Tugumalang.id – Bantaran sungai sudah selayaknya milik aliran sungai. Tetapi tidak di Kota Malang, ratusan bahkan ribuan hunian sangat mudah ditemui di bibir-bibir sungai. Bahkan berdiri kokoh tanpa terpaut batas dengan sungai.
Lantas apa yang harus dilakukan ketika air sungai meluap dan menggerus bibir-bibir sungai yang rapuh? Sementara di sana telah berdiri kokoh permukiman padat penduduk. Tentu ini sangat berbahaya bagi mereka yang bermukim di lahan milik sungai itu.
Salah satu contoh nyata yang belum lama ini terjadi di salah satu permukiman bantaran sungai di Jalan Muharto, Kelurahan Kotalama, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Enam rumah ambrol tergerus aliran Sungai Brantas pada Selasa (4/4/2022) pagi.

Kini, pemilik rumah itu tak bisa lagi tinggal di sana. Sebagian harus mengungsi dan tinggal sementara di rumah sanak saudaranya, sebagian lagi menumpang di rumah tetangga. Tentu mereka harus berpikir keras untuk menatap masa depan keluarganya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPRPKP) Kota Malang, Diah Ayu Kusuma Dewi mengatakan bahwa sempadan sungai tak selayaknya menjadi hunian rumah.
“Sebetulnya tidak diperkenankan, kan sepadan. Kalau sepadan sungaikan bukan untuk hunian sebetulnya. Sepadan itu difungsikan untuk jagaan air apabila air naik,” jelasnya.
Diapun bingung langkah seperti apa yang harus dilakukan untuk memberikan solusi. Pasalnya, dana APBD Kota Malang tidak bisa digunakan untuk memperbaiki kerusakan permukiman bantaran sungai.
Kata Diah, ada dua opsi penanganan pemukiman warga yang ambrol itu yakni relokasi atau dibangun plengesengan sungai. Namun, dia juga mengakui bahwa pihaknya tak memiliki anggaran untuk melakukan opsi itu.
“Tapi relokasi belum memungkinkan karena kita belum punya lahan untuk mendirikan rumah susun. Kalau plengseng, kita terhambat karena harus koordinasi dengan provinsi,” jelasnya.
Menurutnya, kawasan Sungai Brantas merupakan kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Provinsi Jawa Timur, sehingga pihaknya harus berkoordinasi dulu dengan BBWS untuk menentukan solusi jika ada kejadian longsor.
“Kami harus bersurat menyampaikan kondisi di lapangan. Harapannya, kalau di sana (BBWS) ada dana insidentil, bisa dialirkan ke sini,” usulnya.
Di sisi lain, dia juga mengatakan bahwa sebenarnya Kota Malang memiliki rusunawa. Namun disebutkan, saat ini di rusunawa itu sudah penuh.
Sementara itu, Wali Kota Malang, Sutiaji menjanjikan bakal memberikan bantuan uang tunai sebesar Rp 3 juta per Kartu Keluarga (KK) bagi warga yang rumahnya ambrol tersebut. Disebutkan, terdapat 11 KK yang bakal mendapatkan bantuan itu.
“Dari kami mungkin akan kami bantu Rp 3 jutaan per KK dulu. Kedua, kami carikan rumah untuk ungsian, diambilkan dana dari Baznas,” ujarnya.
Terpisah, Kepala BPDB Kota Malang, Alie Mulyanto menegaskan bahwa semua hunian di sempadan sungai berpotensi dan rawan terjadi ambrol. Untuk itu, dia mengimbau agar masyarakat waspada akan hal itu.
“BMKG sudah menyampaikan cuaca ekstrem karena perubahan musim penghujan ke musim kemarau akan berlangsung sampai awal Mei,” ucapnya.
Reporter: M Sholeh
Editor: Lizya Kristanti
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id