Tugumalang.id – Prof Sukir Maryanto SSi MSi PhD merupakan profesor ke-250 di Universitas Brawijaya (UB). Pria yang lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah, ini merupakan Guru Besar di bidang Ilmu Vulkanologi dan Geothermal yang dikukuhkan pada Oktober 2019.
Pria kelahiran 21 Juni 1971 ini mempunyai cerita panjang di balik perjalanannya menempuh pendidikan hingga berhasil meraih gelar tertingginya sebagai dosen di tingkat perguruan tinggi.
“Kalau diingat, semuanya mengalir begitu saja,” ucapnya, pada Kamis (17/2/2022).

Menurut Prof Sukir, sebelum mulai berkecimpung dengan pendidikannya sekarang, ia pernah menghadapi masa sulit yang membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan berenergi. Mulai dari transmigrasi ke Jambi pada tahun 1986, kerja sambil sekolah, hingga berpisah dengan orang tua sejak berusia sembilan tahun.
“Waktu itu, sehari-hari saya lalui dengan kerja, kerja, dan sekolah sampai akhirnya bisa menyelesaikan pendidikan SMA, walaupun sempat tidak sekolah hampir empat bulan karena terisolir di daerah transmigrasi,” kenangnya.
Dengan susah payah, ia berhasil melanjutkan studi S1 di Jurusan Fisika UB pada tahun 1995. Meski di tengah proses perjalanan, ia sempat harus cuti kuliah selama satu tahun dan mulai menekuni bidang kegunungapian, kebencanaan, hingga panas bumi.
“Waktu itu, saya memperoleh beasiswa URGE di program pascasarjana UGM, Yogyakarta tahun 1996 dalam bidang Seismik Gunung Api. Lalu di tahun 1998 saya memulai karir sebagai dosen FMIPA UB sembari masih melanjutkan studi di bidang kegunungapian dan kebencanaan,” imbuhnya.
Sejak itu, ia mulai terlibat kolaborasi penelitian dengan berbagai universitas baik gunung api maupun geothermal. Seperti penelitian Gunung Merapi sebagai proyek GFZ Jerman dan Gunung Semeru dengan Pennsylvania University.
Bahkan di tahun 2011, Sukir berkesempatan bergabung dengan tim Wako University dan JICA Jepang untuk pendampingan pelaksanaan Town Wacthing di Desa Ngadas, Kabupaten Malang, dalam upaya pendidikan kebencanaan kepada masyarakat sebagai upaya mitigasi letusan Gunung Bromo. Puncaknya, Sukir kerap mendapat hibah penelitian baik dalam maupun luar negeri sejak tahun 2009.
Karirnya terus merangkak naik. Pria yang pernah menempuh S3 dan Postdoctotral di Universitas Kyoto, Jepang, ini mendapat grant dari USAID dalam program Partnership For Enhances Engagement in Research (PEER) tahun 2014.
Melalui project tersebut, Sukir banyak memberikan beasiswa kepada mahasiswa baik S1 maupun S3 yang secara tidak langsung mempengaruhi proses percepatannya memenuhi syarat meraih gelar Guru Besar.
“Niat awalnya adalah membantu mahasiswa, tapi kemudian mungkin karena kita benar-benar ikut ke lapangan sama mahasiswa, progres report dan sebagainya, sehingga hasilnya signifikan. Dari situ ternyata hasil paper banyak. Mungkin juga karena kerja dengan mengalir dan ikhlas, sehingga bisa mempermudah kita memenuhi paper yang diajukan sebagai syarat Guru Besar,” beber dia.
Dengan dokumen yang lengkap, ia mengajukan pengurusan Jabatan Profesor. Tak berselang lama, kurang lebih hanya empat bulan saja, Sukir langsung bisa menyandang gelar Guru Besar.
Kuncinya satu, tegas Sukir, yakni menjalankan prinsip silaturahmi. Tak segan untuk menjalin kerja sama dengan mahasiswa maupun berbagai kolega dalam menghasilkan berbagai karya.
“Sebenarnya, di UB banyak program yang mendorong percepatan Guru Besar, waktu itu awalnya saya niatnya hanya membantu mahasiswa yang meneliti, menulis buku. Maka para dosen, mohon tidak segan untuk mengajak kerja sama mahasiswa, kolega secara multidisiplin sehingga memperluas karya-karya kita. Prinsipnya membuka silaturahmi dan kolaborasi,” imbuhnya.
Kini, Sukir aktif dalam tim pengelola MBKM Semeru. Salah satu wujud dharma bakti UB kepada masyarakat terdampak erupsi Gunung Semeru dengan cara membina dan mendampingi masyarakat dalam pemulihan kondisi pasca bencana.
“Salah satu aktivitasnya menggalakkan Town Watching sesuai dengan pengalaman saya di tahun 2009 waktu di Ngadas. Mengingat kepedulian masyarakat terhadap bencana itu sangat perlu ditingkatkan, segala level usia dan pendidikan sehingga menjadi budaya kita,” tukasnya.
Diketahui, keberangkatan MBKM Semeru dibagi dalam empat gelombang yakni Januari untuk gelombang pertama dengan 49 mahasiswa, serta gelombang kedua, ketiga, dan keempat yang akan diberangkatkan pada April, Juli, dan Oktober 2022.
Mahasiswa akan berada di Semeru selama kurang lebih 2,5 bulan. Sebelum keberangkatan, para peserta sudah diberi pembekalan oleh tim ahli UB terkait mitigasi bencana, pemetaan dampak bencana dan potensi pengembangan wilayah, trauma healing dan pendidikan anak, kesehatan ibu anak dan masyarakat, Town and School Watching for Hazard Mitigation, pemulihan ekonomi dan lingkungan, dan Teknologi Informasi.(ads)
Reporter: Feni Yusnia
Editor: Lizya Kristanti