MALANG – Selama masa pandemi COVID-19, angka kehamilan tidak terencana terus meningkat. Hal ini pula yang membuat angka pernikahan dini dan juga angka perceraian di sejumlah daerah terus melonjak drastis. Tentu ini juga menjadi tugas pemerintah mengingat ini juga jadi salah satu dampak pandemi.
Di saat-saat seperti ini, rupanya program Keluarga Berencana (KB) dipandang masih perlu terus disosialisasikan. Berdasarkan data SDKI tahun 2017, cakupan pemakaian alat kontrasepsi modern masih terbilang rendah, yakni 57,2 persen.
Selain itu, data SKAP tahun 2020 menyebutkan tingginya kehamilan yang tidak diinginkan mencapai 20,3 persen dan angka stunting (anak lahir kerdil) di Indonesia masih sebesar 27,7 persen, menurut data SSGBI 2019.
Sebab itu, Program Keluarga Berencana di Masa Pandemi Covid-19 ini menjadi bahasan utama dalam Dialog Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Rabu (8/9/2021).
Turut hadir dalam dialog tersebut, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr Hasto Wardoyo. Selain itu, dalam dialog itu juga turut mengajak berbagai pihak untuk mengawal program ini.
Mereka adalah Zoya Amirin, seorang pakar Seksolog dan Psikolog, Rista Zwestika ahli Financial Planner dan juga perwakilan dari Duta Genre, Putra Fiqih Agniyan Hidayat.
Dalam kesempatan itu, Kepala BKKBN, dr Hasto Wardoyo menuturkan pihaknya masih menggiatkan program KB di daerah-daerah Indonesia. Salah satu caranya dengan menjalin nota kesepahaman (MoU) dengan sejumlah faskes untuk meningkatkan capaian pelayanan KB di setiap daerah.
Selain itu, terkait muasal permasalahan dari semua itu terletak pada ekonomi. Selain itu, tantangan terbesar memang adalah adanya perubahan generasi. Hasto bilang, bahwa anak-anak sekarang itu justru lebih banyak mendengar omongan teman sebaya daripada orang tuanya.
Semua itu tak lepas dari era globalisasi dimana semua informasi sudah dapat dijangkau dari internet. ”Disitu pada akhirnya, generasi sekarang lebih banyak tertarik ke dunia maya daripada nilai-nilai luhur yang diajarkan orang tua,” jelasnya.
Dalam situasi itu, pada akhirnya orang tualah yang justru dituntut juga adaptif terhadap perkembangan zaman. Dalam artian, orang tua harus upgrade cara baru dalam mendidik anak.
”Selain itu, kami dari BKKBN juga menggandeng anak-anak muda ini untuk jadi agen perubahan generasinya sendiri,” paparnya.
Salah satu anak muda yang digandeng tersebut adalah Duta Genre Putra 2020, yakni Fiqih Agniyan Hidayat yang turut memberikan perspektifnya dari generasi muda. Dia sepakat soal anak muda harus berperan untuk diri dan lingkungannya sendiri dalam mencegah pernikahan dini tanpa perencanaan yang baik.
Selama ini, dia selalu menjadikan dirinya sebagai agen perubahan tersebut. Salah satunya dengan menggagas program Konselor Teman Sebaya. Disitu dia mengajak anak-anak muda untuk terbuka soal masalahnya.
”Misal ada yang dipaksa menikah muda, perilaku seks bebas dan lain-lain itu dibicarakan, kita cari bareng-bareng solusinya,” jelas dia.
Selain itu, Duta Genre juga terus mensosialisasikan program Gerakan Kembali ke Meja Makan. Disitu, dia ingin menyadarkan budaya parenting orang tua kembali diperkuat. Salah satunya lewat meja makan sebagai media untuk menyampaikan nasehat dan bertukar wawasan.
”Tidak harus di meja makan. Terpenting adalah soal parenting itu harus ditingkatkan lagi,” kata dia.
Hal senada dikatakan Psikolog, Inez Kristanti bahwa anak muda juga perlu tahu pendidikan seks sejak sejak masih anak-anak. Menurut dia, seks jangan sampai menjadi hal tabu. Disitulah peran orang tua dalam mengenalkan pendidikan seks sebagai tanggung jawab.
”Caranya ya dengan ngobrol, dengan memposisikan sebagai teman. Dikenalkan kepada anak bahwa dia memiliki organ-organ tubuh, termasuk organ vital,” paparnya.
Lebih lanjut, selain pendidikan seks, anak juga harus dikenalkan perencanaan keuangan yang baik saat berkeluarga. Hal ini diungkapkan Pakar Financial Planner, Rista Zwestika bahwa pandemi telah membuktikan bahwa perencanaan keuangan perlu ditata sedini mungkin.
Rista memaparkan, awal perencanaan keuangan memang harus didasari dengan kerja sama suami istri. Dia mencontohkan, saat menjumpai masalah, pasangan harus menyadari untuk diselesaikan.
”As a team, harus dicari jalan keluarnya. Gak bisa hanya berdiam diri. Jangan hanya marah-marah,” kata dia.
Dia menambahkan, dirinya juga mengajak anak muda untuk kembali membongkar dan menata sistem keuangan kembali. Setelah mencari sumber masalah pengeluaran, kini waktunya menentukan skala prioritas.
”Mana pengeluaran yang penting mana yang tidak. Bedakan kebutuhan dan keinginan sampai keuangan benar-benar stabil. Selain itu, pasangan juga harus mulai jeli melihat peluang bisnis yang ada untuk mendapat penghasilan tambahan,” tandasnya.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Soejatmiko