Oleh: Shada Amanda Putri Arianda*
Tugumalang.id – Fashion sudah tidak asing lagi untuk didengar. Pada era ini, banyak sekali perubahan yang terjadi khususnya pada tatanan kehidupan. Seperti remaja Indonesia yang berpakaian mengikuti tren yang ditampilkan dalam media sosial melalui aplikasi Tiktok, Instagram, dan semacamnya.
Model baju dan celana yang disajikan pun memiliki banyak variasi tersendiri silih berganti, belum lagi dengan produksi baju–baju tersebut dengan jumlah yang banyak dan harga yang murah. Fenomena ini biasa disebut sebagai fast fashion.
Apa Itu Fast Fashion?
Fast fashion adalah istilah yang dipakai dalam industri tekstil yang mana memiliki bermacam – macam model fashion yang menggunakan bahan berkualitas rendah untuk menekan biaya produksi serta model fashion yang silih berganti dalam waktu singkat dengan memanfaatkan tren.
Fenomena ini sangat mudah dijumpai, contoh dari beberapa brand bermerk yang bergerak dengan konsep fast fashion sendiri ada UNIQLO, Zara, H&M, Mango, dan lain – lain.
Dengan teknologi yang semakin berkembang membuat fashion yang sedang tren menjadi sebuah panutan untuk ditiru.
Seperti remaja Indonesia yang ingin meniru tren fashion yang sedang booming, maka mereka akan membeli model baju atau celana yang mirip dengan tren tersebut untuk dipadukan.
Harga dari baju dan celana yang mereka beli pun terlampau murah, sehingga mereka dapat membeli beberapa potong baju dan celana dengan model yang berbeda – beda.
Para pengecer fast fashion sendiri menekankan pada strategi bisnisnya dalam mengurangi waktu yang diperlukan agar dapat memasukkan produk fashion-nya ke dalam toko – toko serta memiliki rentang produk yang konsisten akan diperbarui sepanjang musim tersebut berlangsung, contohnya seperti musim panas, musim dingin, musim, hujan, dan berbagai musim lainnya.
Adanya pengaruh globalisasi menjadi salah satu penyebab masuknya fast fashion di Indonesia, yang mana jauh sebelum saat ini fast fashion sendiri sudah berkembang di tahun 90-an. Globalisasilah yang mendorong adanya fenomena fast fashion di Indonesia.
Dampak Fast Fashion
Ada beberapa dampak yang diakibatkan oleh fast fashion yaitu yang pertama, remaja Indonesia menjadi konsumerisme, karena baju dan celana yang dijual dengan harga yang rendah membuat mereka menjadi seseorang yang konsumtif untuk membeli serta menggunakan barang tersebut secara berlebihan dan mengabaikan prinsip berhemat.
Kemudian yang kedua industri dari fast fashion memberikan dampak buruk yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan manusia, dikarenakan terdapat beberapa produk fast fashion yang gagal atau cacat akan dibuang dan nantinya menjadi limbah, yang mana hal ini kemudian menyebabkan terjadinya pencemaran air.
Dan yang ketiga, dampak dari fast fashion yaitu berubahnya perilaku dan kebudayaan Indonesia, ini disebabkan karena remaja maupun masyarakat Indonesia yang tidak mampu memilah kebudayaan asing yang masuk dengan berlabel open-minded sehingga banyak ditemui remaja Indonesia sekarang cenderung kebarat – baratan.
Salah satu solusi yang dapat diterapkan dalam menghadapi tren fast fashion yang sudah semakin marak ini yaitu tidak mudah tergiur dengan sesuatu yang dilihat dalam sosial media, seperti tiktok dan Instagram. Karena jika menuruti fashion yang dipakai oleh artis, idol, maupun influencer pakai tidak akan ada habisnya karena hanya akan membuang duit, daripada menuruti fashion lebih baik ditabung.
Kemudian juga harus lebih dapat untuk memfilter budaya barat karena fast fashion serta tidak mudah terbawa arus globalisasi dalam bersikap. Dan dalam menyikapi limbah yang disebabkan oleh fast fashion masyarakat dan produsen garmen bekerja sama dalam mengurangi jumlah dari limbah fast fashion.
caranya, dengan mengubah gaya hidup dari konsumtif, beralih menjadi membeli seperlunya saja. Sedangkan untuk produsen garmen sendiri agar dapat berpartisipasi dengan cara mempertimbangkan jumlah dari bahan pakaian yang diproduksi.
Hal ini agar bahan yang digunakan tidak berakhir menjadi limbah yang nantinya akan merusak lingkungan.
* Mahasiswa jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang
Editor: Herlianto. A