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter : M Ulul Azmy
Redaktur: jatmiko