TuguMalang.id – Jurnalis mencari dan menulis berita sudah biasa, tetapi jurnalis yang bisa menyelamatkan sekolah yang bangkrut adalah sesuatu yang spesial. Itu dilakukan oleh Galih Wijaya, salah satu wartawan Tugu Jogja.
Sosok asal Balik Papan, Kalimantan, tersebut menyelamatkan sekolah swasta SD Kanisius di Yogyakarta yang sudah mau tutup karena tidak lagi punya biaya dan tidak memiliki siswa baru.
Galih menggelar konser online untuk menggalang dana. Hasilnya, dia mengumpulkan Rp600 juta yang kemudian digunakan untuk menghidupkan kembali sekolah tersebut.
“Di Yogyakarta ini banyak sekali sekolah, tetapi karena banyaknya itu akhirnya tidak terkelola, tak ada siswanya. Ada yang tutup, ada yang dimerger. Salah satunya yang mau tutup SD Kanisius Gowongan,” kata dia saat ditemui tim “Jelajah Jawa-Bali, Mereka yang Memberi Arti” pada 2 September 2022 di Yogyakarta.
Padahal, menurutnya, SD Kanisius tersebut berada di lokasi yang sangat strategis, yaitu berjarak tidak sampai 500 meter dari Tugu Jogja ke arah barat, tepatnya di jalan Diponegoro, Kota Yogyakarta.
“Sekolah itu mau tutup karena tidak ada biayanya, siswanya ada sekitar 50 orang. Tak ada siswa barunya,” kata pria yang juga penggerak pendidikan tersebut.
Di situlah, Galih mulai tergerak hatinya untuk menyelamatkan sekolah itu. Apalagi saat itu, dia sedang mengelola sekolah dasar yaitu Sekolah Alam Pagar Merapi di sekitar Gunung Merapi.
Sekolah tersebut untuk memfasilitasi anak-anak di lereng Gunung Merapi yang terkena dampak pandemi. Saat pandemi, sekolah tutup sementara orangtua mereka tidak bisa mengajari anaknya di rumah, karena juga tidak punya handphone.
“Nah pada tahun 2020 itu, ada yang ngasih tahu saya ada sekolah SD Kanisius mau tutup,” katanya.
Mini Konser
Mendapat informasi itu, dia pun berkunjung ke sekolah itu. Kondisi sekolah sudah tidak terurus dan kotor. Akhirnya, Galih memutar otak dan mencari tahu apa yang bisa dilakukan. Karena dia adalah dasarnya di digital, dia pun membuat sesuatu dari digitalisasi untuk mendapatkan dana.
“Pertama yang saya lakukan adalah mencari dana, karena siswanya itu tidak bisa membayar SPP,” katanya.
Untuk mencari dana, Galih membuat mini konser online di YouTube. Musisinya adalah para guru dan siswa di sekolah tersebut. Kemudian linknya di share kemana-mana, termasuk pada mereka yang peduli pendidikan. Bagi mereka yang ingin request lagu bayar sebagai donasi sebesar Rp10 hingga 20 ribu untuk satu lagu. Konser tersebut digelar selama dua jam.
“Jadi itu sebetulnya ngamen, cuma masak mau disebut ngamen kan malu, karena kita bisa digital,” katanya terkekeh.
Konser tersebut tak disangka bisa menghasilkan donasi hingga ratusan juta rupiah.
“Kaget juga konser itu dapat Rp600 juta. Ternyata bayarnya nggak ada yang Rp20 ribu, rata-rata membayar satu juta hingga dua juta rupiah,” kata alumni Universitas Sanata Dharma itu.
Menurut Galih, uang itulah yang digunakan untuk membangun lagi sekolah tersebut. Kemudian untuk menggaji guru termasuk untuk operasional. Karena mini konser ini dianggap prospek untuk pembiayaan sekolah, akhirnya digelar secara tahunan.
“Tahun kedua dapatnya tidak sampai dua ratus juta, tapi di tahun ketiga nanti akan kami ubah konsepnya menjadi sendra tari,” katanya.
Cari Siswa
Setelah pembiayaan ada, ternyata persoalan belum selesai karena sekolah harus ada siswanya, akhirnya dia mencari siswa. Strateginya dibuat berbeda dengan yang pada umumnya.
“Kami punya konsep pendidikan yang memerdekakan,” paparnya.

Dengan konsep ini, setiap tempat adalah sekolah dan setiap orang adalah guru. Penerapannya, sekolah menjadi berbaur dengan masyarakat. Di sekolah itu sekarang ada aktivitas masyarakat, misalnya latihan tinju, praktik masak, dst.
Pada sekitar Juli tahun 2022 sekolah tersebut berganti nama menjadi SD Eksperimental Mangunan Go. Penggantian nama ini karena SD tersebut sudah dilepas oleh Yayasan Kanisius. Dan, kini miliki yayasan sendiri, yaitu yayasan Dinamika Edukasi Dasar.
Secara konsep belajar juga berubah menjadi edukasi berbasis budaya dan wisata. Konkritnyanya, sekolah itu mengajari anak-anak berkarakter dan berbudaya.
“Jadi mereka diajari fotografi, menulis, dan bikin konten. Intinya anak-anak jangan samoai jadi konsumen digital, kalau bisa jadi produsen,” kata dia.
Kini sekolah SD Eksperimental Mangunan Go terus berjalan. Saat ini memiliki siswa sebanyak 75 orang dan 16 guru.
Catatan ini adalah bagian dari program Jelajah Jawa-Bali, tentang Inspirasi dari Kelompok Kecil yang Memberi Arti oleh Tugu Media Group x PT Paragon Technology and Innovation. Program ini didukung oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP), Pondok Inspirasi, Genara Art, Rumah Wijaya, dan pemimpin.id.
Reporter: Herlianto. A