MALANG – Dalam Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) Batch 2 yang digagas oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) dan PT Paragon Technology and Innovation kali ini mendatangkan Prof. Ir. Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D selaku Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Dalam kegiatan tersebut, Prof Nizam mengatakan bahwa saat ini negara-negara barat mengalami penuaan, negara-negara Asia saat ini tengah mendapatkan bonus demografi. Binus demografi adalah ketika angkatan kerja lebih banyak daripada angkatan bergantung.
“Output anggaran negara (untuk pendidikan) di Asia ini meningkat dimulai dengan Jepang di tahun 1970 yang menjadi kekuatan ekonomi terbesar waktu itu. Dan jangan lupa waktu itu Jepang juga memiliki kekuatan ekonomi nomor 2 di dunia di bawah Amerika Serikat. Jepang ini sangat inspiratif karena bagaimana negara yang kalah perang bisa bangkit kemudian fokus dalam pembangunan ekonomi yang kemudian menjadi negara maju hanya dalam 10-15 tahun,” terangnya kepada audiens pada Jumat (25/06/2021).
Tapi dengan dengan seiring berjalannya waktu, menurutnya Jepang mengalami penuaan, yaitu ketika angkatan kerja ini harus menanggung 3 generasi yaitu orang tuanya, generasi dirinya, dan generasi anaknya.
“Kondisi ini karena semakin sedikit punya anak atau semakin lambat menikah maka secara demografis akan semakin menua,” bebernya.
Kemudian pada tahun 1990-an kekuatan ekonomi Jeoang digantikan oleh Korea Selatan yang melejit luar biasa.
“Sebenarnya tidak berbeda dari Indonesia ketika tahun 1950-an selesai perang Korea. Dengan kondisi sangat miskin dan tidak memiliki sumberdaya, tapi dalam 40 tahun bis membangun Korea menjadi kekuatan ekonomi, dan itu seiring binus demografi yang didapat Korea pada tahun 1990-an,” tuturnya.
Kemudian disusul oleh Tiongkok yang mendapatkan bonus demografi pada tahun 2000-an.
“Sekarang Tongkok menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia meninggalkan Amerika Serikat,” ucapnya.
Prof Nizam lebih lanjut mengatakan bahwa Indonesia saat ini sebenarnya sidaj memasuki bonus demografi, tapi sayangnya masih dengan kesiapan angkatan kerja yang dilatih masih rendah.
“Berbeda saat Korea Selatan memasuki bonus demografi, tapi dengan 60 persen angkatan kerjanya sudah berpendidikan tinggi. Sedangkan di Indonesia saat memasuki bonus demografi kita, angkatan kerjanya 60 persen masih tamatan SD dan SMP. Sedangkan tamatan perguruan tinggi hanya 11 persen, jauh sekali dengan Korea. Padahal kita tahu kunci kemajuan itu terletak pada sumberdaya manusia,” pungkasnya.