Tugumalang.id – Gereja Katedral St Perawan Maria Gunung Karmel atau sering disebut Gereja Katedral Ijen yang berada di Jl Buring No 60, Kelurahan Oro-oro Dowo, Kecamatan Klojen, Kota Malang, memiliki sejumlah fakta menarik dalam proses pembangunannya.
Diketahui, gereja ini merupakan salah satu peninggalan Belanda yang diresmikan pada 28 Oktober 1934 atau sekitar 88 tahun lalu.
Pengelola Sekretariat Paroki Gereja Katedral Ijen, Markus Supriyanto menyampaikan bahwa arsitektur bangunan dari gereja tersebut tetap dipertahankan hingga saat ini.
![](https://tugumalang.id/wp-content/uploads/2022/02/WhatsApp-Image-2022-02-12-at-10.46.27-1.jpeg)
“Sebenarnya sudah imbauan dari Pausianus Polus kedua tidak boleh diubah bentuk atau teksturnya. Tapi kami hanya mengganti atap, cat tembok, dan ditata sedikit-sedikit biar terawat,” jelasnya, di Kantor Sekretariat Paroki Gereja Katedral Ijen, pada Jumat (11/02/2022).
Dia mengatakan bahwa rencana pembangunan gereja tersebut ditenggarai oleh Clemen Van der Pas. Pada awalnya di Kota Malang hanya ada satu gereja, yaitu Gereja Hati Kudus Yesus di Kayutangan yang dibangun pada 1905. Karena pada waktu itu Gereja Kayutangan memberikan pelayanan kepada umat yang berbahasa Belanda, maka misa juga dilaksanakan dengan menggunakan bahasa Latin, tapi khotbah diberikan dengan bahasa Belanda.
Seiring berjalannya waktu, umat Katolik yang berada di Jawa mengalami peningkatan sehingga membutuhkan satu tempat tersendiri yang bisa lebih efektif. Jadi, saat itu lahan pembangunan katedral diputuskan di Jalan Ijen.
Namun, pada masa pembangunannya, Clemen Van der Pas telah wafat dan digantikan oleh Pastor Linus Hencken untuk menyelesaikan pembangunan tersebut. Akhirnya pada 11 Februari 1934 menjadi momen peletakan batu pertama dan pembangunannya berlangsung selama delapan bulan.
Untuk diketahui, pastor pertama yang berada di Gereja Katedral Ijen adalah Romo Dominicus Blommesath dan didampingi pastor pembantu yaitu Romo J Ardts.
Markus melanjutkan, untuk jadwal ibadah dalam gereja tersebut dibagi menjadi dua yaitu misa harian dan misa mingguan.
“Untuk misa harian berlaku setiap Senin sampai Sabtu pada pukul 05.30 WIB sampai pukul 06.00 lebih. Sedangkan misa mingguan biasanya dimulai Sabtu pukul 16.30-18.30 WIB. Jadi, tetap kloteran gitu,” jelasnya.
Markus menambahkan, dalam masa pandemi COVID-19 ini, untuk misa mingguan dibatasi 25 persen.
“Kami memang ada enam kali misa dan kami berikan kapasitas kurang lebih 250 orang karena pandemi yang masih naik turun. Tentunya dengan menerapkan prokes (protokol kesehatan) yang ketat juga,” tutupnya.
Reporter: Damianus Darfin Mais-Siti Ayu Devina
Editor: Lizya Kristanti