Malang – Pada masa keemasannya, Kampung Warna-warni Jodipan (KWJ) begitu identik sebagai icon destinasi wisata Kota Malang. Lantas seperti sebenarnya sejarah, kejayaan hingga kondisi terkini wisata kampung tepi sungai yang berada di Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang saat ini.
Ketika belum menjadi tempat wisata, kampung Jodipan ini tak jauh berbeda dengan kampung kampung bantaran sungai lain di Kota Malang. Hanya saja, kampung ini terkesan agak kumuh dan berada di tengah kota.

“Warga sini dulu SDM nya rendah. Mayoritas perempuan di sini ibu rumah tangga. Suaminya sebagian besar kerja jadi kuli bangunan, sopir, jualan di warung sampai tukang becak,” ucap Soni Parin, Pengelola KWJ Kota Malang, Sabtu (16/4/2022).
Kemudian sekitar tahun 2016, terjadilah perubahan. Kehadiran para mahasiswa KKN Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) membuat semuanya berubah. Kala itu para mahasiswa melakukan KKN di kampung Jodipan ini dan menawarkan ide menjadikan kampung ini bersih dan berwarna.
“Waktu itu gak ada rencana untuk buat wisata. Karena ide itu positif dan masyarakat menerima ya saya izinkan saja,” ungkapnya.
Tak berselang lama, salah satu perusahaan cat berkenan menjadi sponsor dan menggelontorkan catnya untuk kampung Jodipan. Alhasil, kampung ini menjelma menjadi jujukan wisatawan luar kota bahkan manca negara.
Setelah di poles sana sini, maka jadilah kampung warna-warni Jodipan. Kampung Warna warni Jodipan Kota Malang mencapai puncak kejayaannya pada tahun 2017 hingga 2019. Ribuan wisatawan bisa hilir mudik mampir ke Kampung Warna warni ini dalam waktu satu hari saat akhir pekan.

Kampung ini bahkan menjadi percontohan dan cikal bakal berdirinya 24 kampung tematik lainnya di Kota Malang. Mulai Kampung Tridi, Kampung Arema, Kampung Budaya Polowijen, hingga Kampung Kajoetangan Heritage Kota Malang.
Adanya wisata ini juga merubah gaya hidup warga setempat akan kebiasaan buang sampah sebangangan. Disebutkan, warga mulai peduli menjaga lingkungan dan sungai dengan tidak membuang sampah sembarangan. Sebab, jika wisata ini kotor maka wisatawan tak akan kembali.
“Adanya wisata ini segi ekonomi warga ada perubahan, mereka juga menjadi peduli lingkungan dan kerukunan warga tampak harmonis,” ungkapnya.
Memasuki tahun 2020, Kampung Warna warni diterpa badai pandemi COVID-19. Kebijakan penutupan wisata di Kota Malang sempat membuat warga setempat kehilangan harapan. Tak satupun wisatawan berkunjung ke Kampung Warna warni saat itu. Pemerintah pun disebut tak memberikan perhatian sama sekali.
“Tentu awal pandemi kami kaget, karena sepi, tak ada pengunjung, warga gak bisa jualan. Tapi alhamdulillah tak banyak warga sini yang meninggal karena COVID-19,” ungkapnya.
Beruntung kampung ini juga memiliki tim pengelola yang punya pandangan jauh ke depan. Alhasil, wisata ini masih mampu menunjukkan gemerlap warnanya untuk menerjang badai pandemi dengan biaya perawatan dan operasional secara mandiri tanpa sentuhan bantuan pemerintah.
“Meski pandemi, kami tetap optimis masyarakat mau kesini. Otomatis kami melakukan peremajaan cat. Karena daya tarik kami kan pada keindahan warna. Kalau pudar kan mereka akan putar balik,” ujarnya.
Semantara itu, Soni juga mengungkapkan kondisi terkini Kampung Warna warni yang mulai meredup. Terlebih memasuki bulan Ramadhan 2022 ini hanya ada sekitar 10 hingga 20 pengunjung per hari. Meski begitu, pihaknya tetap bersyukur bahwa wisata ini masih diminati wisatawan.
Kini pihaknya terus melakukan peremajaan warna dengan memperbarui cat di sudut sudut wisata ini. Pasalnya, libur lebaran 2022 mendatang diprediksi bakal ada kenaikan pengunjung. Pengelola ingin menambah fasilitas baru, seperti tempat bermain anak-anak. ”Tapi kami memiliki keterbatasan biaya. Apalagi dari pemerintah kota gak ada suplai sama sekali,” pungkasnya.
Reporter: M Sholeh
Editor: jatmiko
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id