MALANG – Mayjen TNI Ferry Zein selaku Komandan Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat (SECAPA AD) Bandung, membeberkan satu rahasia kenapa SECAPA AD tetap bisa melaksanakan pendidikan militer di tengah Pandemi COVID-19 dengan sukses. Tanpa harus merubah kurikulum pendidikan. Salah satunya karena setiap siswa memiliki pembina yang menempel kepada mereka sepanjang pendidikan.
“Saat pandemi ini tidak ada program mengurangi materi, jadi kurikulum berjalan full seperti sebelum COVID-19. Hanya metode-metodenya yang kami rubah. Kami tetap melakukan proses-proses belajar mengajar sesuai kurikulum. Kemudian kami melakukan pengawasan pembina, dan inilah yang menjadi pembeda antara pendidikan militer dengan pendidikan di sipil. Bahwa mentor ini atau yang kami sebut pembinaan ini melakukan bimbingan pengasuhan,” terangnya saat mengisi materi dalam Fellowship Jurnalisme Pendidikan Batch 2 yang digagas Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) dan PT Paragon Technology and Innovation beluma lama ini.
Ferry menjelaskan, jika ada 3 aspek yang diterapkan SECAPA AD yaitu Guru Militer mengajar di kelas, Pelatih yang melakukan pengajaran di lapangan, dan ketiga adalah pembina yang biasa disebut komandan peleton.
“Jadi pembina ini yang melakukan kegiatan mentoring atau bimbingan pengasuhan, jadi kalau ada siswanya yang kurang memahami suatu materi maka dia akan membantu menjelaskan, demikian jika ada masalah dia juga yang melakukan konseling,” ungkapnya.
“Dan kalau ada hal-hal lain yang menghambat di dalam peleton itu, maka mereka mementoring kegiatan-kegiatan tersebut. Termasuk terhadap protokol kesehatan, jadi mereka senjatanya adalah alat thermogun, setiap pagi mereka wajib mengecek siswanya, dan mereka melaporkan yang ada gejala dan sebagainya,” sambungnya.
Ia memberi contoh, dalam pelajaran olahraga di luar kelas, pembimbing adalah orang yang mendampingi dan mereka yang melakukan mentoring kepada peletonnya.
“Jadi mereka melekat dalam siswa ini mulai bangun pagi, ibadah, senam pagi, makan pagi. Sehingga mentoring ini dilakukan di luar jadwal resmi atau di luar jam pelajaran di kelas maupun di lapangan,” bebernya.
Seorang pembimbing ini menurut Ferry memang tidak melekat 24 jam, tapi mereka hadir di saat-saat yang kritis.
“Mungkin memang mentoring tidak setiap hari sehingga bergantian, tapi di waktu-waktu kritis mereka datang,” pungkasnya.
Reporter : Rizal Adhi Pratama
Editor : Sujatmiko