TUBAN – Raut wajah serius tampak sejumlah jurnalis Kabupaten Tuban, saat mendengarkan perjalanan hidup Dr. Aqua Dwipayana. Satu persatu diuraikan pakar komunikasi dan motivator nasional ini, saat menjadi wartawan hinggga keputusan lebih memilih keluar dari dunia jurnalis dan menjalani menjadi seorang pakar komunikasi sampai saat ini.
“Jadi saya dulu capek menjadi karyawan. Jadi saya ingin mendapatkan tantangan lainnya. Dan Alhamdulillah, Allah memilihkan jalan untuk saya,” kata mantan wartawan Jawa Pos ini, saat bertemu belasan wartawan di Balai Wartawan Sekretariat Ronggolawe Press Solidarity (RPS) Tuban, usai mengisi materi di Polres Tuban, Senin (13/9/2021).
Awal karir menjadi wartawan, bapak dari dua anak ini di “Suara Indonesia”, sebuah media di Jawa Timur, kemudian berlanjut kebeberapa media lainnya.
Pada tahun 1994, ia memutuskan untuk berhenti sebagai jurnalis dan memilih untuk bekerja sebagai profesional dengan menjadi pegawai Humas di PT Semen Cibinong yang digelutinya hingga tahun 2005.
Menjadi pegawai tampaknya membuat suami dari Retno Setiasih ini juga ingin membuktikan bahwa Tuhan punya cara lain untuk membuatnya lebih baik dari keadaannya saat itu. setelah beberapa tahun, ia pun memutuskan untuk berhenti sebagai pegawai di PT Semen Cibinong itu.
“ Setelah semua itu, Tuhan memiliki rencana lain. Dan kita harus yakin, itu yang terbaik untuk kita. Tentunya tetap berdoa dan berusaha,” ucapnya.
Setelah berdialog beberapa menit, beberapa temen jurnalis nyeletuk tertarik ini bertanya. Salah satunya Ahmad Athoillah wartawan Radar Tuban.
“Dibandingkan dengan dulu bapak menjadi wartawan, hngga sekarang apakah kualitas profesi ini menurun ?” Tanya Athoillah.
Tentunya ada, jawab penulis buku laris The Power of Silaturahim. Jika meilhat hari ini. Wartawan banyak yang suka dengan instan. Menunggu rilis atau copi paste dari yang lainnya. Sehingga tidak pembeda dengan yang lainnya.
“ Dulu pernah ada yang bertanya pada saya. Bagaimana saya menulis dan bisa berkesan pada narasumber. Saya jawab, kamu harus menjadi wartawan cerdas. Persiapakan pertanyaan yang menohok saat wawancara, sehingga narasumber tidak asal menjawab seenaknya saja,”kata salah satu anggota Dewan Pakar Ikatan Sarjana Komunikasi (ISKI) Pusat.
Wartawan lainnya juga bertanya pengalam hidup Aqua Dwipayana, Teguh Budi Utomo, wartawan senior di Bumi Wali. Dia bertanya, “saya ingin menelurkan sebuah karya, seperti bang Aqua. Namun, kadang kali buntu ide, sehingga belum dilanjutkan hingga sekarang. Itu rahasia dan caranya bagaimana?”
“Fokus pada yang akan lakukan apa saja, disusun sedemikian rupa. Namun, kalau memang buntu harus di refresh dulu dengan hal lain. Lalu lakukan lagi. Saya menulis sebuah karya buku, biasanya sekitar tiga bulanan,” ungkap Staf Ahli Ketua Umum KONI Pusat Bidang Komunikasi Publik ini.
Tak terasa, waktu berjalan begitu cepat, Aqua Dwipayana berbincang dengan awak media. Karena ada acara lainnya, berpamitan melanjutkan kegiatan untuk memberikan materi yang sama ke Polres Bojonegoro.
“Saya berterima kasih bang. Sudah sudi mampir dan memberikan ilmu kepada teman-teman jurnalis di Tuban. Semoga kedepan jika ada kesempatan bisa bertemu lagi,” ucap ketua RPS Tuban, Khoirul Huda.