Tugumalang.id – Memiliki rumah yang lapang dengan berbagai koleksi unik dan perabotan yang bagus biasanya menjadi impian banyak orang. Namun, Sri Swastiyanti Marhaeny (60) bukanlah orang biasa.
Alih-alih mengisi rumahnya dengan koleksi unik, ia malah memenuhinya dengan 150 ekor kucing. Di setiap sudut rumahnya, terlihat dua atau tiga ekor kucing tengah merebahkan diri mereka. Tak terkecuali di ranjang, rak, hingga di atas kompor.
Perempuan yang akrab dipanggil Eni ini, memang sengaja memberi rumah dan kenyamanan bagi kucing-kucing liar yang sekiranya tidak mampu bertahan hidup di luar sana. Ia mau berbagi ruangan dengan makhluk-makhluk berkaki empat ini di rumahnya yang berada di Desa Sumberporong, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.
Kebanyakan kucing yang ia tampung memiliki keterbatasan fisik, sakit, atau masih kecil. Sebagian lagi merupakan kucing-kucing yang ditelantarkan oleh pemiliknya karena sudah tidak sanggup merawat atau pindah keluar kota.
Kepada tugumalang.id, Eni memperkenalkan kucing-kucingnya dan menceritakan kisah pilu mereka.
“Kucing yang ini namanya Reli. Dia saya rescue karena tertabrak kereta api di daerah Jalan Ciliwung Kota Malang. Dia sekarang nggak punya kaki dan ekor,” ujar Eni, sambil menunjuk kucing belang tiga yang tengah berbaring di lantai dapur.
Ada pula kucing yang hanya memiliki tiga kaki. Padahal kucing tersebut berbulu panjang dan berhidung pesek. Jenis kucing ini sangat populer di kalangan pecinta kucing. Seandainya ia berkaki lengkap, pasti ada banyak orang yang berebut untuk memeliharanya.
Kemudian ada kucing yang dua kaki belakangnya lumpuh sehingga jalannya ngesot, ada yang memiliki luka di leher, ada juga yang buta.
Eni tak sampai hati melihat mereka dibiarkan begitu saja di jalanan. Maka ia membawa mereka pulang untuk dirawat sampai sehat.
Meski begitu, bukan berarti ia akan memelihara semua kucing itu selamanya. Jika ada yang mau mengadopsi kucing-kucing tersebut, ia persilakan.
Suka Kucing Sejak Kecil
Kasih sayang Eni kepada kucing tidak datang secara tiba-tiba. Sejak kecil, ia sudah memelihara kucing bersama dengan saudara-saudaranya di rumah mereka di Sidoarjo. “Orang tua membebaskan kami memelihara apa saja. Dulu halaman rumah kami luas,” kenangnya.
Saudaranya ada yang memelihara anjing, namun kebanyakan memelihara kucing. “Kami sekeluarga ini pecinta kucing semua,” tuturnya, bangga.
Setelah berkeluarga, Eni masih menyukai kucing. Ia juga memelihara 15 ekor kucing bersama dengan suami dan anak-anaknya.
Baru pada tahun 2014, ia menyelamatkan kucing-kucing jalanan. Saat itu, ia baru menampung sekitar 40 ekor saja, tidak mencapai ratusan.
“Saya awal rescue itu ada kucing habis ketabrak di dekat pabrik tempat anak saya kerja,” kenangnya.
Ia kemudian merawat kucing tersebut dibantu dengan pecinta kucing lainnya. Sejak itu, ia aktif di komunitas pecinta kucing di Malang. Jika ada kucing yang butuh pertolongan, mereka mengantarnya ke rumah Eni.
Di tahun 2016, ia memutuskan untuk mundur dari pekerjaannya sebagai analis laborat di sebuah laboratorium di Kota Malang karena menderita sakit lupus. “Saya nggak kuat wara wiri, akhirnya saya mengundurkan diri,” kata Eni.
Untuk mengisi waktu, ia merawat ratusan kucing-kucing malang yang membutuhkan pertolongan.
Sempat Diusir Tetangga dan Difitnah Menggelapkan Uang Donasi
Apa yang dilakukan oleh Eni ini memiliki tujuan mulia. Sayangnya, tak semua orang bisa melihat itu. Justru mereka malah terganggu dengan Eni karena memelihara terlalu banyak kucing.
Ia mengaku pernah diusir oleh tetangga-tetangganya. “Saya diberi waktu dua minggu untuk pindah,” kata Eni.
Kelimpungan karena harus mendadak pindah, ia mencari rumah kontrakan untuk tempat tinggal sementara. Saat ini, ia tinggal di sebuah rumah yang letak tetangganya berjauhan. Dengan begitu, ia bisa merawat ratusan kucing dengan tenang tanpa takut diusir lagi.
Memberi makan dan obat bagi 150 kucing tentunya tidak murah. Dalam sebulan, Eni bisa menghabiskan uang Rp 8 juta untuk kucing-kucingnya. “Itu termasuk untuk membayar dua asisten yang membantu saya merawat kucing,” ujar Eni.
Saat ditanya mengenai sumber dana, ia mengaku 70 persen dana berasal dari kantong pribadi, baru 30 persen berasal dari donator. “Gitu saya masih sering dibilang makan uang donasi,” sesal Eni.
Untuk kehidupan sehari-harinya, Eni mengandalkan pemasukan dari uang pensiunan suaminya yang meninggal pada tahun 2008. “Suami saya dulu perawat rumah sakit jiwa, kemudian meninggal karena kena kanker liver,” kenangnya.
Sejak saat itu, ia membesarkan tiga anaknya sendirian. Kini, semua anaknya telah sukses dan setiap bulan mereka mengirimkan uang untuk ibunya.
Aktif Perjuangkan Kesejahteraan Kucing Liar
Selain mengurus kucing di rumahnya, Eni juga rutin memberi makan kucing-kucing liar yang ada di pasar atau yang sering disebut dengan street feeding di kalangan pecinta kucing.
“Terakhir saya street feeding di Wendit, saya juga kasih makan monyet di sana,” kata Eni.
Ia memiliki kebiasaan membawa tas kucing di jok sepeda motornya, untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu ada kucing yang memerlukan pertolongan. Namun, ia juga tidak memaksakan diri seandainya ia tidak membawa tas kucing.
“Kalau saya nggak bawa tas kucing, saya pasrah saja. Kalau kondisi masih dekat, saya pulang, ambil tas, kemudian saya bawa kucingnya. Tapi kalau jauh ya saya pasrah saja,” ujar Eni.
Di media sosial, Eni aktif membagikan kisah-kisah kucing yang ia selamatkan serta suka dukanya dalam merawat ratusan kucing. Ia juga membuka donasi untuk biaya perawatan kucingnya melalui salah satu situs crowdfunding.
Unggahan Eni di media sosial juga sempat viral beberapa waktu yang lalu karena ia melaporkan adanya orang dengan gangguan jiwa menyiksa kucing di Pasar Lawang.
Hingga kini, Eni tidak ada niatan untuk berhenti memperjuangkan kesejahteraan kucing liar. Dengan segala keterbatasannya, ia berusaha memberikan yang terbaik bagi kucing-kucing di sekitarnya.
Reporter: Aisyah Nawangsari
Editor: Lizya Kristanti
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id