Tugumalang.id – Belakangan, masyarakat tengah ramai membincangkan childfree. Melansir Oxford Dictionary, childfree adalah kondisi ketika pasangan suami istri memilih untuk tidak memiliki anak.
Topik ini mencuat ketika pasangan influencer asal Indonesia yang tinggal di Jerman, Gita Savitri dan Paul Partohap memilih childfree usai menikah. Apalagi, sempat ramai bahwa childfree sangat bermanfaat sebagai ‘obat’ awet muda.
Terlepas dari pro dan kontra, fenomena childfree sebenarnya sudah terjadi di beberapa negara. Hal tersebut tercermin dari jumlah angka kelahiran yang sedikit.
Merujuk data dari The World Factbook 2022 oleh Central Intelligence Agency (CIA) AS, berikut lima negara dengan angka kelahiran terendah di dunia.
Jumlah tersebut diukur dengan angka kelahiran kasar (Crude Birth Rate/CBR) yang dinyatakan sebagai jumlah individu yang lahir per tahun per 1.000 penduduk.
Pertama, Saint Pierre dan Miquelon. Negara tersebut memiliki angka 6,47 kelahiran per 1.000 penduduk pada 2022. Saint Pierre dan Miquelon adalah kepulauan yang berada di bawah bendera Prancis.
Kedua, Monaco dengan angka kelahiran hanya 6,66. Organisasi non-pemerintah Humanium melaporkan, rendahnya angka kelahiran di Monaco disebabkan oleh perkembangan demografi yang buruk.
Ketiga, Andorra dengan angka kelahiran 6,88. Menurut World Economic Forum, Andorra termasuk negara kecil di mana fluktuasi kecil dalam populasi dapat membuat perbedaan persentase yang besar.
Keempat, Korea Selatan dengan angka kelahiran terendah ketiga di dunia, yaitu 6,92. Dikutip dari VOA, sebagian besar hal ini disebabkan oleh sistem pendidikan Korea Selatan yang sangat kompetitif dan mahal. Serta banyak anak dituntut untuk masuk ke sekolah bertekanan tinggi dan les privat sejak usia muda.
Kelima, Jepang dengan 6,95 kelahiran angka kelahiran. Saat ini, Jepang memasuki era populasi yang tua akibat rendahnya tingkat kelahiran selama beberapa dekade. Padahal, perekonomian membutuhkan tenaga kerja muda yang produktif. Sehingga berdampak pada perekonomian Jepang yang stagnan sejak era 1990-an.
Reporter: Feni Yusnia
Editor: Herlianto. A